Dampak Buruk Polusi Udara Tak Hanya untuk Paru, Tapi Bisa 7 Kali Tingkatkan Risiko Stroke
WELFARE.id-Di era kenormalan pasca pandemi COVID-19, kemacetan di Jakarta semakin menggila. Imbasnya, polusi udara di Jakarta kian mengkhawatirkan.
Bahkan, kualitas udara Jakarta menjadi 'langganan' masuk ke dalam kategori tidak sehat menurut Air Quality Index (AQI).
Melansir dari IQAir, Selasa (8/8/2023), AQI menunjukkan bahwa kualitas udara Jakarta berada di angka 154 dan menduduki posisi kedua setelah Dubai, Uni Emirat Arab (nilai AQI 156), sebagai kota dengan udara terkotor di dunia, Selasa (8/8/2023).
Dokter spesialis paru, Prof. Dr. dr. Agus Dwi Susanto mengungkapkan, bahwa kualitas udara buruk sekaligus polusi memiliki sederet dampak yang buruk bagi kesehatan, tidak hanya paru-paru. Salah satu penyakit yang disebabkan oleh kualitas udara buruk dan polusi adalah stroke.
Ya, stroke ternyata bisa disebabkan terlalu banyak terpapar polusi. Hal itu terjadi, ketika pasokan darah ke otak mengalami pengurangan dan gangguan akibat penyumbatan (stroke iskemik) atau pecahnya pembuluh darah (stroke hemoragik). Ia mengatakan, sekitar 23 hingga 37 persen kematian dini akibat stroke disebabkan oleh polusi udara yang sangat buruk.
Bahkan, ia mengungkapkan bahwa polutan berdampak tujuh kali lipat terhadap stroke secara umum. "Sebanyak 16,9 persen dari 15 juta kasus stroke setiap tahunnya berkaitan dengan polusi. Itu berhubungan dengan aterosklerosis (penyumbatan arteri oleh plak) dan hipertensi (tekanan darah tinggi) yang muncul karena polutan," paparnya dalam temu media daring oleh Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Selasa (8/8/2023).
Bahkan, lanjutnya, berbagai riset menunjukkan bahwa polutan memiliki dampak tujuh kali lipat lebih banyak pada stroke secara umum. Dalam paparannya, ia mengungkapkan bahwa menurut data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), sekitar tujuh juta orang di dunia meninggal dunia secara prematur setiap tahunnya akibat polusi udara.
"Sebanyak 21 persen karena infeksi paru pneumonia, 20 persen karena stroke, 34 persen karena jantung, dan 19 persen karena penyakit paru kronik. Sekitar 47 persen kematian karena penyakit paru ini ada kaitannya dengan polusi udara sehingga harus mendapat perhatian," rincinya.
Parahnya, polusi udara di dalam ruangan dan di luar ruangan (indoor dan outdoor) menduduki urutan kelima sebagai faktor risiko kematian tertinggi di Indonesia. Ia mengungkapkan, hampir seluruh kota-kota besar di Indonesia terjadi polusi dan masuk kategori tidak sehat.
Dengan demikian, Prof. Agus menyoroti Pemerintah Indonesia untuk segera melakukan sejumlah perbaikan kualitas udara, seperti melakukan uji emisi kendaraan bermotor di wilayah perkotaan, meningkatkan jumlah transportasi umum, hingga menambah area hijau sebagai paru-paru kota.
Hal itu juga didukung oleh sejumlah jurnal kesehatan. Menurut Stroke.org, orang yang mengalami stroke akan kehilangan fungsi-fungsi pada setiap bagian tubuhnya.
Faktor risiko stroke yang selama ini diketahui yakni obesitas, kurang gerak, tekanan darah tinggi, diabetes, penyakit kardiovaskular, hingga tekanan darah tinggi. Namun, sebuah studi belum lama ini mengungkapkan kalau ternyata polusi udara menjadi salah satu hal yang meningkatkan risiko stroke.
Hubungan polusi udara dan risiko stroke
Studi ini diterbitkan di Journal of the American Heart Association pada 5 Oktober 2022. Fenomena udara yang tercemar, meningkatkan toksisitas partikel kecil yang disebut PM2,5 yang bersumber dari lalu lintas dan industri.
Polusi udara yang sudah ditemui oleh masyarakat setiap hari, ternyata dapat meningkatkan pparan gas radioaktif yang memicu serangan jantung dan stroke. Ini karena terdapat kandungan radon tidak berwarna dan berbau, yang menjadi pemicu utama kanker paru pada non-perokok.
"Temuan ini menunjukkan radioativitas partikel meningkatkan risiko kematian akibat penyakit kardiovaskular dan kerusakan dari materi partikulat," kata Ketua Penelitian Shuxin Dong dari Harvard T.H. Chan School of Public Health, mengutip Newsweek, Selasa (8/8/2023). Keterkaitan antara PM2,5 dengan kematian yang disebabkan oleh penyakit kardiovaskular sudah diketahui sejak lama.
Partikel tersebut berasal dari pembakaran fosil, penggunaan diesel, bantalan rem, ban, dan debu jalan. Ukurannya yang kecil, memudahkannya untuk masuk ke dalam paru-paru dan menempel, sehingga terjadilah peradangan.
"Kita tahu PM2,5 adalah partikel yang sangat kecil di udara yang dapat dihirup dan menyebabkan banyak masalah kesehatan. Namun, sedikit yang diketahui tentang sifat fisik, kimia, atau biologis yang memicu toksisitasnya," jelasnya.
Lewat penelitian ini, ditemukan kalau PM2,5 yang bersumber dari polusi udara meningkatkan risiko kematian akibat serangan jantung sebesar 6 persen. Selain itu, juga memicu kematian akibat stroke sebesar 11 persen, kematian akibat seluruh penyakit kardiovaskular 12 persen, dan non-kecelakaan 10 persen.
"Risiko kematian akibat penyakit kardiovaskular, serangan jantung, atau stroke dan semua peneyebab kematian akibat PM2,5 lebih tinggi, dan karena itu lebih beracun ketika tingkat aktiviats beta kotor lebih tinggi," tuntasnya. (tim redaksi)
#polusiudara
#kualitasudaradijakarta
#udaradijakartakianburuk
#kualitasudarajakartamakinparah
#polusiudarabisasebabkanstroke
#penyakitstroke
#strokeiskemik
Tidak ada komentar