Utang Minyak Goreng Rp344 Miliar Tak Kunjung Dibayar Bikin Pengusaha Bete, Kemendag Undang Rapat Hari Ini
WELFARE.id-Bos ritel modern bete. Pasalnya, mereka selama ini merasa diberi harapan palsu oleh pemerintah soal pembayaran utang minyak goreng sebesar Rp344 miliar.
Mereka bahkan bersuara lantang bakal memboikot penjualan minyak goreng di ritel-ritel modern. Menanggapi ancaman tersebut, Kementerian Perdagangan (Kemendag) meminta agar pengusaha ritel modern bersabar.
Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kemendag Isy Karim menegaskan, pemerintah pasti akan membayar selisih harga atau rafaksi minyak goreng senilai Rp344 miliar apabila Kejaksaan Agung kelar melakukan review secara hukum.
Ia menekankan, jika Kejagung sudah berhasil melakukan verifikasi dan pengecekan secara detail perihal ajuan dari Kemendag, maka pihaknya melalui BPDPKS akan siap membayar utang tersebut.
Untuk memberi ruang dialog kepada pengusaha ritel modern terkait hal itu, Isy mengundang secara resmi Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo), Kamis (4/5/2023) hari ini. Ia juga sekaligus meminta kepada peritel untuk mempertimbangkan ulang opsi penghentian pembelian minyak goreng.
Sebelumnya, Ketua Umum Aprindo Roy Nicholas Mandey mengatakan, pihaknya masih menunggu itikad baik dari pemerintah. "Kalau misalnya kita dipanggil dan dijelaskan, kemudian kita akan minta jawaban secara tertulis sehingga kita punya pegangan, nah opsi (penghentian pembelian minyak goreng) itu bisa saja menjadi mundur. Tapi kalau berlarut-larut lagi, terus minggu depan lagi bilang minggu depan, ya bete lah kita," ujar Roy serius, dikutip Kamis (4/5/2023).
Roy mengatakan, bukan Aprindo yang meminta anggota untuk menghentikan pembelian minyak goreng, tetapi anggota lah yang akan melakukannya sendiri, jika Kemendag terlalu berlarut-larut. "Jadi artinya, bukan Aprindo yang meminta anggota, tapi anggota akan melakukan sendiri. Kan anggota juga punya batas kesabaran. Jadi tanpa Aprindo meng-orkestra, ya mereka bisa lakukan apa saja," imbuhnya.
Ia menganalogikan begini, pengusaha ritel modern punya toko, mereka berhak memilih barang apa saja yang dijual di toko mereka. "Kita bayar tenaga kerja dan segala macam, kemudian kita nggak mau beli barang itu, kan bisa dong, hak kita kan?" ulasnya.
Kendati demikian, Roy mengakui bahwa opsi penghentian pembelian minyak goreng juga akan memberikan dampak merugikan juga kepada peritel. Pasalnya, pada saat ritel tersebut melakukan penghentian pembelian dan berhenti men-supply produk minyak goreng di tokonya, konsumen tentunya akan mencari toko lain untuk membeli minyak goreng. Karena minyak goreng merupakan salah satu komoditas penting untuk masyarakat sehari-hari.
Ya paling masyarakat cari, nggak ada minyak goreng (di ritel) ya sudah mereka cari ke tempat lain, yang pasti akan menimbulkan kerugian juga bagi kita. Tapi ya itu lah simalakama yang kita makan. Nggak lakukan kita rugi, kita lakukan juga rugi. Jadi sebenarnya ini adalah opsi bunuh diri, kita lakukan penghentian atau pengurangan pembelian minyak goreng itu berarti kita rugi kan, tapi kalau kita nggak lakukan ya rugi juga, uang (Rp344 miliar) ini kan nggak tahu kapan dibayar," ucapnya, kesal.
Sebatas informasi, bahwa pada 19-31 Januari 2022 lalu, pelaku usaha ritel telah berkomitmen untuk membantu pemerintah dalam program satu harga minyak goreng Rp14.000 per liter. Hal itu tertuang dalam Permendag nomor 3 tahun 2022, di mana dalam Permendag tersebut juga dicantumkan bahwa pembayaran selisih harga akan dibayarkan 17 hari setelah program selesai.
Namun, pada awal bulan Februari 2022, sebelum rafaksi dibayarkan, lahir Permendag 6 untuk menggantikan Permendag 3 tersebut. Dari situ lah pembayaran rafaksi minyak goreng menjadi runyam.
Hingga kini, sudah hampir 1,5 tahun peritel masih belum mendapatkan pembayaran rafaksi tersebut. (tim redaksi)
#utangminyakgoreng
#aprindo
#pengusaharitelmodern
#kementerianperdagangan
#kemendag
#utangrafaksi
#selisihhargaminyakgoreng
#kejagung
Tidak ada komentar