Asosiasi Pengusaha Desak Moratorium Smelter Nikel, Luhut Yakin Tak Akan Ada Oversupply dengan Strategi Ini
WELFARE.id-Hilirisasi pertambangan, utamanya nikel, dikhawatirkan akan membanjiri pasar domestik, jika tidak dibarengi dengan moratorium smelter. Sebab, saat ini smelter nikel yang antre akan dibangun di Indonesia jumlahnya mencapai 111 smelter.
Berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), tercatat sebanyak 111 proyek smelter nikel akan beroperasi pada beberapa tahun mendatang, terdiri dari 9 proyek dengan Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan 102 non-IUP atau Izin Usaha Industri (IUI). Dari target tersebut, sebanyak 37 proyek smelter di antaranya telah beroperasi, yakni 5 smelter oleh pemegang IUP dan 32 smelter dari pemegang IUI.
Selebihnya, masih dalam tahap konstruksi dan perencanaan. Kekhawatiran RI kebanjiran produksi nikel ditepis Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan.
Menurutnya, pemerintah bakal mengontrol pembangunan smelter nikel baru. Ini dilakukan guna menghindari adanya kelebihan pasokan atau oversupply produk nikel di pasaran.
Luhut menjelaskan, pemerintah tidak menginginkan pasokan nikel berlebih seiring dengan semakin banyaknya proyek smelter nikel yang beroperasi. Pasalnya, hal tersebut juga akan berdampak pada harga nikel sendiri.
"Kami mencoba mengelola ini dengan sangat, sangat, sangat proper," ungkap Luhut dalam acara "Nickel Conference 2023" yang digelar cnbcindonesia, dikutip Kamis (10/8/2023). Ia tidak menampik, menjamurnya proyek smelter di dalam negeri turut menjadi perhatian pemerintah.
Pemerintah juga telah mendapatkan berbagai masukan mengenai kebijakan pengendalian smelter nikel. "Ini juga menjadi perhatian pemerintah. Itu lah mengapa kami harus membuat kebijakan dengan hati-hati. Kami tidak ingin melihat oversupply nikel," ujarnya.
Luhut menjabarkan, produk logam nikel yang dihasilkan dari proyek smelter di Indonesia saat ini mencapai 1,8 juta ton logam nikel per tahun. Adapun kapasitas smelter yang tengah dibangun saat ini akan menambah produksi sekitar 1 juta ton logam nikel per tahun, dan untuk proyek dalam tahap perencanaan sekitar 1,5 juta ton logam nikel per tahun.
Bila semua proyek itu terbangun dan beroperasi, maka diperkirakan logam nikel yang dihasilkan dari smelter di Indonesia pada beberapa tahun mendatang bisa mencapai 4,31 juta ton per tahun. Ketua Umum Perhimpunan Ahli Pertambangan (Perhapi) Rizal Kasli mengatakan, pihaknya sudah beberapa kali mengusulkan ke pemerintah untuk melakukan moratorium smelter nikel baru.
Pasalnya, cadangan bijih nikel RI akan semakin menipis bila smelter nikel semakin menjamur. "Kami beberapa kali usul dilakukan moratorium pembangunan smelter pirometalurgi karena menggunakan nikel ore kadar tinggi, saprolit, yang minim. Kalau digenjot terus, kita khawatir ketahanan cadangan nikel riskan," jelas Rizal dalam program "Mining Zone", dikutip Kamis (10/8/2023).
Ia menjelaskan, bijih nikel terbagi menjadi dua jenis yakni nikel dengan kadar tinggi di atas 1,5% atau saprolit yang diproses melalui smelter pirometalurgi. Adapun produk logam nikel yang dihasilkan dari smelter pirometalurgi ini nikel kelas dua seperti Nickel Pig Iron (NPI), feronikel, dan nickel matte.
Jenis kedua adalah bijih nikel kadar rendah atau limonit yang diproses melalui smelter hidrometalurgi atau High Pressure Acid Leaching (HPAL). Produk nikel yang dihasilkan dari smelter ini seperti Mixed Hydroxide Precipitate (MHP), Mixed Sulphide Precipitate (MSP), maupun nikel sulfat yang merupakan bahan baku atau komponen baterai kendaraan listrik (Electric Vehicle/ EV).
Khusus jenis saprolit, Rizal menjelaskan bahwa umur cadangan di Indonesia paling lama hanya mencapai 7 tahun lagi. Itu apabila semua smelter nikel di Indonesia beroperasi, baik yang telah beroperasi maupun yang masih dalam tahap pembangunan dan perencanaan.
Sedangkan, untuk jenis nikel kadar rendah atau limonit, dirinya memprediksi, cadangan yang ada saat ini bisa bertahan hingga 33 tahun ke depan. "Untuk limonit, data yang di bawah 1,5% kadarnya, untuk apabila semua refinery atau smelter hidrometalurgi selesai dibangun, bertahan sekitar 33 tahun kurang lebih," tandasnya.
Berdasarkan data Badan Geologi Kementerian ESDM, per 2022, total sumber daya bijih nikel 17,3 miliar ton dan cadangan bijih nikel 5,08 miliar ton.
Hilirisasi Nikel Untungkan RI Rp510 Triliun
Sementara itu, terpisah, Presiden Joko Widodo atau Jokowi menanggapi kritikan yang diajukan ekonomi senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Faisal Basri, yang menyebut kebijakan hilirisasi nikel di Indonesia hanya menguntungkan Tiongkok. Menurut presiden, logika yang digunakan Faisal tak benar.
Jokowi menyatakan, Indonesia mendapatkan banyak keuntungan karena hilirisasi tersebut. Menurut dia, hal itu terlihat dari nilai ekspor yang melonjak tajam dari Rp17 triliun menjadi Rp510 triliun.
"Hitungan dia gimana? Kalau hitungan kita ya, saya contoh nikel, saat diekspor mentahan bahan mentah setahun kira-kira kira hanya Rp17 triliun. Setelah masuk downstreaming hilirisasi menjadi Rp510 triliun, bayangkan saja kita hanya ambil pajak, ambil pajak dari Rp17 triliun sama ambil pajak dari Rp510 triliun, gede banget," kata Jokowi di Stasiun LRT Dukuh Atas, Jakarta Pusat, Kamis (10/8/2023).
Mantan Gubernur DKI Jakarta itu menyebut, pemerintah akan mendapatkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penghasilan (PPh) badan, PPh karyawan, PPh perusahaan, royalti, bea ekspor, Penerimaan Negara Bukan Pajak dengan jumlah lebih besar dari proyek hilirisasi tersebut. Ia lantas meminta pihak yang menyebut kebijakan hilirisasi industri hanya menguntungkan Tiongkok saja.
"Logikanya tidak seperti itu, logikanya di tingkat angka. Kontribusi PDB turun, itu lebih gede. Logikanya gimana," ucapnya santai.
Sebelumnya, Faisal Basri menyebut, Tiongkok mendapat keuntungan besar dari kebijakan hilirisasi nikel Indonesia. Persentasenya bahkan mencapai 90 persen dari total keuntungan. Menurut Faisal, seharusnya Indonesia mengedepankan kebijakan industrialisasi yang akan menguatkan struktur perekonomian karena memberi nilai tambah ketimbang hilirisasi.
Menurut Faisal, Tiongkok mengeruk keuntungan paling banyak dari kebijakan hiliralisasi karena mereka memiliki pabrik smelter nikel di Indonesia. Apalagi, hasil pengolahan smelter nikel itu nyaris seluruhnya diekspor ke Tiongkok.
"Hilirisasi sekadar bijih nikel jadi nickel pig iron (NPI) jadi feronikel lalu 99 persen diekspor ke Tiongkok. Jadi hilirisasi di Indonesia nyata-nyata mendukung industrialisasi di Tiongkok. Dari hilirisasi itu, kita hanya dapat 10 persen, 90 persennya ke Tiongkok," kritisnya. (tim redaksi)
#hilirisasipertambangan
#hilirasasinikel
#moratoriumsmelternikel
#produksinikel
#cadangannikel
#nilaitambahhilirisasinikel
#faisalbasri
Tidak ada komentar