Breaking News

Tiga Tersangka Kasus Pembunuhan Brigadir J Dites Kebohongan, Hasilnya "No Deception Indicated"

Tangkapan layar Tersangka Putri Candrawathi sedang melakukan rekonstruksi pembunuhan Brigadir J. Foto: Istimewa

WELFARE.id-Tiga tersangka kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J menjalani tes kebohongan. Putri Candrawathi, Kuat Maruf, dan Richard Eliezer (Bharada E) menjalani pemeriksaan dengan menggunakan lie detector, Selasa (6/9/2022).

Timsus Polri mengungkapkan, hasil pemeriksaan dengan alat lie detector alias pendeteksi kebohongan terhadap tiga tersangka tidak mengindikasikan adanya kebohongan. 

Dirtipidum Bareskrim Polri Brigjen Andi Rian Djajadi mengatakan, hasil sementara tes polygraph yang telah dilakukan terhadap Bharada Richard Eliezer tidak terindikasi adanya kebohongan. Begitu juga dengan dua tersangka lainnya, Bripka Ricky Rizal, dan Kuat Maruf.

"Barusan saya dapat hasil sementara uji Poligraph terhadap RE, RR dan KM, hasilnya 'No Deception Indicated' alias Jujur," ujarnya kepada wartawan dalam keterangan tertulis, dikutip Rabu (7/9/2022). Meski begitu, Andi kembali menegaskan apabila tes polygraph tersebut dilakukan tujuannya untuk memperkaya alat bukti dan petunjuk bagi penyidik.

"Uji Poligraph sekali lagi saya jelaskan bertujuan untuk memperkaya alat bukti petunjuk," terangnya. Sebelumnya, ia menyebut seluruh tersangka pembunuhan berencana Brigadir J akan menjalani pemeriksaan dengan menggunakan lie detector.

Ia mengatakan, pemeriksaan dilakukan untuk menguji tingkat kejujuran para tersangka dan saksi dalam memberikan keterangan terkait peristiwa pembunuhan Brigadir J. Selain itu, hal tersebut juga ditujukan untuk melengkapi berkas perkara para tersangka yang sebelumnya dikembalikan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Agung (Agung).

Tak bisa jadi barang bukti di pengadilan

Hasil pemeriksaan menggunakan pendeteksi kebohongan atau lie detector biasanya tidak bisa digunakan sebagai alat bukti di pengadilan, kecuali dibacakan oleh saksi ahli. Hal itu diungkap oleh mantan Kepala Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri Komjen Pol (Purn) Ito Sumardi.

Ia menjelaskan, jika mengacu pada Pasal 184 ayat 1 KUHAP, alat bukti yang sah dalam perkara adalah keterangan saksi, keterangan ahli, surat petunjuk, dan keterangan terdakwa. Sedangkan hasil dari pemeriksaan menggunakan alat pendeteksi kebohongan biasanya tidak bisa dijadikan alat bukti.

“Hasil dari lie detector biasanya tidak diakui sebagai alat bukti,” jelasnya dalam dialog Kompas Malam, Kompas TV, Selasa (6/9/2022). Kecuali, lanjutnya, apabila hasil lie detector itu dibacakan oleh ahlinya, seorang psikolog di depan pengadilan, ini bisa dijadikan alat bukti.

Ito menyebut, orang berhak untuk menolak pemeriksaan menggunakan alat pendeteksi kebohongan. Sebab, itu diatur dalam undang-undang.

Namun, penggunaan lie detector juga ada dasar hukumnya, yakni Sprin Kapolri Nomor 295 tahun 1993. "Jadi, saya kira penggunaannya juga ada dasar hukumnya. Digunakan di pengadilan juga bisa menjadi alat bukti kalau hasil analisanya dibacakan oleh ahlinya,” tekannya.

Sementara, mantan hakim agung Gayus Lumbuun mengatakan, penggunaan lie detector hanya untuk meyakinkan para pihak saja. Mengenai apakah nantinya hasil dari pemeriksaan lie detector dapat digunakan di pengadilan, ia menyebut, tidak selalu bisa.

"Belum tentu juga kalau ada bukti yang sifatnya elektronik bernama lie detector diakui, nggak selalu. Ini kan membantu saja,” tuturnya.

Di pengadilan, lanjut dia, yang digunakan adalah bukti materiel. Bukti materiel bukan dengan cara memaksa atau dengan cara alat-alat semacam itu.

“Bukti materiil itu harus terjadi, bukan diduga. Kalau alat kan menafsirkan. Dengan alat ini sekian persen benar atau salah,” bebernya. (tim redaksi)

#liedetector
#penyidikan
#teskebohongan
#buktimateriel
#tigatersangka
#kasuspembunuhanbrigadirj
#brigadirj
#putricandrawathi
#bharadae

 

Tidak ada komentar