Breaking News

Bappenas Wanti-Wanti Efek Buruk Pensiun Dini PLTU, Bisa Kerek Kemiskinan di Daerah Penghasil Batu Bara

 

Batu bara. (Ilustrasi/ Net)


WELFARE.id-Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) mengingatkan para pihak yang bekerja dalam bidang energi untuk mencermati dampak pensiun dini pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara terhadap ekonomi daerah. Deputi Kemaritiman dan Sumber Daya Alam Bappenas Vivi Yulaswati mengatakan, Indonesia merupakan salah satu negara dengan sumber daya alam batu bara dan pemerintah memperoleh pendapatan yang besar dari komoditas tersebut.

"Saat kita bicara mengenai pensiun dini PLTU tentunya kita harus memikirkan juga bagaimana pendapatan dari provinsi-provinsi dan kabupaten yang kaya sumber daya tambang terutama batu bara," ujarnya dalam diskusi terkait ambisi iklim Indonesia yang diselenggarakan oleh Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI) di Jakarta, dikutip Sabtu (20/5/2023).

Dia menambahkan, bahwa kebijakan pensiun dini PLTU harus mempertimbangkan aspek ekonomi, lantaran mengurangi pendapatan dari pemerintah daerah. Sehingga berpotensi meningkatkan angka kemiskinan di daerah-daerah penghasil batu-bara.

Bila kebijakan itu tidak dilakukan dengan hati-hati, dirinya khawatir, bisa mengurangi kualitas layanan dasar hingga sarana publik. Menurutnya, Indonesia bisa memanfaatkan skema Just Energy Transition Partnership (JETP) atau Kemitraan Transisi Energi Adil untuk mempersiapkan transisi pekerjaan dari yang berbasis batu bara beralih ke energi bersih.

Skema pendanaan JETP terdiri atas USD10 miliar yang berasal dari pendanaan publik berupa pinjaman lunak dan hibah. Kemudian, USD10 miliar lainnya berasal dari pendanaan swasta yang dikoordinatori oleh Glasgow Financial Alliance for Net Zero (GFANZ), yang terdiri atas Bank of America, Citi, Deutsche Bank, HSBC, Macquarie, MUFG, and Standard Chartered.

JETP akan dimanfaatkan untuk mendorong pemensiunan dini PLTU batu bara di Indonesia, serta investasi di teknologi dan industri energi terbarukan. Skema pendanaan tersebut sebagai sinyal positif untuk mendorong percepatan transisi energi.


Emiten Batu Bara Lirik Nikel

Sementara itu, melihat masa depan batu bara yang belum menentu, perkembangan industri nikel di Indonesia terbilang masih di tahap awal. Dukungan pemerintah untuk nikel pun terus digencarkan mulai dari pelarangan ekspor sejak 1 Januari 2020 lalu hingga prospek hilirisasi yang terus berlanjut.

Pemain nikel juga mulai bertambah dari beberapa emiten batu bara yang mulai banting setir sebagai langkah diversifikasi bisnis seperti PT Harum Energy Tbk (HRUM) yang membeli saham minoritas di Nickel Mines Ltd, perusahaan tambang Australia pada Juni 2020 lalu. Selain itu, ada PT Indika Energy Tbk (INDY) yang tak mau kalah pada April 2021 lalu berekspansi membangun PT Solusi Mobilitas Indonesia (SMI) untuk membangun industri kendaraan listrik dengan merek Alva One.

Lainnya, ada PT TBS Energi Utama Tbk (TOBA) ikut diversifikasi bisnis ke sektor kendaraan listrik dengan membangun perusahaan patungan dengan Gojek bernama PT Energi Kreasi Bersama. Anak usaha PT Adaro Energy Indonesia Tbk (ADRO) juga diketahui masuk ke industri nikel, yakni PT Adaro Minerals Indonesia Tbk (ADMR) yang mengembangkan smelter aluminium, yang merupakan salah satu logam penting untuk transisi ke energi terbarukan dan kendaraan listrik (EV).

Terbaru, ada PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG) mengungkapkan akan ada diversifikasi ke nikel dan saat ini diketahui sedang mencari tambang nikel yang potensial untuk diakuisisi. "Kami berencana diversifikasi bisnis nikel, dan saat ini sedang mencari tambang untuk diakuisisi" ungkap  Direktur Komunikasi Korporat dan Hubungan Investor ITMG Yulius Gozali, dikutip Sabtu (20/5/2023).

Tidak menutup kemungkinan, ke depan akan ada pemain batu bara maupun di sektor lainnya yang potensi masuk ke nikel karena industrinya yang dinilai potensial sebagai diversifikasi bisnis. Mengingat nikel merupakan komoditas yang digunakan sebagai bahan baku baterai yang bisa mendukung ekosistem kendaraan listrik. 

Nikel juga bersifat magnetis pada suhu ruangan dan bisa didaur ulang, sehingga lebih ramah lingkungan. Alasan lain, nikel menjadi pilihan karena dari segi geografis Indonesia merupakan produsen bijih nikel terbesar dunia. (tim redaksi)


#batubara

#prospekbatubara

#PLTU

#produsenbijihnikel

#diversifikasibatubarakenikel

#prospeknikel

#bappenas

Tidak ada komentar