Utang Menggunung Kalahi Aset, Kinerja Emiten Sritex Juga Turun Drastis hingga Terancam Delisting
WELFARE.id-Kinerja emiten tekstil PT Sri Rejeki Isman Tbk. (SRIL) masih terdampak kondisi perang Rusia-Ukraina. Ditambah tingginya inflasi dan suku bunga global.
Hal tersebut menjadi pemberat atas beban utang yang tidak diringi dengan peningkatan penjualan. Direktur Keuangan Sritex Welly Salam mengatakan, penjualan yang turun terutama segmen ekspor disebabkan oleh melemahnya permintaan dari pelanggan sebagai akibat dari perang Rusia dan Ukraina yang menyebabkan kawasan Eropa lebih fokus pada kebutuhan pangan dan energi.
"Selain itu, dengan kenaikan inflasi dan suku bunga bank-bank sentral di berbagai negara, makin menambah beban atas beban utang yang tidak diimbangi dengan kenaikan pendapatan,” ungkapnya, melansir bisniscom, Senin (4/9/2023).
Selain penjualan ekspor yang turun terjadi di kawasan Asia, Eropa, Amerika Serikat, dan Amerika Latin, Uni Emirat Arab dan Afrika, SRIL juga mengalami pelemahan permintaan dari pasar domestik. Selain karena penjualan yang turun, rugi bersih yang membengkak juga disebabkan oleh beban produksi yang belum dapat ditekan mengikuti penurunan penjualan.
Berdasarkan laporan keuangan, SRIL membukukan pendapatan sebesar USD166,90 juta atau setara Rp2,54 triliun (asumsi kurs Rp15.240). Raihan tersebut tergerus 52,17 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya yang tercatat sebesar USD348,89 juta.
Penurunan penjualan bersih tersebut seiring dengan penurunan penjualan segmen lokal dan ekspor. Secara lebih rinci, penjualan ekspor tercatat sebesar USD81,26 juta atau turun dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu sebesar USD171,83 juta.
Sementara itu, untuk segmen penjualan lokal juga ikut tergerus menjadi USD85,67 juta dari sebelumnya sebesar USD177,06 juta. Hal tersebut membuat beban pokok juga ikut turun 44,29 persen menjadi USD198,25 juta atau setara dengan Rp2,97 triliun.
Jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya yang tercatat sebesar USD355,90 juta. Sritex juga membukukan beban penjualan sebesar USD11,83 juta, beban umum, dan administrasi sebesar USD14,71 juta.
Sementara itu, rugi selisih kurs tercatat sebesar USD16,17 juta serta beban keuangan tercatat sebesar USD7,70 juta. Atas penurunan penjualan dan beban pokok tersebut rugi kotor membengkak menjadi USD31,35 juta atau setara Rp420,26 miliar.
Rugi kotor tersebut naik 347,76 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelum sebesar USD7 juta. Kemudian rugi bersih yang dapat diatribusikan ke pemilik entitas induk ikut naik 27,63 persen ke posisi USD78,03 juta atau setara Rp1,17 triliun.
Rugi itu membengkak dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya yang tercatat sebesar USD61,14 juta.
Saham SRIL Diujung Tanduk
Karena beban utang tersebut, maka diprediksi saham SRIL juga diperkirakan bakal rontok. Investor yang memiliki saham PT Sri Rejeki Isman (SRIL) mesti berjaga-jaga kemungkinan terburuk yakni delisting.
Saat ini, SRIL sudah memasuki bulan ke-27 sejak perdagangan saham dihentikan sejak 18 Mei 2022. Bahkan diumumkan oleh Bursa Efek Indonesia (BEI) sebagai emiten yang memiliki potensi delisting pada Mei 2023.
Berdasarkan Peraturan Bursa No. I-I tentang Penghapusan Pencatatan (Delisting) dan Pencatatan Kembali (Relisting) Saham di Bursa, Bursa dapat menghapus pencatatan saham Perusahaan Tercatat apabila:
a. Ketentuan III.3.1.1, Mengalami kondisi, atau peristiwa, yang secara signifikan berpengaruh negatif terhadap kelangsungan usaha Perusahaan Tercatat, baik secara finansial atau secara hukum, atau terhadap kelangsungan status Perusahaan Tercatat sebagai Perusahaan Terbuka, dan Perusahaan Tercatat tidak dapat menunjukkan indikasi pemulihan yang memadai.
b. Ketentuan III.3.1.2, Saham Perusahaan Tercatat yang akibat suspensi di Pasar Reguler dan Pasar Tunai, hanya diperdagangkan di Pasar Negosiasi sekurang-kurangnya selama 24 (dua puluh empat) bulan terakhir.
Selain suspensi SRIL yang sudah mencapai lebih dari ketentuan yakni 24 bulan, SRIL memiliki masalah kesehatan keuangan akibat utang yang menggunung. Melansir cnbcindonesiacom, Senin (4/9/2023), pada semester I 2023, Sritex menanggung defisit modal atau ekuitas negatif karena jumlah liabilitas yang lebih besar dari aset.
Itu berarti, kondisi SRIL di ambang kebangkrutan sebab jumlah jika utang jatuh tempo tidak bisa dibayar, bahkan ketika menjual aset pun tidak mampu menutupi semua utang. Jumlah liabilitas SRIL adalah sebesar USD1,57 miliar atau Rp23,8 triliun (kurs=Rp15.200/US$).
Sementara jumlah aset SRIL hanya USD707,43 juta atau Rp10,75 triliun. Sehingga ada defisit modal sebesar USD707,46 juta atau sekitar Rp 10,7 triliun.
SRIL menanggung utang jangka panjang yang besar, terutama dari bank dan penerbitan obligasi. Nilainya bahkan jauh lebih besar dari total aset SRIL.
Pada semester I 2023, tercatat utang bank dan obligasi sebesar USD1,3 miliar atau setara Rp19,82 triliun. Secara rinci, utang bank sebesar USD935,67 juta atau Rp14,22 triliun dan obligasi sebesar USD368,25 juta atau Rp5,6 triliun. (tim redaksi)
#PTsrirejekiismantbk
#sritex
#utangmenggunung
#sahamsritex
#SRIL
#terancamdelisting
#penurunanpenjualan
#emitentekstil
Tidak ada komentar