Breaking News

Target Pertumbuhan Ekonomi Tiongkok 2023 Bakal Menurun, Barclays: Cuma 3,8 Persen

Para pekerja membuat bendera Tiongkok di sebuah pabrik di Jiaxing, Zhejiang, Tiongkok menjelang peringatan berdirinya RRT ke-73. Foto: Reuters 

WELFARE.id-Ketidakpastian ekonomi tahun depan, membuat lembaga keuangan multinasional asal Inggris, Barclays memangkas perkiraan pertumbuhan ekonomi Tiongkok (China, Red) tahun depan menjadi 3,8 persen. 

Prediksi itu sebagian didasarkan pada ekspektasi penurunan permintaan global untuk barang-barang dari negara itu. 

Dikutip dari CNBC International, Senin (7/11/2022) Barclays kini memproyeksi pertumbuhan PDB Tiongkok 3,8 persen di 2023, turun dari perkiraan sebelumnya 4,5 persen pada bulan September karena merosotnya investasi properti.

Pemotongan PDB terbaru para analis Barclays mencakup penurunan tajam investasi real estat, dari 8 persen menjadi 10 persen.

Ekonom Barclays di AS dan Eropa juga memproyeksi resesi tahun depan. Sehingga, bank tersebut sekarang memperkirakan ekspor Tiongkok bakal turun 2 sampai 5 persen pada 2023, dibandingkan ekspektasi sebelumnya untuk pertumbuhan 1 persen.

”Pangsa pasar Tiongkok dari ekspor global telah menyusut tahun ini. Perusahaan asing terlihat telah mengalihkan pesanan mereka dari Tiongkok ke tetangganya di Asia, termasuk Vietnam, Malaysia, Bangladesh dan India, juga untuk produksi beberapa barang padat," ungkap kata para analis Barclays.

Ekspor Tiongkok memang melonjak 29,8 persen tahun lalu dalam dolar AS, menyusul kenaikan 3,6 persen pada 2020. Namun, laju pertumbuhan melambat tahun 2022 ini. Per September 2022, pertumbuhan eskpor year-to-date Tiongkok hanya mencapai 12,5 persen.

Seperti diketahui, ekspor merupakan pendorong penting bagi ekonomi Tiongkok, terutama ketika pandemi mengganggu rantai pasokan global dan menghasilkan permintaan yang kuat untuk produk kesehatan dan elektronik.

Selain ekspor, sektor real estat Tiongkok dan industri terkait juga menyumbang sekitar seperempat dari PDB negara tersebut.

Tiongkok telah melihat kemerosotan pada pasar propertinya dalam dua tahun terakhir, karena Beijing menindak ketergantungan pengembang yang tinggi pada utang untuk pertumbuhan, sementara permintaan konsumen untuk membeli rumah menurun.

Bahkan jika Negara Tirai Bambu itu  membuka kembali perbatasannya secara penuh, analis Barclays menyebut negara itu masih berhati-hati tentang seberapa besar sektor konsumsi dan jasa dapat pulih karena meningkatnya utang rumah tangga.

Analis Barclays menemukan bahwa rasio utang rumah tangga Tiongkok terhadap pendapatan yang dapat dibelanjakan dalam beberapa tahun terakhir melampaui yang terlihat di AS pada tahun-tahun menjelang krisis keuangan 2008.

”Perkiraan kasus dasar kami mengasumsikan tidak ada pengumuman stimulus besar, setidaknya sebelum Konferensi Kerja Ekonomi Pusat Desember, ketika pemerintahan yang baru dibentuk akan menetapkan prioritas kebijakannya," tulis laporan bank tersebut. 

Sedangkan pada kuartal ketiga, data resmi menunjukkan ekonomi Tiongkok telah tumbuh 3 persen sejauh ini. Namun angka tersebut masih di bawah target resmi Pemerintah Tiongkok yang mencapai 5,5 persen. (tim redaksi)


#prediksiekonomi
#ekonomitiongkok
#pertumbuhanekonomi
#lembagakeuanganmultinasional 
#barclays
#asalinggris

Tidak ada komentar