Kritik Luhut Soal OTT dan Digitalisasi Kunci Cegah Korupsi, Langsung Dijawab KPK di Kasus Dugaan Suap E-Katalog Kepala Basarnas
WELFARE.id-Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan pernah berbicara soal Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), 18 Juli 2023. Ia berharap, OTT KPK bisa berkurang, karena dinilai sebagai perilaku kampungan.
"Jangan hanya bilang nangkap-nangkap saja, saya bilang kampungan. Saya setuju ditangkap, tapi kalau semakin kecil ditangkap karena digitalisasi, kenapa tidak?” ujar dia di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, dikutip Kamis (27/7/2023).
Menurut Luhut, dengan pencegahan korupsi melalui digitalisasi, maka kasus penyelewengan dana bisa berkurang. Beberapa yang dilakukan KPK bisa dengan menjalankan e-katalog, memberlakukan aplikasi Pengawasan PNBP dan Tata Niaga Minerba (Simbara) untuk sistem logistik dan National Single Window.
Dengan begitu, menurut Luhut, akan muncul efisiensi yang membawa lebih banyak penghematan untuk negara. "Karena pada dasarnya, manusia itu ya punya sifat jelek. Kalau ada peluang untuk curi, dia curi juga,” ucap dia.
Lebih jauh, Luhut menyebutkan OTT oleh KPK kemungkinan hanya menyasar pada transaksi yang bernilai Rp50 juta hingga Rp100 juta. Namun, pencegahan yang dilakukan oleh KPK bisa berhasil menghemat triliunan rupiah duit negara.
Menanggapi hal tersebut, Menko Polhukam Mahfud MD menilai logika Luhut sudah benar. "Ya dari satu segi ya betul dong Pak Luhut. Dari satu segi bahwa sebaiknya tidak banyak OTT, caranya apa, cegah agar tidak terjadi korupsi. Itu artinya digitalisasi yang lebih bagus di pemerintahan kan sudah benar logikanya Pak Luhut," kata Mahfud kepada wartawan, dikutip Kamis (27/7/2023).
Meski demikian, Mahfud mengatakan OTT terhadap terduga pelaku korupsi tak bisa dilarang. Ia mengatakan, OTT tak bisa dilarang karena pencegahan tindak pidana korupsi di Indonesia masih belum sempurna.
"Tetapi logika konkretnya, OTT tidak bisa dilarang karena masih terjadi sebelum proses atau mekanisme pencegahan itu berjalan sempurna, kan gitu aja," ujar Mahfud.
Mahfud mengatakan pendapatnya tidak bertentangan dengan Luhut. Mahfud mengatakan pemerintah ingin mencegah korupsi di Indonesia, tapi OTT tetap diperlukan jika pencegahan belum dilakukan dengan baik.
"Tidak ada yang bertentangan, bagus, untuk jangka panjang jangan pamer-pamer OTT kita cegah dari awal. Tapi sekarang karena belum bisa dicegah ya di-OTT saja malah kalau saya lebih bagus, biar tampak bahwa negara hadir di situ," ujar Mahfud.
Terkait dengan OTT terbaru yang melibatkan Kepala Basarnas, Mahfud menilai, sistem lelang melalui katalog elektronik atau e-katalog saat ini sebenarnya sudah bagus. Hanya saja, evaluasi terkait pengawasan yang harus diperketat.
"Kalau aturan dibuat terus nanti malah enggak selesai-selesai. Tinggal pengawasannya saja," ucapnya.
Sementara itu, anggota Komisi III DPR Arsul Sani menilai OTT KPK Kepala Basarnas adalah jawaban atas kritikan Luhut. "Meski ada pernyataan yang kontra dari Pak Luhut terhadap penindakan KPK dalam bentuk OTT. Nah, OTT oknum Basarnas (25 Juli) menunjukkan bahwa KPK tetap melakukan OTT," kata Arsul dalam keterangannya, dikutip Kamis (27/7/2023).
Arsul menilai, sudah sepatutnya praktik kolutif dan koruptif dalam berbagai bentuknya harus ditindak, tak terkecuali dugaan suap dalam pengadaan barang di Basarnas. Penindakan kasus korupsi, kata dia, bisa dilakukan dengan OTT ataupun melalui penyelidikan biasa alias case building.
Atau bahkan campuran kedua cara tersebut, terutama ketika kasusnya dikembangkan. Untuk itu, Arsul mengingatkan agar KPK tidak melupakan pula penindakan kasus korupsi melalui case building, selain melalui OTT sebagaimana yang dilakukan saat ini.
"Namun kita juga harus ingatkan KPK agar jangan juga melupakan penanganan kasus-kasus korupsi berbasis case building, terutama kasus-kasus besar yang sampai sekarang belum tuntas," ucap dia. Seperti diberitakan sebelumnya, KPK menggelar operasi tangkap tangan atau OTT di dua tempat berbeda yaitu Jakarta dan Bekasi. Dari pengembangan OTT ini, mereka menetapkan Kepala Basarnas Marsdya Henri Alfiandi menjadi tersangka dalam kasus suap pengadaan barang di lembaga itu.
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan Kepala Basarnas Marsekal Marsdya Henri Alfiandi diduga menerima suap senilai Rp88,3 miliar. "Dari informasi dan data yang diperoleh Tim KPK, diduga HA bersama dan melalui ABC (Letkol Adm Afri Budi Cahyanto) diduga mendapatkan nilai suap dari beberapa proyek di Basarnas tahun 2021 hingga 2023 sejumlah Rp88,3 miliar dari berbagai vendor pemenang proyek," ucap Alex. (tim redaksi)
#OTTKPK
#OTT
#KPK
#komisipemberantasankorupsi
#kasusdugaankorupsipengadaanbarang
#ekatalog
#kepalabasarnastersangkakasusdugaansuap
#marsdyahenrialfiandi
#menkomarves
#luhutbinsarpandjaitan
#menkopolhukam
#mahfudmd
Tidak ada komentar