Hanya dalam 2 Tahun, PLN Pangkas Utang Rp62,5 T dari Rp500 T
WELFARE.id-Tiga tahun lalu, PT PLN (Persero) pernah punya utang Rp500 triliun. Utang jumbo itu sukses bikin pening Menteri BUMN Erick Thohir.
Kala itu, ia meminta PLN menekan capital expenditure (capex) atau belanja modal sebagai langkah prioritas guna menyehatkan kondisi PLN. Senior Executive Vice President Corporate Secretary PLN Alois Wisnuhardana pun membenarkan situasi itu.
"Dengan utang demikian, lalu di masa krisis pandemi, saat itu semua mengatakan PLN akan kolaps, utangnya akan makin menggunung," ujar Alois di Senayan, Jakarta, belum lama ini, dikutip Senin (8/5/2023). Kondisi itu kian diperparah dengan adanya penurunan permintaan listrik dari sektor industri.
Menurutnya, penurunan permintaan listrik tidak berpengaruh terhadap kewajiban PLN dalam melakukan pembayaran terhadap mitranya. "Setiap penurunan permintaan Rp1, listrik mau digunakan atau tidak, kita harus bayar sekitar Rp3 triliun. Sampai kemudian kita pernah mengalami kondisi over supply hingga 10 GW artinya sekitar Rp30 triliun," bebernya.
Namun, lanjutnya, berkat transformasi, perubahan organisasi, dan cara kerja, kini ia menyebut PLN berhasil membayarkan utang sebesar Rp62,5 triliun dalam dua tahun terakhir. Bahkan, pihaknya berhasil melakukan renegosisasi dengan pemasok listrik swasta hingga Rp37 triliun.
Nilai efisiensi yang berhasil dicapai sentuh angka Rp7 triliun. Kesuksesan PLN membayar utang sepanjang periode 2020 hingga saat ini sebesar Rp62,5 triliun itu berdampak pada penurunan saldo utang perseroan hingga Rp41 triliun dibandingkan posisi 2020 lalu.
"Kami bayar utang dari 2020 sampai 2023 ini sebesar Rp62,5 triliun, ini menurunkan saldo utang hingga Rp41 triliun dibanding 2020, tentu saja dalam hal ini kami berhasil meningkatkan revenue," kata Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo, terpisah, sebelumnya.
Perusahaan juga berhasil memangkas belanja modal atau capital expenditure (capex) melalui penundaan ekspansi aset yang belum dibutuhkan. Adapun capex yang sebelumnya dianggarkan sebesar Rp70 triliun, turun hanya menjadi Rp57 triliun.
"Ini dampaknya terlihat sekali debt service coverage ratio kita yaitu operating cash flow dibanding pembayaran pokok dan bunga itu bisa naik dari 1,41 menjadi 1,97. Dalam hal ini kami juga melakukan sentralisasi pelaksanaan secara end to end begitu ada demand dinamikanya nambah atau berkurang kami langsung melakukan adjustment," jelasnya.
Di samping itu, perusahaan juga melakukan proaktif debt manajemen. Salah satunya yakni dengan melihat utang-utang perusahaan yang sudah jatuh tempo untuk dilakukan percepatan pembayaran. Dengan catatan, bunga utang dapat dikurangi.
"Kami juga melakukan program cash war room yaitu kami melakukan punya feasibility, baik itu revenue maupun spending, baik jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang. Sehingga kami bisa secara akurat merancang baik itu penambahan pendapatan kita juga pengelolaan pengeluaran kita atau cash flow kita menjadi jauh lebih kencang dengan adanya pengendalian likuiditas," tuntasnya. (tim redaksi)
#PLN
#strategibayarutang
#manajemenkeuangan
#pengelolaanpengeluaran
#pengendalianlikuiditas
#pangkasbelanjamodal
#utangjumboPLN
Tidak ada komentar