Breaking News

Polemik Transaksi Janggal Rp349 T, Mahfud MD Tantang Arteria, Benny Harman dan Arsul Sani Debat

Menkopolhukam Mahfud MD. Foto: net

WELFARE.id-Polemik transaksi janggal Rp349 triliun yang terjadi di Kementerian Keuangan (Kemenkeu) yang diungkap Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) ternyata belum selesai. 

Pasalnya, Menkoordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD menegaskan siap hadir dalam rapat bersama DPR RI yang akan digelar pekan ini. Tak hanya itu Mahfud juga meminta anggota dewan yang selama ini kritis untuk datang. 

"Bismillah. Mudah-mudahan Komisi III tdk maju mundur lagi mengundang sy, Menko Polhukam/Ketua KNK-pp-TPPU. Sy sdh siap hadir. Sy tantang Sdr. Benny K. Harman jg hadir dan tdk beralasan ada tugas lain. Bgt jg Sdr Arteria dan Sdr. Arsul Sani. Jgn cari alasan absen," ujar Mahfud MD lewat kicaunnya di Twtter pada Minggu (26/3/2022).

Seperti diketahui Mahfud MD merupakan menteri pertama yang mengungkap transaksi janggal Rp300 triliun lalu diubah jadi Rp349 triliun di Kemenkeu. 

Awalnya Mahfud menyebut dugaan transaksi mencurigakan itu sebagian ada di Ditjen Pajak dan Bea Cukai. Namun belakangan informasi itu dipertanyakan, termasuk Menteri Keuangan Sri Mulyani yang tak tahu soal data tersebut.  

Sebelumnya, PPATK saat konferensi pers dengan Kemenkeu, Selasa (14/3/2023) mengatakan kalau uang itu bukan merupakan tindak korupsi atau pencucian uang (TTPU) melainkan telaah kasus yang disampaik ke Kemenkeu sebagai Penyidik Tindak Pidana Asal dari kasus kasus-kasus kepabeanan, cukai, dan perpajakan.

"Lebih pada kasus-kasus yang kami sampaikan ke Kemenkeu dalam posisi Kemenkeu sebagai Penyidik Tindak Pidana Asal dari kasus-kasus kepabeanan, cukai, dan perpajakan. Di situlah kami serahkan hasil analisis dan pemeriksaan kepada Kemenkeu untuk ditindaklanjuti," kata Kepala PPATK Ivan Yustiavandana di kantor Kemenkeu, Selasa (14/3/2023).  

Namun Mahfud bertanya-tanya jika uang itu bukan korups dan pencucian uang, lalu duit apa? Saat Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi III, PPATK tak menampik ada kasus dugaan pencucian uang. 

Hanya saja tidak bisa diartikan bahwa itu dilakukan oleh Kemenkeu.  "Jadi sama sekali tidak bisa diterjemahkan kejadian tindak pidananya itu ke Kemenkeu, ini jauh berbeda. Jadi kalimat di Kementerian Keuangan itu juga kalimat yang salah, itu yang menjadi tugas pokok dan fungsi Kementerian Keuangan," ujar Ivan, Selasa (21/3/2023).

Menurutnya lagi, temuan data itu terkait kasus impor-ekspor, perpajakan. "Di dalam satu kasus saja kalau kita bicara ekspor-impor itu bisa lebih dari Rp 100 triliun, lebih dari Rp 40 triliun," katanya.

Dalam rapat tersebut, sejumlah anggota dewan bernada lantang bertanya kepada PPATK. Anggota Komisi III DPR Arteria Dahlan menyinggung tentang ancaman pidana penjara paling lama 4 tahun bagi pelanggar Pasal 11 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010, tepatnya mengenai kewajiban merahasiakan dokumen terkait tindak pidana pencucian uang (TPPU).

"Setiap orang, itu termasuk juga menteri, termasuk juga menko (menteri koordinator), ya, yang memperoleh dokumen atau keterangan, dalam rangka pelaksanaan tugasnya, menurut UU ini wajib merahasiakan dokumen atau keterangan tersebut," ucap Arteria Dahlan dalam Rapat Kerja (Raker) antara PPATK dengan Komisi III DPR di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa lalu.

Sanksinya, tutur Arteria melanjutkan setiap orang yang melakukan pelanggaran terhadap pasal tersebut dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama empat tahun. "Ini serius. Nanti teman-teman, kita (anggota Komisi III DPR) akan ada sesi berikutnya untuk klarifikasi," ucap Arteria. (tim redaksi)


#DPRRI
#komisiIII
#PPATK
#kemenkeu
#TPPU
#menkopolhukam
#mahfudmd

Tidak ada komentar