Breaking News

Ada Laporan 64 Ribu Buruh Tekstil di Jabar Dirumahkan, Gelombang PHK di Sektor Padat Karya Kian Nyata

Industri tekstil dan garmen. Foto: Ilustrasi/ Net

WELFARE.id-Gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di sektor padat karya menjadi ancaman bagi keberlangsungan ekonomi nasional. Jumlah pengangguran juga dipastikan terus bertambah.

Itu artinya, angka kemiskinan akan naik, sehingga melemahkan daya beli masyarakat. Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Jemmy Kartiwa mengatakan, dampak ancaman resesi global yang diproyeksikan terjadi pada tahun depan, mulai dirasakan tahun ini.

Apalagi industri tekstil dan garmen banyak yang mengandalkan pasar ekspor. Alhasil, gelombang PHK di industri ini tak bisa dihindari.

"(Jumlah karyawan) dirumahkan, karyawan itu laporan ke asosiasi di kisaran 45 ribu, per September kemarin," ujarnya, dikutip Kamis (3/11/2022). Tak hanya dirumahkan, lanjutnya, ada pula yang kontraknya tidak diperpanjang atau dengan kata lain PHK.

Dengan kondisi ini, ia berharap pemerintah bisa memberikan perlindungan dari sisi produk impor. "Misalnya, mudah-mudahan pakaian bekas itu harusnya dilarang masuk ke dalam negeri. Pakaian bekas impor yang dijual di dalam negeri dengan istilah thrifting itu, justru mengganggu dan mengancam keberlangsungan produk tekstil, khususnya market UKM," bebernya.

Ketua Umum Perkumpulan Pengusaha Produk Tekstil Provinsi Jabar (PPTPJB) Yan Mei mengatakan, per Oktober 2022 ada laporan dari 14 kabupaten dan kota di Jawa Barat bahwa sudah ada PHK sebanyak 64 ribu pekerja dari 124 perusahaan. 

"Ada 18 perusahaan yang tutup dari 14 kabupaten/kota di Jawa Barat, yang terpaksa melakukan PHK terhadap kepada sekitar 9.500 karyawan. Angka ini akan terus berubah seiring laporan yang masuk," ulasnya, dalam konferensi pers virtual "Badai PHK di Industri TPT, Produsen Minta Pemerintah Turun Tangan", dikutip Kamis (3/11/2022).

Jika kondisi tidak membaik, maka bukan tak mungkin tahun depan masih bisa terus bertambah akibat adanya tekanan resesi global. Di lain pihak, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) membantah isu pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap 45.000 karyawan di industri tekstil pada 2022. 

Apalagi sampai 64 ribu. "Saya sudah cek ke SPN, serikat pekerja nasional yang bergerak di bidang tekstil, garmen sepatu. Tidak ada PHK. Jadi mana yang dimaksud 45.000 buruh tekstil PHK,” ujar Iqbal dalam konferensi pers virtual, dikutip Kamis (3/11/2022).

Ia juga mengaku telah memeriksa seluruh anggota KSPI yang bekerja di industri otomotif. Ia menyatakan, tidak ada PHK di industri otomotif.

"Pengusaha-pengusaha hitam, berbicara ke media, otomotif tanda petik bohong, tidak ada industri otomotif yang PHK, 70% buruh bergabung FSPMI (federasi serikat pekerja metal Indonesia) yang bergabung ke KSPI. tidak ada yang PHK, saya sudah cek. Mana berita bohong yang otomotif PHK, hentikanlah provokasi negatif ini,” klaim Presiden Partai Buruh ini.

Terkait gelombang PHK di sektor padat karya, Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) menyatakan, akan mengedepankan dialog bipartit untuk menghindari PHK di tengah krisis ekonomi.

Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja Indah Anggoro Putri mengaku siap mendampingi semua pihak untuk mencegah semakin banyak jumlah PHK dan perselisihan hubungan industrial. 

"Kemenaker beserta dinas-dinas tenaga kerja di seluruh Indonesia siap mendampingi pencapaian mufakat tersebut,” ucapnya melalui keterangan tertulis, dikutip Kamis (3/11/2022).

Dia berjanji, akan terus mendorong dialog bipartit antara manajemen atau pelaku bisnis dan serikat buruh. Terutama, untuk sektor industri padat karya yang berorientasi ekspor dan industri berbasis platform digital.

Dialog itu bertujuan untuk mencari titik temu atas kendala di tingkat perusahaan sehingga tak terjadi PHK dan perselisihan. Indah menjelaskan, dampak pandemi COVID-19 saat ini masih dirasakan oleh pelaku usaha sehingga memicu pemecatan pegawai. 

Selain itu, PHK terjadi karena transformasi bisnis di era digitalisasi hingga geopolitik global yang berimbas terhadap melemahnya daya beli di sejumlah negara tujuan ekspor produk Indonesia. Isu PHK ini, tuturnya, harus dinilai secara berimbang dengan mengedepankan dialog dengan para pemangku kepentingan. 

Sehingga, kata dia, PHK menjadi jalan paling akhir jika terjadi kemelut bisnis. Menurutnya, Pengawas Ketenagakerjaan dari Kemenaker akan berkoordinasi perihal upaya pencegahan tersebut. 

Dinas tenaga kerja di provinsi, kota, maupun kabupaten diharapkan dapat terus memantau kondisi ketenagakerjaan di daerahnya masing-masing. "Kami telah menerima beberapa informasi perihal jumlah PHK, khususnya di sektor industri padat karya orientasi ekspor seperti garmen, tekstil, dan alas kaki,” katanya.

Hasilnya, ucap Indah, terungkap semua pihak telah berupaya untuk menghindari PHK. Perusahaan, kata dia, sudah mengupayakan agar PHK menjadi opsi akhir. 

Namun, ia menyatakan akan terus menggali informasi mengenai PHK dengan meninjau ulang data di kementerian dan lembaga yang berwenang. "Ini masih harus kami crosscheck dengan data dari kementerian atau lembaga lainnya. Termasuk dinas perdagangan, dinas perindustrian, dan dinas tenaga kerja di setiap provinsi dan kabupaten atau kota,” imbuhnya. (tim redaksi)

#industripadatkarya
#gelombangphk
#pemutusanhubungankerja
#kemenaker
#geopolitik
#permintaanekspormenurun
#ancamanresesi

Tidak ada komentar