Breaking News

Pilot Project Pabrik RPO Mini Mulai Dibangun, Permudah Penyerapan TBS Petani dan Atasi Kelangkaan Minyak Goreng

Pabrik RPO mini. Foto: Ilustrasi/ Net

WELFARE.id-Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) bersemangat dan girang karena sejak Juli tahun ini Presiden Joko Widodo telah menyetujui pembangunan pabrik minyak makan merah/ minyak sawit merah (red palm oil/RPO). 

Ketua Umum Apkasindo Gulat Manurung mengaku, rencana para petani yang sudah dicanangkan sejak 10 tahun lalu akhirnya dapat terwujud.

Menurutnya, pembangunan minyak makan merah tersebut menjadi solusi mengatasi kelangkaan minyak goreng sawit dan mempermudah penyerapan tandan buah segar (TBS) sawit. Lebih jauh Gulat menjelaskan, kebijakan ini merupakan salah satu usulan dari para petani untuk mengakhiri kekisruhan industri sawit di dalam negeri. 

Menurutnya, apabila hal ini tidak dilakukan maka masalah yang sama akan terulang kembali. Para petani, lanjutnya, juga memberikan usulan lain untuk mengakhiri kegaduhan industri sawit di dalam negeri, yakni menurunkan atau bahkan menghilangkan pungutan ekspor dari kelapa sawit ini, yang mana hal tersebut sudah dikabulkan.

Kedua, pihaknya meminta pembangunan pabrik CPO dan RPO mini berbasis koperasi ini di setiap provinsi. Ketiga, para petani juga meminta hanya ada satu referensi penetapan harga CPO yakni harga referensi Kementerian Perdagangan berdasarkan Permendag no 55 tahun 2015.

Belum lama ini, holding Perkebunan Nusantara PTPN III (Persero), bersama dengan anak usaha PTPN IV, PTPN V dan PTPN VI dan PTPN X, menjalin kerja sama dengan Institut Pertanian Bogor (IPB) membangun pilot project Pengolahan Kelapa Sawit Mini (PKS Mini). 

Pabrik percontohan berskala kecil tersebut, dibangun untuk mengolah Tandan Buah Segar (TBS) menjadi Crude Palm Oil (CPO), dengan kapasitas dua ton TBS per jam. 

Direktur Produksi dan Pengembangan Holding Perkebunan Nusantara PTPN III Mahmudi menyambut baik inisiatif IPB untuk mengembangkan Pabrik Kelapa Sawit Mini itu. 

Pengembangan PKS Mini, kata Mahmudi, sesuai dengan arahan Presiden Jokowi, yakni mengembangkan pabrik pengolahan minyak sawit merah skala kecil untuk menyelesaikan masalah di perkebunan kelapa sawit rakyat dan solusi ketersediaan minyak goreng. 

Mahmudi menilai, IPB mempunyai kepakaran industri sawit, mulai dari hulu hingga hilir, serta digitalisasi atau komputerisasi. "Dengan demikian, PTPN III akan melakukan riset bersama dengan IPB. Pada saat ini telah diseleksi proposal riset untuk mendukung bisnis PTPN III dan telah dialokasikan dana riset untuk jangka panjang," ujarnya dalam keterangan resmi, dikutip Selasa (1/11/2022).

Sebelumnya, Menteri Koperasi dan UMKM Teten Masduki meyakini pembangunan pabrik minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) dan minyak makan merah (red palm oil/RPO) mini berbasis koperasi bisa menjadi solusi untuk menyerap tandan buah segar (TBS) sawit dari petani. 

Pasalnya, sejak terjadi pelarangan ekspor CPO dan turunannya, bahkan hingga kebijakan tersebut dicabut, para petani sawit masih kesulitan untuk menjual hasil panennya.

Pemerintah, ujarnya menargetkan pembangunan pabrik CPO dan RPO mini berbasis koperasi ini dimulai pada Januari 2023. Adapun investasi yang dibutuhkan untuk membangun satu pabrik CPO dan RPO mini ini mencapai Rp23 miliar dengan return of investment (ROI) selama 4,3 tahun.

"Jadi dalam model kami, koperasi membeli tunai TBS-nya dari petani, sehingga petani itu tidak lagi dipusingkan harus menjual sawitnya ke mana. Lalu koperasi mengolahnya menjadi CPO dan menjadi RPO dan kemudian mereka pasarkan,” lanjutnya.

Pabrik kecil tersebut ditargetkan dapat memproduksi 10 ton minyak makan merah per hari dari 50 ton sawit. Setara dengan hasil sawit dari kebun seluas 1.000 hektare.

"Sekarang sudah ada sebenarnya beberapa koperasi petani sawit yang luasan lahannya di atas 1.000 hektare. Ini sudah siap, baik yang di Sumatera Utara, Riau, Bengkulu, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan. Tapi Presiden sekali lagi minta piloting dulu. Ini juga kami nanti akan kerja samakan juga dengan PTPN (PT Perkebunan Nusantara, red)," paparnya.

Ia menjelaskan, sebelum pembangunan pabrik mini berbasis koperasi ini disetujui, teknologi untuk memproduksi minyak makan merah sudah dirancang oleh Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) di Kota Medan. Teten berharap PPKS dapat segera membuat detail engineering design (DED) sehingga mesin tersebut bisa segera diproduksi untuk menjadi proyek pilot.

"Nanti ya kita akan putuskan (pilotnya di mana), tapi salah satunya ya tentu Sumatera dan Kalimantan. Tapi ada koperasi-koperasi yang juga secara keuangan mereka bisa membangun sendiri dengan keuangan dan mereka juga kan koperasi ini punya anggota cukup besar dan anggotanya juga UMKM kan," jelasnya.

Terkait minyak makan merah, Teten mengklaim, kualitasnya lebih unggul dibandingkan dengan minyak goreng sawit pada umumnya. RPO memiliki kandungan protein dan vitamin A yang tinggi dan dapat mencegah stunting pada anak. 

Dengan kualitas yang lebih baik dan harga yang lebih murah, ia yakin RPO akan bisa mengatasi kelangkaan dan menstabilkan harga minyak goreng curah di pasar dalam negeri. Pemerintah, ungkap Teten, berharap ke depannya solusi ini dapat menstabilkan harga TBS petani dan suplai minyak goreng di dalam negeri. 

Selain itu, kesejahteraan para petani sawit dapat segera membaik. "Ya ini optimalisasi jadi hilirasi sawit rakyat yang selama ini mereka jual sawitnya ke industri. Mereka selalu ada problem dengan harga TBS yang tidak stabil, atau mereka terlambat diserap itu susut 20 persen kan semalam, sehingga petani dirugikan. 

Kalau sekarang petani mengolahnya sendiri dengan punya pabrik pengolahan CPO dan RPO-nya, saya kira nilai tukar petani akan baik, kesejahteraan petani akan lebih baik," paparnya.

RI berpotensi ekspor PKE

Sementara di sisi lain, Apical Group melalui PT Kutai Refinery Nusantara (KRN) justru menyoroti potensi ekspor RI dari sektor Palm Kernel Expeller (PKE). Pihaknya berhasil mengekspor perdana 7.000 ton PKE ke Korea Selatan, Mei 2022 lalu.

Head of Social Security and License Apical Group M Jaya Budiarsa menyatakan, ekspor PKE ini merupakan sebuah nilai positif bagi Indonesia khususnya Kaltim, karena KRN bisa mengolah sekaligus mengekspor langsung dari Kota Balikpapan. "Kedepannya kita lebih banyak lagi produk turunan dari pengolahan palm oil,” ujarnya.

Ia menambahkan, di dalam bisnis agroindustry khususnya kelapa sawit, semua produk turunan bisa digunakan dan diekspor. “Palm Kernel Expeller (PKE) merupakan limbah hasil olahan minyak sawit yang memiliki nilai ekonomi tinggi karena banyak digunakan sebagai pakan ternak di berbagai negara,” katanya.

Selain itu, Budi mengungkapkan bahwa PKE sangat berpotensi diekspor ke negara-negara yang memiliki banyak hewan ternak seperti Australia, Selandia Baru, Korea Selatan, Jepang, bahkan Amerika dan Negara Eropa. Ia berharap, dapat secara rutin melakukan ekspor PKE sesuai ketersediaan bahan baku yang ada. (tim redaksi)

#pabrikcpomini
#petanikelapasawit
#hargatbs
#pabrikminyakmakanmerah
#rpomini
#koperasi
#cpo
#menkopukmtetenmasduki
#presidenjokowidodo
#asosiasipengusahakelapasawit

Tidak ada komentar