Breaking News

Mudahkan Pengungkapan Kasus Kejahatan Lintas Batas, RI-Rusia Tandatangani Perjanjian Ekstradisi

Menkumham Yassona H Laoly. Foto: Istimewa/ Antara

WELFARE.id-Setelah melakukan kerja sama bantuan hukum timbal balik (mutual legal assistance) yang telah disepakati antara Indonesia dan Rusia pada 2019, perjanjian ekstradisi di antara kedua negara akhirnya terealisasi tahun ini. Bertempat di Nusa Dua, Bali, perjanjian kerja sama ekstradisi Indonesia-Rusia resmi ditandatangani, Jumat (31/3/2023).

Dengan penandatanganan tersebut, kedua negara memiliki dasar hukum untuk mengajukan ekstradisi terhadap pelaku kejahatan dari masing-masing negara. Menteri Kehakiman Rusia Konstantin Anatolievich Chuychenko datang langsung ke Bali, untuk menghadiri upacara penandatanganan perjanjian kerja sama ekstradisi bersama Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) RI Yasonna H Laoly.

Yasonna mengatakan, perjanjian ekstradisi itu penting bagi Indonesia dan Rusia untuk memudahkan aparat penegak hukum kedua negara untuk menindak kejahatan, terutama yang sifatnya lintas batas (transnational crimes). "Banyak transnational crimes berupa cyber crime (kejahatan siber), pencucian uang atau money laundering, narkotika, korupsi, dan lain-lain, yang dengan perjanjian ekstradisi ini memudahkan kami bekerja sama," ucapnya, dikutip Sabtu (1/4/2023).

Ia juga menjelaskan, bahwa kedua belah pihak, sudah menandatangani perjanjian mutual legal assistance pada 2019 di Moskow. "Kerja sama bantuan hukum itu untuk bidang kriminal. Rencananya waktu itu, perjanjian ini akan diteken saat Presiden Putin ke Indonesia, tetapi karena COVID-19, itu tidak terjadi. Kami menunggu dan sekarang waktunya," jelasnya.

Meskipun baru diteken saat ini, Yasonna menjelaskan bahwa perjanjian itu baru berlaku ketika Indonesia meratifikasi kesepakatan tersebut dalam undang-undang. Ia memastikan, pemerintah segera memproses itu, sehingga Indonesia memiliki dasar hukum untuk mengajukan permohonan ekstradisi atau pun menerima permohonan ekstradisi dari Rusia.

Sementara itu, ditemui secara terpisah, Chuychenko meyakini perjanjian ekstradisi tersebut menjadi langkah yang baik bagi kedua negara dalam memperkuat kerja sama di bidang penegakan hukum. "Kerja sama kami ini akan lebih sistematis dan produktif ke depannya," ucapnya optimistis.

Menurutnya, sejak awal Rusia berkomitmen memperkuat kemitraan dengan Indonesia. Setelah menandatangani perjanjian ekstradisi tersebut, Rusia dan Indonesia berencana meneken nota kesepahaman (MoU) untuk kerja sama bidang keamanan siber dan bantuan hukum untuk kasus-kasus perdata.

Perjanjian ekstradisi Indonesia dan Rusia itu merupakan perjanjian ekstradisi pertama yang dimiliki Indonesia bersama negara Eropa. Usulan untuk membentuk kerja sama ekstradisi telah dibahas sejak 2016, tetapi perundingannya berlangsung pada 2018.

Dalam meja runding itu, Pemerintah Indonesia diwakili oleh Direktorat Jenderal (Ditjen) Administrasi Hukum Umum (AHU) Kemenkumham; Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenkopolhukam); Kementerian Luar Negeri (Kemlu); Polri; Kejaksaan RI; Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK); Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK); Badan Narkotika Nasional (BNN); dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT). Sejak 2017, Indonesia telah memenuhi empat permintaan ekstradisi dari Rusia, yang satu di antaranya saat ini masih diproses Kemenkumham RI. (tim redaksi)


#kemenkumhamRI

#menkumhamyasonnalaoly

#perjanjianekstradisi

#indonesiarusia

#transnationalcrimes

#permintaanekstradisi

Tidak ada komentar