Di NTT Masuk Sekolah Jam 5 Pagi, Ini Kata Organisasi Guru
WELFARE.id-Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) mengritik kebijakan Pemerintah Nusa Tenggara Timur (NTT) tentang waktu pembelajaran bagi siswa SMA/SMK di Kota Kupang mulai pukul 05.00 WITA.
Sekjen FSGI Heru Purnomo mengatakan, siswa masuk sekolah pada pukul 05.00 WITA sangat membahayakan tumbuh kembang anak. Untuk itu, ia berharap kebijakan tersebut sebaiknya dibatalkan saja.
Apalagi pertimbangannya sangat tidak berperspektif anak, seperti sekolah reguler disamakan dengan sekolah berasrama, dan anak-anak disamakan dengan penjual di pasar yang sudah jualan pukul 03.00 pagi,” jelasnya dikutip Kamis (2/3/2023).
Sementara itu, Ketua Dewan Pakar FSGI, Retno Listyarti menambahkan, FSGI juga mengumpulkan pendapat sejumlah guru dan orang tua terkait kebijakan masuk sekolah jam 5 wita di NTT. Orang tua yang tidak setuju dengan kebijakan tersebut karena mempertimbangkan berbagai faktor mulai dari faktor keamanan anak saat menuju sekolah, transportasi yang sulit pada pagi hari, dan kesiapan orang tua di rumah seperti menyediakan sarapan, dan berbagai pertimbangan kesehatan anak. “Menurut informasi yang didapat oleh FSGI, ternyata Kebijakan ini belum dibicarakan dan sosialisasi ke para pendidik sebelumnya, hanya kepala sekolah. Tentu saja kepala sekolah tidak akan berani membantah kebijakan pemprov,” tandasnya.
Retno menuturkan ide kebijakan tersebut muncul saat Gubernur NTT Viktor Laiskodat melakukan kunjungan ke Kantor Dinas Pendidikan Provinsi NTT, pada Kamis, (23/2/2023) dan langsung ditindaklanjuti Kepala Dinas Pendidikan Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan NTT Linus Lusi tanpa sosialisasi dan mendengarkan aspirasi dari guru-guru maupun peserta didik serta orangtua. “Sebenarnya banyak pendidik menolak kebijakan in. Artinya, kebijakan ini dibuat tanpa kajian,” ucap Retno.
Ia menambahkan jika merujuk pada berbagai kajian tentang dampak buruk bagi anak-anak yang kurang istirahat tidur, maka kebijakan masuk sekolah pukul 05.00 WITA berdampak buruk pada tumbuh kembang anak, termasuk pada kesehatan dan kemampuan belajarnya.
Retno menuturkan usia anak menurut Undang-Undang Perlindungan Anak adalah 0-18 tahun. Apalagi untuk anak-anak berkebutuhan khusus, karena anak-anak SLB juga masuk pukul 05.00 WITA. “Apabila sang anak tidak cukup waktu tidurnya, ada dua fase yang sangat mungkin bisa terganggu. Dalam jangka panjang, kesehatan tubuh dan juga pertumbuhan otaknya dapat terpengaruh. Badan jadi mudah lelah, namun prestasi belajar anak juga akan jadi taruhannya,” katanya.
Dia menuturkan, merujuk pada Journal Academic Pediatrics menunjukkan bahwa gangguan belajar, mengingat dan analisa pada anak usia sekolah dasar dapat disebabkan oleh kurangnya jam tidur saat anak masih berusia balita. “Jadi, jangan pernah menyepelekan kecukupan tidur anak,” katanya.
Dikatakan Retno, anak-anak yang kurang jam tidurnya cenderung memiliki suasana hati yang tidak stabil, mudah marah, sulit konsentrasi ketika melakukan sesuatu dan mengalami penurunan kemampuan belajar ketika di sekolah. “Tidak hanya untuk saat ini, kemampuan belajarnya bertahun-tahun ke depan juga bisa ikut terpengaruh,” tandasnya.
Hak senada diungkap Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G). Koordinator Nasional P2G Satriwan Salim menilai kebijakan tersebut tampak tidak melalui kajian akademis terlebih dulu. Menurutnya wacana itu jelas melanggar asas transparansi dan partisipasi publik. Selain itu, kebijakan tersebut malah akan ditertawakan negara lain. "Masuk sekolah pukul 5 pagi sepertinya akan menjadi kebijakan masuk sekolah terpagi di dunia. Kebijakan yang akan ditertawakan oleh komunitas pendidikan internasional nantinya," imbuhnya.
Kemendikbudristek menurutnya juga melaporkan banyak kelas-kelas di sekolah dalam kondisi rusak 47.832 kelas. Kemudian 66 persen SD belum dan berakreditasi C, 61 persen SMP belum dan berakreditasi C, serta 56 persen SMK belum dan berakreditasi C.
Kemudian ribuan guru honorer di NTT diberi upah jauh di bawah UMK/UMP berkisar antara Rp200 ribu hingga Rp750 ribu per bulan. NTT juga menjadi provinsi dengan prevalensi stunting tertinggi sebesar 37,8 persen berdasarkan data Kemenkes per 2021. "Mestinya kebijakan pendidikan pemprov fokus saja pada masalah yang esensial dan pokok di atas. Bisa dikatakan Pemprov NTT menggaruk yang tidak gatal," tukasnya.
Satriwan juga mengkritisi wacana kebijakan tersebut sangat tidak ramah anak, orang tua, dan guru. Ia tak membayangkan bagaimana nasib para peserta didik maupun pengajar yang minim sarana transportasi umum termasuk minim penerangan lampu jalan saat harus berangkat sekolah di pagi buta.
Dalam laporan jaringan P2G NTT, kondisi pukul 05.00 WITA di NTT justru masih sepi aktivitas masyarakat dan suasana masih gelap. Sehingga berpotensi menciptakan tindak kriminalitas atau rentan faktor keamanan pada peserta didik dan pengajar.
P2G juga menilai kebijakan ini berpotensi meningkatkan taraf biaya hidup orang tua siswa. Sebab bagi yang rumahnya jauh dari sekolah dan belum ada kendaraan umum yang beroperasi pada jam tersebut, maka ada kemungkinan mereka akan terpaksa mengontrak kos-kosan di dekat sekolah. "Tentu berdampak pada membengkaknya biaya hidup tambahan per bulan. Atau mereka terpaksa beli kendaraan bermotor. Pengeluaran biaya sekolah membengkak naik," lanjutnya.
Dengan demikian, P2G dengan menimbang kondisi yang telah disebutkan, mendesak agar Pemprov NTT membatalkan kebijakan tersebut, lantaran mereka menilai kebijakan tersebut tidak memiliki pijakan akademis sedikitpun. Pun kebijakan itu menurut P26 tidak ramah terhadap siswa, orang tua, dan guru.
P2G juga meminta Menteri Dalam Negeri untuk mengevaluasi dan menegur Pemprov NTT serta meminta Mendikbudristek berkoordinasi dan berkomunikasi dengan Pemprov NTT untuk mengkaji ulang kebijakan pendidikan tersebut. "Serta meningkatkan intensitas pendampingan sesuai kewenangan Kemdikbudristek dalam meningkatkan kualitas pendidikan dan guru di NTT," pungkasnya. (tim redaksi)
#ntt
#kupang
#masuksekolahjam5pagi
#p2g
#fsgi
Tidak ada komentar