Breaking News

Muncul Dugaan Kejahatan Terstruktur di Tragedi Kanjuruhan, TGPF Koalisi Masyarakat Sipil Beber 12 Temuan

Korban berjatuhan di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur, Sabtu (1/10/2022). Foto: Istimewa/ AFP

WELFARE.id-Koalisi Masyarakat Sipil menilai tindakan aparat dalam Tragedi Stadion Kanjuruhan merupakan sebuah kejahatan terstruktur. Dugaan itu muncul setelah pencarian fakta, wawancara para penyintas Tragedi Kanjuruhan, dan investigasi langsung di lapangan.

Tim Pencari Fakta Koalisi Masyarakat Sipil terdiri dari LBH Pos Malang, LBH Surabaya, YLBHI, Lokataru, IM 57+ Institute, dan Kontras. Sejauh ini, investigasi tim ini telah berlangsung selama tujuh hari dengan menemui puluhan saksi dan korban.

Munculnya dugaan kejahatan terstruktur itu karena adanya indikasi pelanggaran hak asasi manusia karena tindakan itu merupakan bentuk serangan terhadap warga sipil. 

Anggota Koalisi Masyarakat Sipil Haris Azhar mengatakan, temuan Tim Pencari Fakta Koalisi Masyarakat Sipil menunjukkan, ada fakta tembakan gas air mata mengarah ke berbagai tribun penonton di Stadion Kanjuruhan. 

Seperti di tribun 7 sampai 9 dan tribun 11 sampai 14. "Padahal di sana masih banyak penonton dan mereka sedang tidak melakukan apapun,” kata Haris Azhar dalam keterangan pers secara daring, dikutip Senin (10/10/2022).

Tembakan gas air mata juga dilakukan tidak hanya di dalam stadion, tapi juga di luar. Pendiri Lokataru itu menyebut, tragedi Kanjuruhan merupakan kejahatan terstruktur dan sistematis. 

Ia dan kawan-kawan di tim menolak penanganan kasus yang hanya menetapkan 6 orang tersangka saja. Seharusnya, seluruh garis struktur yang terlibat dalam peristiwa itu juga diproses secara hukum. 

Bukan hanya struktur paling bawah saja yang diproses sebagai pelaku dalam tragedi Stadion Kanjuruhan. "Ada pendekatan menjebak. Nanti pasti disimulasikan siapa yang menembak ke posisi mana, maka nanti (petugas) itu saja yang kena. Itu pendekatan level bawah, harusnya semua kena,” tegasnya.

Tidak hanya itu, Tim pencari fakta Koalisi Masyarakat Sipil mengungkap 12 temuan awal pelanggaran HAM di Stadion Kanjuruhan, Malang pada Sabtu (1/10/2022). Kepala Divisi Hukum Kontras Andi Muhammad Rizaldi menjelaskan, berbagai temuan tersebut:

1. Momentum tembakan gas air mata pertama

"Kami menemukan bahwa pengerahan aparat keamanan atau mobilisasi berkaitan dengan aparat keamanan yang membawa gas air mata itu dilakukan pada tahap pertengahan babak kedua [Pertandingan Arema FC vs Persebaya]," ujar Andi dalam konferensi pers. 

Padahal, dalam konteks atau situasi saat itu, kata Andi, tidak ada akan ancaman atau potensi gangguan keamanan. Pihaknya menilai hal tersebut sebagai sesuatu yang ganjil.

2. Motivasi suporter turun ke lapangan

Terkait motivasi suporter turun ke lapangan hijau yang direspons dengan tindak kekerasan aparat. Akibatnya, suporter lain ikut turun ke lapangan.

"Suporter yang turun ke lapangan sebetulnya mereka melakukan dorongan motivasi dan juga moril kepada sejumlah pemain. Namun, sejumlah penonton yang masuk ke dalam lapangan itu direspons secara berlebihan oleh aparat keamanan dan kemudian melakukan sejumlah tindak kekerasan," bebernya.

Hal tersebut membuat suporter lain ikut turun ke dalam lapangan. "Bukan untuk melakukan penyerangan, tetapi untuk menolong suporter lain yang mengalami tindak kekerasan dari aparat keamanan," jelasnya.

3. Perkap soal penggunaan kekuatan dalam tindakan kepolisian

Terkait tahapan penggunaan kekuatan menurut Peraturan Kapolri Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian. Berdasarkan Perkap itu, jelas Andi, aparat kepolisian tidak diperbolehkan langsung menggunakan upaya penembakan gas air mata. 

Sebab, terdapat sejumlah tahapan awal yang mesti dilalui terlebih dahulu. "Dalam konteks kasus ini, aparat kepolisian langsung menembakkan gas air mata ... Jadi tahapan-tahapan yang seharusnya dilalui itu tidak dilakukan oleh aparat kepolisian dan langsung menembakkan gas air mata," terang Andi.

Sebagai informasi, Pasal 5 ayat 1 Perkap Nomor 1 Tahun 2009 menjelaskan, ada enam tahapan penggunaan kekuatan dalam tindakan kepolisian, yaitu pencegahan; perintah lisan; kendali tangan kosong lunak; kendali tangan kosong keras; kendali senjata tumpul, senjata kimia antara lain gas air mata, semprotan cabe atau alat lain sesuai standar Polri; kendali dengan menggunakan senjata api atau alat lain yang menghentikan tindakan atau perilaku pelaku kejahatan atau tersangka yang dapat menyebabkan luka parah atau kematian anggota Polri atau anggota masyarakat.

4. Dugaan keterlibatan prajurit TNI

"Bahwa tindak kekerasan yang dialami para suporter, tidak hanya dilakukan oleh anggota Polri tetapi juga dilakukan oleh prajurit TNI dengan berbagai bentuk seperti menyeret, memukul, dan menendang," ungkap dia.

5. Arah penembakan gas air mata

Dugaan arah penembakan gas air mata yang ditujukan tidak hanya di area lapangan, tetapi juga ke bagian tribun sisi Selatan, Timur, dan Utara. "Hal itu kemudian yang mengakibatkan kepanikan luar biasa yang dialami para suporter kemudian berdesak-desakan untuk keluar stadion," tutur Andi.

6. Akses evakuasi

Lalu, temuan kondisi akses evakuasi yang sempit. Terjadi penumpukan penonton yang ingin keluar stadion di sejumlah pintu karena kondisi pintu terkunci.

"Bahwa di dalam ruangan yang sangat terbatas tersebut, diperparah dengan masifnya penembakan gas air mata oleh aparat kepolisian. Hal ini berdampak sangat fatal yang mengakibatkan para korban sulit bernafas hingga menimbulkan korban jiwa," paparnya.

7. Minimnya pertolongan dari aparat kepolisian

"Setelah mengalami rentetan peristiwa kekerasan, para suporter yang keluar dengan kondisi berdesak-desakan, minim mengalami pertolongan dengan segera dari pihak aparat kepolisian, para korban dengan caranya sendiri berusaha untuk keluar," imbuhnya.

8. Dugaan kekerasan di dalam dan luar stadion

Peristiwa kekerasan diduga tidak hanya terjadi di dalam stadion, melainkan juga terjadi di luar stadion. Disebutkan bahwa aparat kepolisian juga menembakkan gas air mata kepada para suporter yang berada di luar stadion.

"Diduga kuat kondisi pasca penembakan gas air mata di tribun adalah momen dimana banyak penonton yang merenggang nyawa. Di saat itu pula tidak didapat kondisi medik yang optimal untuk merespon kondisi kritis penonton yang terpapar asap gas air mata," jelas dia.

9. Dugaan intimidasi kepada penyintas

Adanya dugaan intimidasi kepada penyintas insiden, baik komunikasi maupun secara langsung. "Kami menduga hal ini dilakukan agar menimbulkan suatu ketakutan kepada para saksi dan korban agar tidak memberikan suatu kesaksian," imbuhnya.

10. Informasi yang simpang siur

Temuan kesepuluh menyinggung tidak adanya informasi detail dari pihak pemerintah terkait peristiwa tersebut. "Berkaitan dengan data korban jiwa dan luka yang dapat diakses oleh publik, termasuk informasi perkembangan penanganan kasus yang saat ini ditangani oleh pihak kepolisian," jelasnya.

11. Hasil kerja TGIPF

Ia menyebut, pihaknya telah menjalin komunikasi dengan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), lalu menyampaikan sejumlah laporan. "Tetapi kami belum melihat kerja riil dari Tim Gabungan Independen Pencari Fakta untuk menemui sejumlah saksi dan korban," kritisnya.

12. Tuduhan minuman keras sebagai dalang kerusuhan dianggap menyesatkan

Adanya narasi temuan minuman alkohol dan penggunaan terminologi 'kerusuhan' merupakan penyampaian informasi yang menyesatkan. "Dalam peristiwa ini dipandang keliru apabila menggunakan terminologi kerusuhan, yang terjadi justru ialah serangan atau pembunuhan secara sistematis terhadap para warga sipil," tegasnya.

Ia juga menyebabkan, informasi terkait adanya minuman alkohol dapat menyesatkan fokus penerangan kasus ini. Sebab, pihaknya menilai tidak mungkin ada minuman alkohol di dalam stadion. 

Sebab, panitia pelaksana (Panpel) dan aparat kepolisian melakukan pemeriksaan sangat ketat ketika penonton masuk ke dalam stadion. Peristiwa di Stadion Kanjuruhan pada 1 Oktober 2022 merenggut banyak korban. 

Berdasarkan data sementara, ada 131 orang meninggal dunia dan ratusan orang terluka. Sejauh ini kepolisian telah menetapkan 6 orang tersangka.

Keenam tersangka itu yakni, AHL, Direktur Utama PT LIB, AH ketua panpel Arema, SS kepala keamanan stadion. Ketiganya dijerat pasal 359, 360 dan pasal 103 ayat (1) jo pasal 52 UU nomor 11 tahun 2022 tentang Keolahragaan.

Tiga tersangka lainnya yakni Kompol Wahyu Setyo P selaku Kabag Ops Polres Malang, H, Danyon Brimob Polda Jatim dan Kasat Samapta Polres Malang, AKP Bambang Sidik Achmadi. Ketiganya dijerat dengan pasal 359 dan pasal 360 KUHP. (tim redaksi)

#kerusuhankanjuruhan
#tragedikanjuruhan
#timpencarifaktakoalisimasyarakatsipil
#koalisimasyarakatsipil
#kontras
#investigasi

Tidak ada komentar