Breaking News

Rupiah Kembali Keok, Bagaimana dengan Esok Hari?

Ilustrasi (net) 

WELFARE.id-Nilai tukar rupiah ditutup di level Rp15.627 per dolar AS pada Selasa (1/11/2022) sore. Mata uang Garuda melemah 30 poin atau minus 0,19 persen dari perdagangan sebelumnya. 

Sementara, kurs referensi Bank Indonesia (BI) Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) menempatkan rupiah menguat ke posisi Rp15.647 per dolar AS pada perdagangan hari ini. 

Padahal, mayoritas mata uang di kawasan Asia terpantau menguat. Tercatat won Korea Selatan menguat 0,54 persen, dolar Singapura 0,44 persen, yuan China 0,56 persen, dolar Hong Kong 0,01 persen, dan yen Jepang 0,68 persen 

Sementara, mata uang negara maju juga kompak berada di zona hijau. Poundsterling Inggris menguat 0,65 persen, franc Swiss 0,64 persen, dan euro Eropa 0,63 persen, dolar Kanada 59 persen, dan dolar Australia 0,73 persen. 

Analis DCFX Futures Lukman Leong mengatakan rupiah melemah di tengah pelemahan dolar AS dan imbal hasil obligasi AS yang turun. Di sisi lain, data inflasi Indonesia Oktober yang lebih rendah dari perkiraan, pun meredakan ekspektasi kenaikan suku bunga oleh BI. "Hal ini akan semakin membuat suku bunga rupiah semakin tertinggal dari AS," ujarnya. 

Ia menambahkan pada FOMC Meeting Minggu ini, The Fed diperkirakan akan kembali menaikkan suku bunga sebesar 75 bps 

Sementara itu, Direktur PT Laba Forexindo Berjangka, Ibrahum Assuaibi, menyebutkan kurs rupiah sebelumnya sempat jeblok hingga 65 poin pada hari ini. Ia menjelaskan, rupiah melemah seiring dengan penguatan indeks dolar AS hingga 0,8 persen. Dengan begitu, dolar menguatkan pemulihannya ke sesi keempat berturut-turut karena investor memposisikan diri untuk kenaikan suku bunga 

Menjelang pertemuan The Federal Reserve (The Fed) yang akan berakhir pada Rabu, Ibrahim memperkirakan bank sentral secara luas akan menaikkan suku bunga sebesar 75 basis poin (bps). "Tetapi pandangan The Fed tentang kebijakan moneter akan diawasi dengan ketat, di tengah beberapa ekspektasi bahwa bank sentral akan melunakkan sikap hawkish-nya,” tuturnya. 

Namun, ia juga menyoroti suku bunga AS berada pada level tertinggi sejak krisis keuangan 2008 tersebut diperkirakan bakal menjaga dolar dan emas tetap dalam posisi yang optimistis dalam beberapa bulan mendatang. 

Adapun data manufaktur yang lebih lemah ketimbang perkiraan dari Tiongkok, importir tembaga terbear di dunia, menurut Ibrahim, menimbulkan kekhawatiran baru atas melambatnya permintaan di negara tersebut. Ia juga mengatakan wabah COVID-19 baru di Negeri tirai bambu bakal menganggu aktivitas ekonomi yang selanjutnya bisa membebani permintaan komoditas. 

Sementara itu, faktor dari dalam negeri yang turut mempengaruhi rupiah adalah PMI manufaktur Indonesia tumbuh 51,8 pada Oktober. Angka PMI yang masih di atas 50 meskipun turun cukup dalam dari bulan sebelumnya di angka 53,7 itu, menurut Ibrahim, menjadi kabar baik di tengah sejumlah isu yang merebak. 

Beberpa isu yang mempengaruhi pasar di antaranya adalah ancaman resesi dunia, pelemahan nilai tukar rupiah, dan kebijakan Bank Indonesia yang terus mengerek suku bunga acuan dalam 3 bulan berturut-turut sebesar 125 bps menjadi 4,75 persen. 

Di saat suku bunga acuan naik maka berisiko menghambat ekspansi dunia usaha karena suku bunga kredit, menurut Ibrahim, baik investasi maupun modal kerja, akan mengalami kenaikan. "Kenaikan tingkat keyakinan bisnis dalam kondisi tersebut memberikan harapan ekspansi sektor manufaktur akan terus berlanjut," tukasnya. 

Untuk perdagangan besok, Ibrahim memperkirakan rupiah akan dibuka fluktuatif tetapi  kembali melemah dalam penutupan. “Kemungkinan melemah di rentang Rp15.600 hingga Rp15.670 per dolar AS,” pungkasnya. (tim redaksi) 

#rupiah
#dolar
#nilaitukarrupiah
#rupiahterhadapdolar
#kurs

Tidak ada komentar