Breaking News

Sengketa Lahan Hotel Sultan, Ini Beda Kepemilikan Sah dan HGB

Hotel Sultan. (Ilustrasi/ Dok.Lazwardy Journal)


WELFARE.id-Sengketa kepemilikan lahan Hotel Sultan antara negara, dalam hal ini Sekretariat Negara (Setneg) dengan PT Indobuildco yang merupakan perusahaan swasta milik keluarga Pontjo Sutowo sedang menghangat. Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR) atau Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Hadi Tjahjanto menjelaskan kronologi terkait sengketa lahan di kawasan Gelora Bung Karno, tepatnya di Hotel Sultan. 

"Berawal dari kepemilikan HGB (Hak Guna Bangunan, red) yang dikeluarkan tahun 1973 dengan jangka waktu 30 tahun. Sehingga kalau 30 tahun HGB itu berarti berakhir tahun 2002," kata Hadi dalam konferensi pers di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, dikutip Selasa (12/9/2023).

Hadi menyebut, pada 1989, ATR/BPN mengeluarkan surat Hak Pengelolaan Atas Tanah (HPL) yang juga mencakup kawasan GBK. Dari sana PT Indobuildco mengajukan masa perpanjangan yang permintaannya ditolak di tahun 1999.

"PT Indobuildco melihat bahwa HPL Nomor 1 tahun 1989 kawasan Senayan menjadi secara hukum adalah atas nama Setneg, PT Indobuildco sebelum masa berakhirnya tahun 2022, tahun 99 juga sudah ingin memperpanjang HGB sebelum masa berakhirnya tahun 2002," rincinya. Ia menambahkan, secara administrasi ketentuan kepemilikan tertuang HGB Nomor 26 yang berakhir tanggal 4 Maret 2023 dan HGB Nomor 27 berakhir pada 3 April 2023. 

Lantaran sudah melewati batas akhir, sambungnya, sehingga tidak ada lagi hak PT Indobuildco atas lahan tersebut. "Sekarang sudah masuk di bulan September, artinya sudah beberapa bulan yang lalu status tanah HGB 26 dan 27 sudah habis dan otomatis kembali kepada HPL 1 Tahun 1989 yang status hukumnya atas nama Setneg. Jadi sudah tidak ada permasalahan lagi dengan HGB di atas HPL tersebut," bebernya lagi.

Belajar dari perkara itu, bagaimana sebenarnya ketentuan masa berlaku HGB? Berdasarkan Undang-undang nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (UUPA), HGB adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri dengan jangka waktu paling lama 30 tahun.

Adapun, jangka panjang waktu tersebut dapat diperpanjang paling lama sampai 20 tahun. Di sisi lain, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 18 tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun, dan Pendaftaran Tanah, HGB di atas tanah hak milik diberikan untuk jangka waktu paling lama 30 tahun dan dapat dioerbarui dengan akta pemberian HGB di atas hak milik.

Setelah jangka waktu pemberian, perpanjangan, dan pembaruan selesai, tanah HGB kembali menjadi tanah yang dikuasai langsung oleh negara atau tanah hak pengelolaan (HPL). Sebagai informasi, HGB ini dapat beralih dan dialihkan kepada orang lain. 

Perlu diketahui, yang dapat memiliki HGB yaitu warga negara Indonesia (WNI) serta badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berada di Indonesia. 


Beda HGB dan SHM


SHM merupakan sertifikat atas kepemilikan penuh hak suatu lahan dan/ atau tanah yang dimiliki oleh pemegang sertifikat tersebut. Sertifikat tersebut membuat pemilik tanah akan terbebas dari masalah legalitas atau sengketa. 

Hal itu karena pihak lain tidak bisa campur tangan atas kepemilikan tanah atau lahan tersebut. Pada Undang-undang Pokok Agraria (UUPA) Nomor 5 Tahun 1960 Pasal 20 dijelaskan, hak milik atas tanah adalah hak turun-temurun, terkuat, dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah. 

Maka dari itu, SHM berarti bukti kepemilikan tertinggi atau terkuat atas suatu tanah yang berlaku untuk selamanya dan dapat diwariskan. Adapun, SHM dikeluarkan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) melalui Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). 

Hal tersebut sesuai dengan Peraturan Pemerintah No 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah, bahwa PPAT diberi kewenangan untuk membuat akta otentik mengenai hak atas tanah. Di dalam SHM terdapat keterangan nama pemilik, luas tanah, lokasi properti, gambar bentuk tanah, nama objek atau tetangga pemilik tanah yang berbatasan langsung, tanggal penetapan sertifikat, nama dan tanda tangan pejabat yang bertugas, serta cap stempel sebagai bukti keabsahan sertifikat.

Sebagai informasi, SHM hanya dapat dimiliki oleh warga negara Indonesia. Oleh karena itu, warga negara asing tidak dapat memiliki tanah dengan SHM.

Apabila warga negara asing tersebut memperoleh tanah dengan SHM karena pewarisan tanpa wasiat atau percampuran harta perkawinan, maka wajib untuk melepaskan hak milik dalam jangka waktu satu tahun. (tim redaksi)


#hakgunabangunan

#HGB

#sengketalahanhotelsultan

#GBK

#PTindobuildco

#pontjosutowo

#setneg

#asetnegara

#menteriATRBPN

#haditjahjanto

Tidak ada komentar