Hong Kong Tambah Deretan Negara di Asia yang Terancam Krisis Manusia, Malas Punya Anak hingga Tingkat Kesuburan Kian Rendah
Warga Hong Kong di pusat bisnis. (Ilustrasi/ Shutterstock)
WELFARE.id-Tak hanya Jepang dan Korea Selatan, kini Hong Kong juga terancam krisis populasi manusia. Hal itu diprediksi terjadi, lantaran jumlah kelahiran anak kian menurun drastis dalam beberapa dekade.
Melansir BBC, Selasa (23/5/2023), negara yang pernah dijajah Inggris itu memiliki tingkat kesuburan terendah di dunia, menurut laporan United Nation Population Fund yang dirilis pada 19 April 2023. Dampak dari turunnya tren demografi yang sudah berlangsung selama bertahun-tahun ini telah muncul di masyarakat.
Dalam beberapa minggu terakhir, Menteri Pendidikan Hong Kong Christine Choi, mengatakan lima sekolah dasar tidak menerima dana subsidi karena terlalu sedikit murid yang mendaftar. Sekolah-sekolah tersebut mungkin akan "ditutup", seperti yang dilaporkan oleh beberapa media lokal.
"Jika Anda mengatakan (menarik subsidi untuk) kelas yang kekurangan satu murid sama saja dengan tidak memiliki belas kasihan, maka hal yang sama juga bisa dikatakan untuk menariknya dari kelas yang berisi 14 murid. Berapa jumlah murid yang masuk akal, dalam hal ini?" tutur Choi bertanya kepada seorang reporter pada konferensi pers tentang pembatalan kelas Primary One.
Ia tidak menampik bahwa ini merupakan fakta dari turunnya populasi manusia di negara tersebut. Akibatnya, kuantitas anak yang masuk sekolah juga menurun.
"Ini adalah fakta yang tak terbantahkan bahwa populasi usia sekolah menurun," kata Biro Pendidikan dalam sebuah dokumen yang diserahkan kepada Dewan Legislatif pada Maret. Pada 2029, populasi usia sekolah yang berusia 12 tahun diperkirakan akan turun 16 persen dari 71.600 tahun ini menjadi 60.100.
Sebuah survei pada 2023 oleh Asosiasi Pengembangan Wanita Hong Kong (HKWDA) menunjukkan, lebih dari 70 persen responden berusia 18 tahun ke atas mengatakan tidak memiliki rencana untuk melahirkan. Selain itu, survei yang dilakukan Asosiasi Keluarga Berencana Hong Kong menyebut lebih dari 8.000 murid sekolah menengah pada 2022.
Hasilnya, jumlah anak laki-laki dan perempuan yang ingin memiliki anak di masa depan telah anjlok dari 84 persen dan 80 persen. Hal ini menyiratkan perubahan yang lebih drastis dalam sikap perempuan muda terhadap reproduksi.
"Sungguh aneh bahwa siswa sekolah menengah telah kehilangan kepercayaan terhadap pernikahan dan melahirkan pada tahap yang begitu dini," kata Ketua Komite Penelitian Paul Yip. Melansir VoA, Selasa (23/5/2023), Yip mengatakan aksi protes tahun 2019 terhadap RUU ekstradisi, COVID-19, dan eksodus dari Hong Kong diduga telah berdampak pada generasi muda.
Ia menyimpulkan pemerintah dan individu berkontribusi terhadap fenomena ini. "(Kita) perlu membangun masyarakat yang membuat generasi muda merasa memiliki harapan, sehingga mereka akan tetap tinggal dan memiliki anak," tuturnya.
Ikuti Jejak Jepang
Tiongkok juga mengalami penurunan populasi drastis pertamanya dalam enam dekade di tahun ini. Banyak negara, terutama di Eropa dan Asia, diperkirakan akan mengalami penurunan bahkan krisis populasi dalam beberapa dekade mendatang, jika perkiraan tahun 2100 yang diterbitkan oleh PBB pada Juli 2022 terbukti benar.
Selain Ukraina yang populasinya anjlok karena invasi Rusia, jumlah penduduk di Italia, Portugal, Polandia, Rumania, dan Yunani juga semakin berkurang. Ada banyak alasan di balik penurunan ini.
Beberapa alasan terdengar unik untuk setiap negara, tetapi semuanya memiliki tingkat kesuburan yang rendah. Dengan kata lain, rata-rata wanita memiliki lebih sedikit bayi dibandingkan beberapa dekade sebelumnya.
Di Asia, Jepang bahkan disebut negeri yang menua karena tingkat kesuburan yang rendah yaitu 1,3 anak per wanita dan tingkat imigrasi yang rendah. Jepang kehilangan lebih dari 3 juta orang antara tahun 2011 hingga 2021.
Menurut World Bank, di negara-negara Eropa selatan dan timur, tingkat kesuburannya antara 1,2-1,6 anak per wanita. Diperlukan skor tingkat kesuburan lebih dari 2 untuk menjaga stabilitas populasi.
Dikutip dari Euro News, fenomena ini belum lagi ditambah dengan eksodus migrasi besar-besaran di Polandia, Rumania, dan Yunani, sehingga lebih banyak orang pergi dan tinggal di luar negeri daripada tinggal di negara mereka. Sehingga, dapat dipastikan, populasi Eropa secara keseluruhan akan mulai menurun pada awal dekade ini.
Hal yang sama berlaku untuk Timur Tengah. Di Suriah, populasinya telah hancur akibat perang yang berkepanjangan selama lebih dari satu dekade, dan jutaan pengungsi melarikan diri ke negara-negara tetangga dan sekitarnya. Sekitar 606 ribu pria, wanita dan anak-anak tewas dalam pertempuran tersebut berdasarkan perkiraan Syrian Observatory for Human Rights (SOHR). (tim redaksi)
#krisispopulasi
#duniakrisismanusia
#hongkongkrisismanusia
#jumlahkehamilanrendah
#tingkatkesuburanrendah
#anakmudamemilihtidakmenikah
Tidak ada komentar