Ratusan Orang Tewas, Para Jenderal Sudan Akhirnya Sepakat Gencatan Senjata Sementara
WELFARE.id– Sedikitnya 185 orang tewas dan lebih dari 1.800 terluka sejak pertempuran di Sudan antara pihak militer melawan kelompok milisi pecah, yang kini memasuki hari keempat. Suara gemuruh ledakan dan rentetan tembakan gencar terdengar di ibu kota Khartoum dan kota-kota lain di Sudan.
Tentara pemerintah terlibat pertempuran dengan pasukan milisi di jalan-jalan untuk menguasai wilayah negara itu.
Jumlah korban tewas dan terluka dikonfirmasi utusan PBB Volker Perthes kepada wartawan. Menurutnya, militer Sudan dan kelompok milisi bertempur menggunakan tank, artileri, dan senjata berat lainnya di daerah padat penduduk. "Jet tempur menukik di atas kepala dan tembakan anti-pesawat menerangi langit saat kegelapan turun," katanya dikutip Rabu (19/4/2023).
Jumlah korban diperkirakan bisa jauh lebih tinggi karena ada banyak mayat di jalan-jalan di sekitar pusat Khartoum yang tidak dapat dijangkau oleh siapa pun karena bentrokan tersebut.
Belum ada keterangan resmi berapa banyak warga sipil atau kombatan yang tewas. Sindikat dokter sebelumnya menyebutkan jumlah kematian warga sipil mencapai 97.
Pecahnya kekerasan yang tiba-tiba selama akhir pekan antara dua jenderal tertinggi negara itu, yang masing-masing didukung oleh puluhan ribu pejuang bersenjata berat, menjebak jutaan orang di rumah mereka atau di mana pun mereka berada.
Warga Sudan mencoba melarikan diri mencari tempat berlindung dengan persediaan menipis dan beberapa rumah sakit terpaksa ditutup.
Para diplomat top di empat benua mencoba menengahi gencatan senjata, dan Dewan Keamanan PBB bersiap untuk membahas krisis tersebut. Menteri Luar Negeri Jepang Yoshimasa Hayashi mengatakan negara-negara G-7, di mana para menteri luar negerinya sedang bertemu di Karuizawa, sepakat bahwa kekerasan di Sudan harus segera dihentikan.
Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken menyatakan "keprihatinan mendalam" tentang kematian dan cedera warga sipil Sudan dalam panggilan terpisah dengan kepala angkatan bersenjata Sudan dan Pasukan Dukungan Cepat paramiliter saingannya, kata seorang pejabat Departemen Luar Negeri pada hari Selasa.
Blinken menekankan tanggung jawab kedua jenderal, Abdel Fattah Al-Burhan dan Mohamed Hamdan Dagalo untuk memastikan keselamatan non-kombatan, termasuk personel diplomatik dan pekerja kemanusiaan, kata pejabat itu. “Tembakan dan penembakan ada di mana-mana,” kata Awadeya Mahmoud Koko, kepala serikat pekerja ribuan penjual teh dan pekerja makanan lainnya, dari rumahnya di distrik selatan Khartoum.
Dia mengatakan sebuah peluru menancap di rumah tetangga pada hari Minggu, menewaskan sedikitnya tiga orang. “Kami tidak bisa membawa mereka ke rumah sakit atau mengubur mereka," tukasnya.
Di pusat Khartoum, tembakan terus-menerus meletus dan asap putih mengepul di dekat markas besar militer, sebuah front pertempuran besar.
Di dekatnya, setidaknya 88 mahasiswa dan staf telah terjebak di perpustakaan perguruan tinggi teknik di Universitas Khartoum sejak awal pertempuran, kata salah seorang mahasiswa dalam sebuah video yang diposting online Senin.
Seorang siswa tewas dalam bentrokan di luar dan seorang lainnya terluka, katanya. Mereka tidak punya makanan atau air, katanya sambil menunjukkan ruangan yang penuh dengan orang yang tidur di lantai.
Pertempuran itu terjadi hanya beberapa hari sebelum warga Sudan merayakan Idulfitri, hari libur yang menandai akhir Ramadan, bulan puasa umat Islam.
Akibat tekanan dari luar negeri, gencatan senjata akhirnya disepakati. Gencatan senjata ini sedianya dimulai pada Selasa (18/4/2023) pukul 18.00 waktu setempat.
Hal tersebut disampaikan Jenderal Kabashi beberapa jam usai Angkatan Bersenjata Sudan membantah rencana gencatan senjata. Di lain sisi, ia juga menyebut dua negara tetangga berupaya mengirimkan bantuan ke RSF, tetapi ia enggan menyebut nama dua negara itu.
Pertempuran di Sudan meletus sejak Sabtu (16/4/2023) antara militer dan paramiliter RSF yang memiliki total personel sekitar 100 ribu. Militer Sudan dipimpin oleh Jenderal Abdul Fattah Al-Burhan, sedangkan paramiliter dipimpin Jenderal Muhammad Hamdan Dagalo. Keduanya secara de facto merupakan kepala negara dan wakil kepala negara Sudan. (tim redaksi)
#sudan
#perangsaudara
#perangsudan
#sudanwar
#sudanese
Tidak ada komentar