Breaking News

Suku Bunga Acuan BI Kini Diangka 5,25%, Gubernur Perry Beli Alasan Pengetatan Moneter

Gedung Bank Indonesia. Foto: Ilustrasi/ Net

WELFARE.id-Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk menaikkan BI-7 Days Repo Rate (BI-7DRR) menjadi 5,25% pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) November 2022. Ini adalah kali keempat dalam setahun, BI menaikkan suku bunga acuan.

Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan, kebijakan moneter yang mengetat ini tentu mempengaruhi pergerakan suku bunga perbankan baik deposito maupun kredit. Tercatat, pada Oktober 2022, suku bunga deposito tenor 1 bulan naik menjadi 3,40 persen dari 2,89 persen pada Juli 2022.

Penyesuaian juga terjadi pada suku bunga kredit Oktober 2022 yang meningkat terbatas menjadi 9,09 persen dari 8,94 persen pada Juli 2022. Kendati demikian, lanjutnya, kenaikan bunga perbankan itu masih terbatas saat ini meski suku bunga acuan BI telah naik sebesar 175 basis poin (bps) atau 1,75 persen sepanjang 2022.

"Masih terbatasnya kenaikan suku bunga tersebut seiring dengan likuiditas yang masih longgar yang memperpanjang efek tunda (lag effect) transmisi suku bunga kebijakan pada suku bunga dana dan kredit," ujar Perry saat konferensi pers virtual, dikutip Jumat (18/11/2022).

Ia juga menambahkan, saat ini kondisi likuiditas perbankan cukup memadai. Hal ini terlihat pada rasio Alat Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) yang masih tinggi pada Oktober 2022 mencapai 29,46 persen dan meningkat dari bulan sebelumnya.

"(Rasio AL/DPK) ini tertinggi dalam sejarah. Bahkan sebelum COVID-19 paling tinggi, rasio AL/DPK paling tinggi adalah 21 persen," ungkapnya.

Menurutnya, likuiditas perbankan pada Oktober 2022 tetap terjaga didukung oleh pertumbuhan DPK sebesar 9,41 persen yoy dan meningkat dibandingkan bulan sebelumnya sejalan dengan net ekspansi pemerintah. Peningkatan DPK terjadi pada kelompok korporasi dan rumah tangga sejalan dengan berlanjutnya pemulihan ekonomi nasional.

"Hasil simulasi BI menunjukkan bahwa ketahanan perbankan masih terjaga. Namun, potensi dampak dari sejumlah faktor risiko, baik dari sisi kondisi makroekonomi domestik maupun gejolak eksternal, tetap perlu diwaspadai," imbaunya.

Selain itu, permodalan perbankan tetap kuat dengan rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) September 2022 tetap tinggi sebesar 25,09 persen. Seiring dengan kuatnya permodalan, risiko tetap terkendali yang tercermin dari rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan /NPL) pada September 2022 yang tercatat 2,78 persen (bruto) dan 0,77 persen (neto).

Lebih jauh, Perry menjelaskan, keputusan kenaikan suku bunga pada November sebagai langkah front loaded, pre-emptive, dan forward looking untuk menurunkan ekspektasi inflasi yang saat ini masih tinggi. Sekaligus memastikan inflasi inti ke depan kembali ke dalam sasaran 3% plus minus 1% lebih awal, yaitu ke paruh pertama 2023.

Selain itu, kenaikan suku bunga acuan juga untuk memperkuat kebijakan stabilisasi nilai tukar rupiah agar sejalan dengan nilai fundamentalnya, akibat kuatnya mata uang dolar AS dan tingginya ketidakpastian pasar keuangan global. Di tengah peningkatan permintaan ekonomi domestik yang tetap kuat.

Ia menyebut, sinergi kebijakan antara Bank Indonesia dengan kebijakan fiskal Pemerintah dan dengan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) terus diperkuat dalam rangka menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan. "Serta mendorong kredit/pembiayaan kepada dunia usaha pada sektor-sektor prioritas untuk mendukung pertumbuhan ekonomi, ekspor, serta inklusi ekonomi dan keuangan," paparnya. (tim redaksi)

#sukubungaacuannaiklagi
#bankindonesia
#perbankan
#pertumbuhanekonomi
#upayamenurunkaninflasi
#ketahananperbankan
#gubernurbiperrywarjiyo

Tidak ada komentar