Breaking News

Gara-Gara Tiongkok, Harga Batu Bara Anjlok Lagi

Ilustrasi (net) 

WELFARE.id-Harga batu bara diproyeksi melemah pada pekan ini sejalan dengan melandainya permintaan dari Eropa. Dengan capaian ini, harga batu bara mencatat penurunan dua pekan beruntun. Salah satu penyebabnya yakni Tiongkok yang meningkatkan produksinya. Ketika produksi bertambah, artinya permintaan impor dari Negeri Tiongkok akan berkurang, harga batu bara pun tumbang. 

Pada perdagangan terakhir pekan lalu, Jumat (16/12/2022), harga batu bara kontrak Januari di pasar ICE Newcastle (Australia) ditutup melemah 1,2 persen ke posisi USD372 per ton. 

Dalam sepekan, harga batu bara turun 2,6 persen ke USD372/ton. Dalam sebulan terakhir, harga batu bara masih melonjak 17,7 persen sementara dalam setahun masih melesat 107,7 persen. 

Dilansir dari Reuters, produksi batu bara harian di Negeri Panda tersebut menyentuh rekor tertingginya pada November 2022. Kenaikan produksi ini merupakan persiapan Tiongkok untuk menghadapi meningkatnya permintaan selama musim dingin, terutama di bagian utara Tiongkok. 

Tiongkok memproduksi batu bara sebanyak 390 juta ton pada November, setara dengan 13,04 juta ton per hari ini. Capaian ini melewati rekor sebelumnya yakni 12,89 juta per hari pada September 2022. 

Produksi harian November 2022 yang menembus 13,04 juta juga lebih tinggi dibandingkan pada November 2021 yang tercatat 12,36 juta ton. 

Secara keseluruhan, produksi batu bara Tiongkok pada Januari-November 2022 menyentuh 4,09 miliar. Jumlah tersebut meningkat 9,7 persen dibandingkan pada periode yang sama tahun lalu. 

Sementara itu pemerintah dalam hal ini Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dikabarkan akan mengerek produksi batu bara dalam negeri dari yang saat ini mencapai 663 juta ton menjadi sekitar 670 juta - 690 juta ton. 

Hal ini tentunya akan membuat 'pesta durian runtuh' pendapatan negara dari sektor komoditas batu bara melalui devisa hasil ekspor akan kembali berlanjut. 

Produksi batu bara Indonesia yang meningkat lantaran adanya permintaan ekspor batu bara yang juga meningkat, baik dari Asia maupun juga Eropa. 

Namun, permintaan dari Eropa diproyeksi melemah karena Benua Biru akan memasuki libur panjang Hari Raya Natal. Pada periode tersebut, pabrik, sekolah, bar, kantor, dan toko banyak yang akan menghentikan operasi sehingga permintaan listrik diperkirakan menurun. 

Menurunnya penggunaan listrik dipastikan berdampak pada permintaan terhadap sumber energi seperti gas dan batu bara. Selain menurunnya aktivitas ekonomi, musim dingin yang tidak sedingin pada tahun-tahun sebelumnya juga diperkirakan akan mengurangi penggunaan pemanas ruangan. 

Kondisi ini akan mengurangi besarnya permintaan energi selama musim dingin. Dilansir dari Bloomberg, suhu di sebagian besar wilayah Eropa akan mulai menghangat kembali setelah membeku pada pekan lalu. Namun, suhu di Inggris dan sejumlah wilayah Nordik justru akan turun. 

Suhu di Inggris dan Swedia akan berada di bawah kondisi normal dibandingkan Natal pada tahun-tahun sebelumnya. Suhu Kota Manchester di Inggris kemungkinan lebih dingin 4 derajat Celcius di bawah rata-rata Natal sebelumnya. Sementara itu, suhu di Stockholm, Swedia, di bawah 4,7 deracat Celcius dibandingkan suhu rata-rata Natal tahun sebelumnya. 

Di wilayah Nordik, suhu terendah diproyeksi akan dialami oleh Oslo, Norwegia, yakni di bawah 7,5 derajat Celcius. 

Sebaliknya, negara Eropa Selatan kemungkinan akan menghadapi libur Natal dengan suhu yang lebih hangat. Suhu di kota Roma diperkirakan lebih hangat di 2,1 derajat Celcius dibandingkan rata-rata Natal tahun sebelumnya. 

Dengan kondisi yang lebih hangat serta menurunnya aktivitas ekonomi selama Natal maka kekhawatiran pasokan gas dan batu bara sedikit mereda.
Kondisi ini yang membuat harga gas alam EU Dutch TTF (EUR) ditutup anjlok 17 persen pekan lalu menjadi 115,45 euro per megawatt-jam (MWh). 

Rata-rata pasokan gas di Eropa kini berada di angka 92,5 persen kapasitas. 

Sementara itu, pasokan batu bara di Pelabuhan Amsterdam, Antwerp, dan Rotterdam juga meningkat 6 persen pada akhir pekan lalu menjadi 6,24 juta ton. 

Asosiasi Pertambangan Batu Bara Indonesia (APBI) mencontohkan misalnya, adanya peningkatan permintaan batu bara ke India dan juga Tiongkok. Di India, ekspor batu bara dari Indonesia akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan listrik pembangkitnya yang kapasitasnya sedang digenjot hingga mencapai 50-an Giga Watt (GW) pada tahun 2030. 

Kemudian Tiongkok juga demikian, permintaan batu bara dari Indonesia dipastikan juga akan mengalami peningkatan ke negeri tirai bambu itu. Di mana negara tersebut juga masih menggenjot penggunaan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU)."Jadi kita melihat dalam beberapa tahun ke depan ini masih ada peluang peningkatan ekspor batu bara Indonesia ke mereka," ungkap Hendra Sinadia. (tim redaksi) 

#batubara
#hargabatubara
#coal
#hargabatubaraanjlok
#tiongkok

Tidak ada komentar