Breaking News

Aprindo Tagih Utang Rp344 Miliar ke Pemerintah, Buntut Program Satu Harga Minyak Goreng

 



WELFARE.id-Kisruh terjadi antara pemerintah dan Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo). Pasalnya, pemerintah dinilai abai terhadap utang Rp344 miliar kepada peritel.


Utang tersebut, diketahui berasal dari selisih harga minyak goreng alias rafaksi dalam program satu harga pada 2022 silam yang belum dibayar hingga saat ini. Aprindo mengancam akan stop menjual minyak goreng di seluruh ritel anggotanya, jika pemerintah tidak segera membayar utang tersebut.


Ketua Umum Aprindo Roy Nicholas Mendey mengatakan, pemerintah seharusnya membayar utang selisih harga tersebut 17 hari setelah program berlangsung. Tapi nyatanya, setahun berlalu dan utang itu belum juga dibayarkan.


"Kami bukan mau mengancam, tapi ini cara kami agar didengar. Soal kapannya (stop jual), kami masih koordinasi dulu dengan anggota asosiasi. Bila sama sekali tak ada perhatian dari pemerintah kami akan lakukan itu," ujar Roy, dikutip Selasa (18/4/2023).


Ia menjelaskan, program minyak satu harga yang diluncurkan pemerintah pada awal 2022 tersebut bukan kemauan Aprindo. Hanya saja, keharusan tersebut sesuai dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 3 tahun 2022.


Aturan itu mengharuskan pengusaha menjual minyak goreng kemasan premium seharga Rp14 ribu per liter. Hal tersebut imbas harga minyak goreng yang liar di pasar pada awal tahun lalu.


"Jadi rafaksi bukan kemauan ritel, karena ada regulasi Permendag itu. Itu ketentuan yang berlaku di Permendag 3 perihal minyak goreng satu harga. Semua dijual Rp14 ribu dari 19 Januari sampai 31 Januari," bebernya.


Dalam aturan itu, sambungnya, pemerintah diharuskan membayar selisih harga. Namun, utang belum dibayarkan, hingga Permendag 3 digantikan dengan Permendag Nomor 6 tahun 2022.


Beleid baru itu membatalkan aturan lama soal pembayaran selisih harga yang harusnya ditanggung pemerintah. Sehingga, sampai saat ini pengusaha belum menerima pembayaran utang tersebut.


"Permendag 6 muncul jadinya Permendag 3 jadi tak berlaku lagi. Tapi bukan berarti rafaksi nggak dibayar. Kita sudah setorkan semua data pada 31 Januari sudah kita penuhi semuanya, tapi belum juga dibayar," ujarnya kesal.


Sementara itu, Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan Isy Karim mengatakan, dirinya akan segera menghubungi Aprindo. Isy menegaskan pemerintah sebenarnya bukan tidak mau bayar utang, tetapi perlu hati-hati.


Isy mengatakan saat ini Kemendag sedang meminta pendapat dari Kejaksaan Agung mengenai keputusan apakah utang tersebut boleh dibayar atau tidak. Permintaan pendapat hukum dilakukan agar nantinya pembayaran tidak melanggar aturan.


"Ini sekarang masih proses, jadi kita tinggal menunggu hasil dari pendapat hukum Kejaksaan Agung. Bukan masalah duitnya, tapi karena prinsip kehati-hatian saja," klaimnya.


Pembayaran tersebut seharusnya dilakukan oleh Kementerian Perdagangan (Kemendag) melalui Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS). Sebatas informasi, pengadaan itu dilakukan berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 3 Tahun 2022 tentang Penyediaan Minyak Goreng Kemasan untuk Kebutuhan Masyarakat dalam Kerangka Pembiayaan oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit.


Di mana Permendag nomor 3 tahun 2022 Pasal 7 menyatakan, pelaku usaha akan mendapatkan dana dari Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS). Dana itu dihitung dari selisih harga eceran tertinggi (HET) dan harga keekonomian yang ditawarkan pasar. Dalam Permendag tersebut, HET ditetapkan Rp14.000 per liter.


Namun, regulasi itu belakangan dicabut dan diganti dengan Permendag Nomor 6 Tahun 2022 tentang Penetapan Harga Eceran Tertinggi Minyak Goreng Sawit. "Karena kehati-hatian saja, karena Permendagnya waktu itu sudah dicabut. Jadi ada beberapa pendapat yang berbeda. Ada yang berpendapat bahwa ini kan Permendagnya sudah dicabut berarti seharusnya tidak lagi dibayarkan, ada silang pendapat itu sehingga diputuskanlah nanti minta pendapat hukum dari Kejagung (Kejaksaan Agung)," ujarnya.


"Kan ini sekarang masih proses, jadi kita tinggal menunggu nanti hasil dari pendapat hukum dari kejaksaan agung. Begitu sudah keluar pendapat hukumnya, apakah nanti dibayar atau tidak nanti keputusan setelah ada pendapat hukum dari kejaksaan agung," imbuhnya.


Seperti diketahui, pada pertengahan tahun 2022 lalu, Kejaksaan Agung menetapkan 5 tersangka atas perkara dugaan korupsi izin ekspor minyak sawit dan turunannya. Salah satu tersangka adalah Pejabat Eseleon I Kemendag, dan 4 lainnya dari pihak perusahaan minyak sawit.


Kasus berawal dari lonjakan harga minyak goreng di dalam negeri sejak akhir tahun 2021, hingga berujung pada kelangkaan. Dalam kondisi tersebut, pemerintah mengambil berbagai kebijakan, termasuk meluncurkan minyak goreng rakyat bersubsidi menggunakan dana yang dikelola BPDP KS. (tim redaksi)


#peritel

#aprindo

#asosiasipengusaharitelindonesia

#HET

#kisruhutang

#kejaksaanagung

#aprindoancamstoppenjualanminyakgoreng

Tidak ada komentar