Rempang Eco City Tuai Konflik, Warga Pulau Enggan Direlokasi Picu Bentrok
WELFARE.id-Pulau Rempang tengah menjadi sorotan lantaran peristiwa bentrokan antara warga dan aparat. Bentrokan itu dipicu oleh rencana penggusuran pemukiman warga untuk dijadikan Rempang Eco City.
Sebanyak 43 orang diamankan polisi pascabentrokan masyarakat Melayu dan polisi terkait penolakan relokasi warga Rempang, Batam, Kepulauan Riau. Sejumlah warga diamankan karena diduga melempari petugas hingga melakukan perusakan saat bentrokan itu terjadi.
"Polresta Barelang dan Polda Kepri berhasil mengamankan 43 orang yang diduga sebagai pelaku kekerasan terhadap petugas, melakukan perusakan pagar dan kaca gedung Kantor BP Batam, serta melakukan pelemparan terhadap petugas dalam aksi unjuk rasa yang dilakukan di Kantor BP Batam," kata Kapolresta Barelang Kombes Nugroho Tri Nuryanto, dikutip Selasa (12/9/2023).
Kantor Badan Pengusahaan Kawasan (BP) Batam diserang seribuan massa yang melaksanakan aksi tentang konflik Pulau Rempang, Senin (11/9/2023). Personel polisi luka-luka akibat aksi tersebut.
Selain di Batam, aliansi mahasiswa pun menggelar aksi demo di Tanjungpinang. Para mahasiswa menolak relokasi masyarakat Melayu di Pulau Rempang. Sementara, Polri bersama BP Batam dan masyarakat sudah menyelesaikan konflik Pulau Rempang secara musyawarah.
Seribuan massa melaksanakan unjuk rasa dan menolak relokasi terhadap masyarakat Pulau Rempang dan Pulau Galang, ke Kantor BP Batam, Senin (11/9/2023) pagi. Aksi demo di Kantor BP Batam ini ricuh.
Masyarakat melempar aparat tim gabungan dengan batu. Bahkan, massa melempar gedung BP Batam yang dikawal tim gabungan secara ketat.
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD menjelaskan duduk perkara konflik pembebasan lahan di Pulau Rempang, Batam. Ia memastikan, tindakan yang dilakukan di Pulau Rempang bukan penggusuran, tetapi pengosongan lahan.
Karena hak atas tanah itu telah diberikan oleh negara kepada entitas perusahaan sejak 2001 dan 2002. "Masalah hukumnya juga supaya diingat, banyak orang yang tidak tahu, tanah itu, (Pulau) Rempang itu sudah diberikan haknya oleh negara kepada sebuah perusahaan, entitas perusahaan untuk digunakan dalam hak guna usaha," jelas Mahfud MD kepada wartawan, dikutip Selasa (12/9/2023).
Ia menjelaskan, sebelum investor masuk, lanjutnya, tanah ini belum digarap dan tidak pernah ditengok. Pada 2004 dan seterusnya menyusul dengan beberapa keputusan, hak atas penggunaan tanah itu diberikan kepada pihak lain untuk ditempati.
Situasi menjadi rumit ketika investor mulai masuk ke Pulau Rempang pada 2022. Ketika pemegang hak datang ke sana, ternyata tanahnya sudah ditempati.
"Kemudian, diurut-urut ternyata ada kekeliruan dari pemerintah setempat maupun pemerintah pusat dalam hal ini Kementerian LHK (Lingkungan Hidup dan Kehutanan, red),” ulasnya. Oleh karena itu, kekeliruan tersebut pun diluruskan sehingga hak atas tanah itu masih dimiliki oleh perusahaan sebagaimana SK yang dikeluarkan pada 2001 dan 2002.
"Proses pengosongan tanah inilah yang sekarang menjadi sumber keributan. Bukan hak atas tanahnya, bukan hak guna usahanya, bukan. Tapi proses, karena itu sudah lama, sudah belasan tahun orang di situ tiba-tiba harus pergi. Meskipun, menurut hukum tidak boleh, karena itu ada haknya orang, kecuali lewat dalam waktu tertentu yang lebih dari 20 tahun,” papar Mahfud panjang lebar.
Dalam kesempatan yang sama, saat ditanya mengenai status tanah yang kemungkinan merupakan tanah ulayat, Mahfud mengaku tidak mengetahui itu. "Nggak tahu saya, nggak tahu. Pokoknya proses itu secara sah sudah dikeluarkan oleh pemerintah,” tegasnya.
Apabila, memang ada tanah ulayat di Pulau Rempang, ia menyebut kemungkinan datanya ada di Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan KLHK. Adanya bentrokan antara massa dan aparat buntut dari upaya pengosongan Pulau Rempang, Presiden Joko Widodo (Jokowi) angkat bicara.
Ia bakal mengutus Menteri Investasi Bahlil Lahadalia ke Pulau Rempang, Batam, Kepulauan Riau (Kepri). Jokowi meminta Bahlil untuk memberikan penjelasan kepada warga yang protes proyek pengembangan Rempang.
"Nanti mungkin besok atau lusa Menteri Bahlil akan ke sana untuk memberikan penjelasan mengenai itu," kata Jokowi kepada wartawan di Pasar Kranggot, Cilegon, Selasa (12/9/2023).
Jokowi menilai, konflik di Rempang disebabkan komunikasi yang kurang baik. Jokowi ingin warga diberikan solusi.
"Ya itu bentuk komunikasi yang kurang baik, saya kira kalau warga diajak bicara, diberikan solusi," harapnya. Menurut Jokowi, sebenarnya sudah ada kesepakatan mengenai relokasi warga.
Namun, kata Jokowi, kesepakatan itu tidak disampaikan dengan baik. "Karena di situ sebetulnya sudah ada kesepakatan bahwa warga akan diberi lahan 500 meter plus bangunannya tipe 45, tetapi ini kurang dikomunikasikan dengan baik sehingga terjadi masalah," paparnya.
Komnas HAM Turun Tangan
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) turun tangan ke tengah konflik lahan antara warga dan Proyek Strategis Nasional (PSN) di Pulau Rempang, Pulau Galang, dan Pulau Galang Baru, Kepulauan Riau. Ketua Komnas HAM Atnike Nova Sigiro mengatakan, pihaknya akan melakukan pemanggilan terhadap pihak yang berkonflik.
Pemanggilan tersebut merupakan tindak lanjut dari aduan warga yang terdampak relokasi menyusul rencana pengembangan rencana strategis nasional (PSN) di kawasan tersebut. Aduan dari warga tersebut dilayangkan atas nama Masyarakat Adat Tempatan (KERAMAT) tertanggal 2 Juni 2023.
Adapun sejumlah pihak yang dipanggil yakni Kepala Badan Pengusahaan (BP) Batam, Wali Kota Batam, Kapolda Kepulauan Riau, dan Kepala Kantor Badan Pertanahan Kota Batam. "Komnas HAM sedang menangani kasus tersebut melalui mekanisme mediasi HAM. Komnas HAM telah mengirimkan surat kepada pihak terkait untuk permintaan klarifikasi dan mediasi," tulis Atnike lewat siaran pers, dikutip Selasa (12/9/2023).
Di samping itu, dia menambahkan, Komnas HAM turut menyesalkan insiden bentrok yang terjadi antara aparat gabungan dan warga saat demonstrasi warga menolak rencana relokasi tersebut sejak 7 September lalu. Atnike juga meminta agar aparat keamanan yang berada di kawasan tersebut segera ditarik mundur dan mengutamakan jalur dialog.
Dia juga meminta agar pihak kepolisian membebaskan warga yang ditahan oleh kepolisian segera dibebaskan akibat kerusuhan tersebut. Selain itu, Atnike juga meminta agar pemerintah melalukan pemulihan terhadap anak-anak yang mengalami kekerasan dan trauma saat kejadian bentrok tersebut.
"Meminta agar pemerintah pusat maupun daerah serta aparat penegak hukum menerapkan pendekatan humanis dalam penyelesaian sengketa agraria, termasuk dalam proyeksi strategis nasional," tegasnya. Selain itu, pihaknya pun meminta agar masyarakat turut menjaga kententeraman guna mencegah eskalasi konflik.
"Komnas HAM mengajak semua pihak untuk mengedepankan pendekatan dialogis dalam merespons persoalan ini," imbaunya.
Akar Konflik
Konflik tersebut bermula dari rencana relokasi warga di Pulau Rempang, Pulau Galang, dan Pulau Galang Baru dalam mengembangkan investasi di Pulau Rempang menjadi kawasan industri, perdagangan, dan wisata yang terintegrasi. Proyek yang dikerjakan oleh PT Makmur Elok Graha (MEG), anak perusahaan Grup Artha Graha milik Tomy Winata, ditargetkan bisa menarik investasi besar yang akan menggunakan lahan seluas seluas 7.572 hektare atau sekitar 45,89 persen dari total luas Pulau Rempang 16.500 hektare.
Proyek ini memiliki nilai investasi jumbo sebesar Rp381 triliun yang terus dikucurkan sampai dengan 2080 dan ditargetkan dapat menyerap 306.000 orang tenaga kerja. Proyek pengembangan Pulau Rempang diyakini akan memberikan keuntungan bagi negara dari sisi realisasi investasi, dan juga BP Batam selaku pemegang hak pengelolaan lahan di pulau tersebut dari sisi pemasukan pendapatan negara bukan pajak (PNBP).
Tapi sebelum proyek prestisius itu dimulai, warga yang mendiami di Pulau Rempang, Pulau Galang, dan Pulau Galang Baru tersebut harus direlokasi ke lahan yang sudah disiapkan. Jumlah warga tersebut diperkirakan antara 7.000 sampai 10.000 jiwa.
Namun, saat hendak melakukan relokasi warga, bentrok pecah antara aparat dengan warga pada 7 September lalu. Aparat gabungan disebut memasuki wilayah perkampungan warga. Sementara warga memilih bertahan dan menolak pemasangan patok lahan sebagai langkah untuk merelokasi. (tim redaksi)
#konflikpulaurempang
#pulaurempangbatam
#kantorBPbatamdigerudukmassa
#proyekstrategisnasional
#bentrokwargadanaparat
#upayarelokasiwargapulaurempang
#investor
#PTmakmurelokgraha
#anakperusahaanmiliktomywinata
Tidak ada komentar