WFH ASN hingga Modifikasi Cuaca Gagal Tekan Polusi, Pasien Penyakit Pernapasan Naik Drastis ke 200 Ribu Kasus
WELFARE.id-Belum ada solusi menekan polusi kendaraan di Jakarta dan sekitarnya. Terbukti, meskipun setengah Aparatur Sipil Negara (ASN) DKI Jakarta sudah mulai bekerja dari rumah, kualitas udara di Jakarta dan sekitarnya tak juga membaik.
Jika kemarau berlangsung lebih lama dari biasanya, dan tidak ada solusi signifikan terhadap polutan udara di ibu kota, maka bukan tidak mungkin pasien penyakit pernapasan kian bertambah banyak. Sekarang saja, menurut data yang dituturkan Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin, terdapat lima penyakit pernapasan kronis yang timbul akibat polusi udara di Jakarta, yakni TBC, kanker paru-paru, asma, pneumonia, dan penyakit paru obstruksi kronik (PPOK).
Peningkatan penyakit tersebut saat ini bahkan lebih tinggi empat kali lipat dibandingkan saat pandemi COVID-19. "Khususnya di Jakarta, kita lihat sebelum COVID-19 itu ada 50.000-an yang terkena penyakit pernapasan, sekarang sudah naik ke 200.000 orang," kata Budi di Jakarta, dikutip Sabtu (26/8/2023).
Ia menambahkan, berdasarkan parameter kualitas udara IQAir, sudah sebulan ini Jakarta ditetapkan sebagai kota dengan kualitas udara paling buruk di dunia dengan indeks polusi udara mencapai 170 atau masuk dalam kategori tidak sehat. "Ada akibatnya dari polusi udara ini, hanya saja kita di kesehatan bergeraknya di sisi hilir, bukan di hulu. Kita menangani akibatnya, bukan menangani sebabnya. Jadi posisi saya mendorong agar sektor-sektor di hulu yaitu sektor energi, transportasi, sektor lingkungan hidup, supaya bisa mengurangi tekanan emisinya," imbaunya.
Sementara itu, Dinas Kesehatan DKI Jakarta Ngabila Salama juga menyampaikan, beberapa masalah kesehatan lainnya timbul akibat polusi udara, yaitu ISPA, asma akut, bronkitis akut, pneumonia, jerawat, alergi atau masalah kulit lainnya. Dampak lainnya yang perlu diwaspadai, yaitu kelahiran prematur dan pertumbuhan janin terhambat, kemandulan, bronkitis kronis, asma, gangguan saraf seperti alzheimer, ADHD, penuaan dini, stroke, jantung, hingga kanker.
Untuk meminimalisir dampak tersebut, dia mengingatkan masyarakat untuk tetap menjaga kesehatan selama kualitas udara tidak baik, antara lain dengan cara menghindari kegiatan outdoor, terutama bagi kelompok rentan, atau memakai masker medis/N95/N99. Imunisasi rutin lengkap pada anak juga sangat penting.
Dianjurkan juga untuk vaksin influenza, serta menerapkan pola hidup sehat. "Hirup uap air panas yang ditetes tetes minyak kayu putih atau esensial untuk melegakan pernapasan. Selain itu, minum suplemen vitamin C, D3, dan asam lemak omega," kata Ngabila.
Sementara itu, Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta Asep Kuswanto mengungkap rencana BMKG dan BRIN memasang generator di beberapa gedung di Jakarta. Ini adalah salah satu langkah mengurangi polusi udara di Jakarta yang memburuk kala musim kemarau saat ini, yakni dengan cara menyemprotkan air dari puncak-puncak gedung itu.
"Tidak ada modifikasi cuaca, hanya spray air dari puncak gedung,” ujarnya saat diminta konfirmasinya tentang rencana dengan generator-generator itu, dikutip Sabtu (26/8/2023). Sebelumnya, Asep mengatakan bahwa Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) untuk membuat hujan turun di Jakarta sejauh ini sulit dilakukan karena minimnya awan.
Terbukti, dari dua kali percobaan yang sudah dilakukan ternyata tidak berhasil. Upaya pertama hanya menghasilkan hujan ringan di luar Jakarta.
Hujan dibutuhkan dengan harapan bisa mencuci konsentrasi polutan sehingga kualitas udara Jakarta membaik. Namun begitu, upaya mengganti hujan buatan itu dengan semprot air dari puncak-puncak gedung dinilai tak akan efektif mengurangi polusi udara Jakarta.
Co Founder Bicara Udara Novia Natalia menyakini kalau upaya tersebut tidak akan efektif. "Kita ngomongin scientific ya, kalau kita semprot dari gedung, tingginya berapa sih? Padahal harusnya lebih tinggi lagi,” ucapnya.
Dirinya lebih menyarankan, agar Pemerintah DKI sebaiknya melakukan identifikasi polusi udara, didukung data valid dan akurat, dengan cara memperbanyak sebaran sensor berbiaya rendah. Tentu saja, dia menambahkan, disertai proses pengecekan dan pengaturan akurasi dari alat ukur sesuai dengan rancangan atau biasa disebut kalibrasi data.
"Itu lebih efektif untuk jangka pendek," katanya. Penambahan jumlah sensor, menurutnya, sudah pernah dibahas, sebelum isu polusi udara Jakarta itu viral, supaya bisa membuat masyarakat bisa lebih sadar saat polusi udara sedang tinggi sehingga bisa melakukan langkah terbaik untuk dirinya sendiri maupun keluarga. (tim redaksi)
#polusiudara
#polusiudarajakarta
#kualitasudarajakarta
#penyakitpernapasan
#konsumsivitamin
#polutan
#polusi
#modifikasicuaca
Tidak ada komentar