Indonesia Masih Kekurangan 27 Ribu Dokter Spesialis
WELFARE id - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyebut Indonesia masih kekurangan dokter spesialis. Jumlah dokter spesialis di Indonesia saat ini terbilang minim, yakni hanya berjumlah 48.959 saja.
Dirjen Tenaga Kesehatan Kemenkes drg Arianti Anaya mengatakan, apabila melihat rujukan dari Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO, memang tidak ada rasio idealnya. Namun bila merujuk Bappenas adalah 28/100 ribu penduduk. "Dengan adanya dokter spesialis 48.959 di Indonesia, maka kita masih kekurangan 27.480 dokter spesialis lagi yang harus dihasilkan," ujarnya dikutip Rabu (21/12/2022).
Hal ini sangat dibutuhkan karena kondisi yang ada sekarang adalah untuk RSUD di Indonesia yang standar harus memenuhi syarat adanya tujuh jenis dokter spesialis dasar RSUD dan itu belum lengkap. Sementara, berdasarkan data ada 150 ribu dokter umum di Indonesia. Bila dibandingkan berdasarkan data WHO, rasio dokter untuk warga negara Indonesia adalah 1:1000 dokter. "Lalu kalau di Indonesia terdapat 273 juta penduduk, harusnya kita punya 273 ribu dokter umum. Kalau melihat rasio, kita masih kekurangan cukup banyak dokter umum yakin sekitar 120 ribu dokter umum," tukasnya.
Hasil ini, membuat posisi Indonesia menduduki peringkat ketiga dalam hal kekurangan dokter dari rasionya yang lebih kecil dari standar pihak WHO. Memang banyak permasalahan lain yang membuat Indonesia kekurangan dokter, seperti fasilitas yang tidak lengkap. Tetapi tentunya permasalahan hitung-hitungan secara rasio dokter Indonesia ini, baik umum dan spesialis masih kurang.
"Jadi sebenarnya kita punya Perpres wajib kerja dokter spesialis. Tetapi pada saat itu kita kalah digugat yang dinyatakan tidak sesuai hak asasi, sehingga sejak 2019 kita tak bisa lagi menempatkan dokter-dokter spesialis di berbagai daerah. Tetapi kita melakukannya dengan program pendayagunaan dokter spesialis di daerah-daerah," tambahnya.
Hal ini dilakukan agar dokter-dokter tidak menumpuk di perkotaan saja. Ia mencontohkan di Kota Jakarta yang sudah terlalu penuhnya para dokter spesialis. Hal sangat disayangkan bila dibandingkan dengan banyak daerah yang justru kekurangan dokter spesialis termasuk dokter bedah.
"Tentu hal ini distribusi yang tak baik. Maka Kemenkes membuat program pendayagunaan dokter spesialis sukarela dan kita berangkatkan dan dibayarin pemerintah. Namun dari yang berangkat hanya berkisar 20 persen saja yang bersedia ikut secara sukarela," ceritanya.
Sementara Kemenkes mengaku belum bisa berbuat banyak karena permasalahan penambahan jumlah kurang dan distribusi dokter spesialis juga terbatas karena Perpres digugat. "Oleh karena itu kita tengah menyusun Perpres baru yang mencari peluang mencari melakukan pemerataan dokter spesialis di berbagai daerah atau wilayah guna memenuhi standar," imbuhnya.
Ia sendiri menyadari bahwa mengapa para dokter hanya mau di kota-kota besar karena nilai kompensasi yang diterima cukup besar. Tetapi kalau dilihat lagi di beberapa daerah sangat menyadari akan kebutuhan dokter spesialis dan pemda juga memberikan insentif yang cukup besar. "Contohnya saja di Papua memberikan insentif hingga Rp60 juta, tetapi dokter spesialis ini yang tidak mau tinggal jauh dari perkotaan. Saya juga bisa membayangkan apa yang ada dalam pikiran dan tidak terbiasa ke daerah di luar Jawa," lanjutnya.
Pihaknya, lanjutnya, juga sudah memberikan beasiswa kepada calon dokter asal Papua dan Ambon setelah selesai belajar bisa kembali berkarya dan bekerja ke daerahnya. "Tetapi yang terjadi ternyata tidak semua dan tak mau kembali ke daerahnya, padahal tujuan beasiswa itu untuk kembali ke daerah asalnya," tuturnya.
Memang ada banyak alasan seperti alasan seperti mereka disekolahkan kembali di Universitas Indonesia (UI) atau Unpad atau mendapat jodoh di Jakarta dan pasangannya tidak bersedia pindah ke daerah pedalaman dan akhirnya memilih tinggal di Jakarta atau kota besar lainnya.
"Dan kasus ini banyak sekali terjadi. Dengan demikian, artinya beasiswa untuk para dokter yang kita berikan selama ini tidak efektif. Solusinya adalah dengan membuat prodi di daerah-daerah tersebut, sehingga setelah lulus, bisa langsung bekerja di daerah setempat asal sekolah tersebut," pungkasnya. (tim redaksi)
#kemenkes
#dokterspesialis
#indonesiakekurangandokterspesialis
#rsud
#distribusidokterspesialis
Tidak ada komentar