Breaking News

Resesi Global di Depan Mata, Bisnis Ritel di AS Terancam Bangkrut

Ilustrasi (twitter) 

WELFARE.id-Harga makanan di toko kelontong maupun di ritel modern di AS terus melonjak di tengah tekanan inflasi. Hal ini tentu saja menambah tekanan pada dompet pembeli. 

Harga buah-buahan dan sayuran melonjak 1,6 persen, sedangkan sereal dan roti naik 0,9 persen. Bahan makanan lainnya naik 0,5 persen, menyusul kenaikan 1,1 persen pada bulan sebelumnya. Kemudian, harga daging, unggas, ikan, dan telur terpantau meningkat 0,4 persen. Sementara, harga minuman naik 0,6 persen. 

Mengutip CNN Business, sejumlah faktor menjadi penyebab lonjakan harga. Dari sisi produsen, mereka mengaku harus membayar lebih mahal untuk tenaga kerja dan bahan kemasan. 

Selanjutnya, cuaca ekstrem, termasuk kekeringan dan banjir, serta penyakit pada hewan, seperti flu burung yang mematikan, telah merusak tanaman dan membunuh ayam petelur. Menekan stok. "Inflasi masih sangat jelas dengan banyak tantangan rantai pasokan di seluruh industri," kata CEO Pepsi Ramon Laguarta, dikutip Minggu (16/10/2022). 

Ia menambahkan, perusahaannya telah menaikkan harga 17 persen. 

Faktor lainnya yang menyebabkan harga mahal, yakni ketidakseimbangan antara penawaran dan permintaan. Disebutkan bahwa masih banyak orang bekerja dari rumah (WFH) sehingga konsumsi makannya lebih banyak daripada sebelum pandemi. 

Hanya saja, harga yang lebih mahal memaksa konsumen untuk menahan diri dalam konsumsi atau belanja. Misalnya, membeli lebih sedikit produk atau beralih ke merek yang lebih murah. 

Berdasarkan data setempat, lebih dari 1 juta rumah tangga di AS berbelanja di jaringan grosir Aldi untuk pertama kalinya dalam setahun terakhir ini. Mereka meninggalkan grosir yang lebih mahal. 

Walmart sendiri mengaku bahwa tingkat inflasi makanan yang tinggi telah mempengaruhi pelanggan untuk membeli barang-barang pilihan, seperti pakaian dan furnitur. 

Melihat hal itu, sejumlah ritel di AS yang menyasar segmen menengah dan bawah disebut rentan, bahkan terancam bangkrut, di tengah perlambatan ekonomi dan ancaman resesi pada 2023. 

Merek-merek ritel tersebut adalah Bed Bath & Beyond, Rite Aid, Party City, Tuesday Morning, Joann, hingga Gap. Termasuk juga perusahaan e-commerce, seperti Wayfair dan Stitch Fix. 

Menurut lembaga kredit setempat, merek-merek ritel tersebut memiliki risiko kebangkrutan sangat tinggi dan akan lebih dulu jatuh jika kondisi ekonomi memburuk 

Analis Ritel Independen Berna Barshay menerangkan Wayfair dan Stitch Fix sudah memangkas beberapa pekerjaan dalam beberapa bulan terakhir ini. Mereka kemungkinan akan memangkas lebih banyak tenaga kerja (PHK). 

Ia melanjutkan ritel di AS terbukti kuat selama pandemi COVID-19. Namun, perlambatan ekonomi dan ancaman resesi membawa gelombang baru penutupan jaringan toko karena neraca mereka yang lemah. "Pengecer saat ini dan mungkin banyak merek lainnya bergulat dengan tingginya biaya, pasokan berlebih, dan pelanggan yang kehabisan uang," katanya. 

Saat pandemi mereda, sambung dia, konsumen lebih memilih mengalihkan pengeluaran mereka dari barang-barang, seperti furnitur atau pakaian jadi, ke perjalanan dan hiburan. 

"Itu sebabnya stok pengecer menumpuk dan perusahaan menggunakan promosi untuk merangsang permintaan, dan rela memangkas keuntungan mereka," terang Barshay. 

Analis Morgan Stanley dalam laporan terbarunya menyebut pengecer akan berlomba-lomba memecahkan masalah stok berlebih dengan diskon yang agresif. "Dinamika ini akan sangat membebani margin dan memicu perlambatan pendapatan," katanya. 

Di sisi lain, The Fed diyakini akan terus menaikkan suku bunga untuk memerangi lonjakan inflasi yang kemungkinan mengakibatkan beberapa kesulitan ekonomi dan kehilangan pekerjaan. 

Tidak hanya itu, The Fed juga mengantisipasi bahwa tingkat pengangguran bisa naik menjadi 4,4 persen tahun depan. Ujung-ujungnya, resesi terjadi pada tahun depan. 

Skenario seperti itu sudah pasti akan mengakibatkan penurunan industri. "Ini akan menempatkan pengecer yang sangat berpengaruh sekalipun dan perusahaan yang lemah (neraca) dalam risiko. Kami memperkirakan default (gagal bayar utang) akan terjadi di antara para pengecer," kata Raya Sokolyanska, Analis Moody's. (tim redaksi) 

#resesiekonomi
#krisisekonomiglobal
#ritel
#amerika
#ritelas
#inflasias
#ritelasterancambangkrut
#ekonomi

Tidak ada komentar