Breaking News

Polemik Utang Minyak Goreng, KPPU Ungkap Nilainya Sentuh Rp1 Triliun

 

Minyak goreng.(Ilustrasi/ Net)


WELFARE.id-Masalah utang selisih harga atau rafaksi minyak goreng antara pemerintah dengan pengusaha ritel belum selesai. Kementerian Perdagangan (Kemendag) berjanji akan menyelesaikan permasalahan tersebut kepada Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) sebelum Agustus 2023. 

Wakil Menteri Perdagangan Jerry Sambuaga mengatakan, saat ini pihaknya terus berkomunikasi dengan Aprindo, produsen minyak goreng, hingga Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS). Hal itu dilakukan guna menemukan jalan keluar terhadap permasalahan rafaksi ini.

"Kemendag siap untuk berkomunikasi, dan saya yakin akan ada titik temunya sebelum Agustus. Kan ini masih ada Mei, Juni, Juli sebelum itu bisa lah selesai," ujar Jerry kepada wartawan, dikutip Kamis (11/5/2023).

Jerry kembali menegaskan, mangkraknya pembayaran utang ini bukan karena ditahan oleh Kemendag melainkan pihaknya harus mendapat Legal Opinion (LO) dari Kejaksaan Agung, mengingat Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) nomor 3 tahun 2022 tentang minyak goreng telah dihapus. Maka dari itu, ia meminta kepada Aprindo untuk mencabut opsi mogok jualan minyak goreng sembari menunggu hasil LO Kejagung.

"BPDPKS tentu akan bayar kalau pendapat hukum sudah keluar, kami juga tidak akan tinggal diam. Cuma kami perlu berhati-hati," klaimnya.

Sebelumnya, Aprindo memberikan tengat waktu selama 2-3 bulan kepada pemerintah untuk melunasi utang tersebut.  Ketua Umum Aprindo Roy Nicholas Mandey mengatakan, jika dalam kurun waktu itu pemerintah tidak kunjung membayar, maka Aprindo akan menggugat Kemendag ke Pengadilan Tata Usaha Negara dan tidak terkecuali mogok jual minyak goreng di 48.000 ritel di bawah naungan Aprindo. 

"Kami berharap dalam 2-3 bulan ini harus selesai, sampai lunas. Kami akan kerahkan segala opsi, termasuk opsi hukum," kata Roy, pada Kamis (4/5/2023) lalu. Alasan Aprindo menetapkan tengat waktu 2-3 bulan agar persoalan ini tidak terlewat karena adanya pesta demokrasi.


Pengusaha Sawit Menjerit

Efek dari ancaman mogok Aprindo itu dipastikan akan berimbas ke Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia atau Gapki. Maka itu, pihaknya meminta Aprindo untuk mencabut opsi boikot penjualan minyak goreng di ritel modern. 

Boikot tersebut dapat berimbas terhadap keberlangsungan hidup petani kelapa sawit dan juga produsen minyak goreng. Ketua Umum Gapki Eddy Martono mengatakan, Aprindo sebaiknya tidak melakukan ancaman kepada pemerintah untuk boikot penjualan minyak goreng di ritel. 

Sebab, opsi itu hanya menambah permasalahan baik di pemerintah, produsen minyak goreng, hingga petani kelapa sawit. Menurut dia, industri hulu akan terganggu jika pengusaha ritel enggan menjual minyak goreng. 

Kondisi itu akan berdampak pada petani sawit karena hasil tanamnya tidak bisa diserap optimal. "Jadi kalau hilirnya terganggu, sudah pasti kami yang sebagai hulu juga akan terganggu, kami bisa rugi karena pembelian di kebun menjadi berkurang" kata Eddy, dikutip Kamis (11/5/2023).

Ia berharap, pemerintah bersama Aprindo dan stakeholder terkait lainnya dapat duduk bersama dan menyelesaikan permasalahan utang rafaksi tersebut dengan baik. Dengan demikian, tidak ada pihak manapun yang dirugikan atas permasalahan tersebut.


KPPU Angkat Bicara

Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) di lain pihak mengungkap fakta lain. Bahwa utang pemerintah atas selisih harga jual minyak goreng kemasan (rafaksi) diperkirakan mencapai sekitar Rp1 triliun lebih. 

Jumlah tersebut merupakan hak dari para produsen minyak goreng dan peritel yang melaksanakan kebijakan harga minyak goreng satu harga pada 2022 sesuai Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 3 Tahun 2022 tentang Penyediaan Minyak Goreng Kemasan Untuk Kebutuhan Masyarakat Dalam Kerangka Pembiayaan Oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS). Direktur Ekonomi KPPU Mulyawan Ranamanggala menyayangkan, apabila pemerintah terus bersikeras mengulur waktu atau bahkan tidak membayar utangnya tersebut. 

Sebab, kata dia, peritel serta produsen minyak goreng sejatinya telah menelan kerugian yang tidak sedikit akibat kebijakan rafaksi yang hanya sebulan itu. "Itu kan kerugiannya tidak sedikit. Dari data Aprindo, kebijakan yang hanya sebulan saja itu sudah mencapai Rp344 miliar. Itu dari sisi Aprindo, belum lagi dari sisi produsen minyak goreng kemasan yang diperkirakan mencapai Rp700 miliar. Total tagihan rafaksi pada Januari 2022 mencapai Rp1,1 triliun,” ujar Mulyawan dalam konferensi pers virtual, dikutip Kamis (11/5/2023).

Ia menuturkan, kebijakan rafaksi minyak goreng tersebut pada akhirnya menimbulkan ketidakpastian bagi pelaku usaha. Menurutnya, ketidakpastian pembayaran rafaksi minyak goreng itu akan berakibat menimbulkan ketidakpercayaan pelaku usaha terhadap kebijakan pemerintah selanjutnya. 

Padahal, saat ini pelaku usaha lebih dari 90 persen menguasai industri minyak goreng. KPPU mengusulkan agar pemerintah segera mengeluarkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) yang baru atau meminta presiden untuk mengeluarkan Keputusan Presiden (Kepres) untuk memberikan landasan hukum pembayaran rafaksi minyak goreng kepada peritel.

"Kebijakan ini akan sangat berbahaya jika pemerintah tidak menepatinya. Di sisi lain trust pelaku usaha kepada pemerintah harus dijaga. Karena merekalah di lapangan mengalami sendiri, menghadapi apa yang terjadi selama pelaksanaan itu terjadi,” urainya. (tim redaksi)


#rafaksiminyakgoreng

#selisihhargaminyakgoreng

#pelakuusaha

#pengusaharitel

#aprindo

#aprindoancammogokjualan

#kemendag

#industriminyakgoreng

Tidak ada komentar