Breaking News

Kritik Pedas dari Senayan, Kenaikan BBM Senjata Parpol Nonpemerintah Sentil Jokowi

Koalisi parpol. Foto: Ilustrasi/ Antara

WELFARE.id-Pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) akhirnya menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM), Sabtu (3/9/2022) lalu. Bila kenaikan harga BBM ini berdampak buruk bagi kehidupan masyarakat, partai politik (parpol) propemerintah Jokowi berisiko kehilangan simpati publik pada Pemilu 2024.

Direktur Eksekutif Indo Strategic Akhmad Khoirul Umam menyoroti dampak langsung dari kenaikan harga BBM, yakni inflasi dan kenaikan harga-harga bahan pokok. Realitas ekonomi itu bakal berpengaruh pada realitas politik, tentu saja.

"Jika itu terjadi, tingkat kepuasan publik pada pemerintah berpotensi terjun bebas," kata Umam, yang juga dosen di Universitas Paramadina, dikutip Rabu (7/9/2022). Dunia usaha juga bakal kecewa terhadap pemerintah karena kenaikan harga BBM akan meningkatkan biaya produksi usaha mereka. 

Bila elemen buruh turut kompak memprotes, stabilitas menjadi terganggu. Parpol-parpol pendukung pemerintah bisa kena getahnya.

"Pada level tertentu juga bisa berpengaruh terhadap menurunnya elektabilitas partai-partai pendukung pemerintah," imbuhnya. Kondisi ekonomi yang lesu akibat kenaikan harga BBM bakal menjadi bahan gorengan parpol-parpol nonpemerintah untuk menggaet kepercayaan publik. 

"Senjata bagi partai-partai oposisi untuk mendelegitimasi kredibilitas kinerja pemerintah," bebernya. Pakar politik dari CSIS punya amatan berbeda. 

Kenaikan harga BBM dinilai tidak akan berakibat terlalu berat bagi sektor politik. "Dugaan saya, konsekuensi politiknya tidak akan terlalu berbahaya," kata Kepala Departemen Politik dan Perubahan Sosial Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Arya Fernandes, melansir detik.com, Rabu (7/9/2022).

Prediksi itu terlihat lewat kondisi politik saat ini. Tidak seperti pemerintahan sebelumnya, pemerintahan Jokowi saat ini didukung oleh mayoritas fraksi partai politik (parpol) di DPR.

Jadi para wakil rakyat tak akan bergejolak menyambut kenaikan harga BBM. "Kalaupun ada suara-suara penolakan, penolakan itu bakal berasal dari partai nonkoalisi, seperti PKS atau Partai Demokrat. Namun, karena jumlah kursinya tidak banyak, tentu tidak akan mengakibatkan gangguan," yakinnya.

Selain itu, pemerintahan Jokowi sudah berpengalaman mengeksekusi kebijakan tidak populer. Contohnya, pengesahan Revisi Undang-Undang KPK yang tetap gol meski menuai banyak penolakan publik. 

Ada pula UU Cipta Kerja yang disahkan meski banyak demonstrasi yang menentang omnibus law itu. "Jadi dari sisi pengalaman, pemerintah sudah beberapa kali berhasil mengelola kebijakan yang tidak populer," ulasnya.

Publik juga dinilainya mampu menerima alasan kenaikan BBM, yakni duit rakyat yang dikelola pemerintah sudah terlalu banyak tercurah untuk subsidi BBM. Pemerintah menyiapkan anggaran subsidi dan kompensasi BBM dan listrik hingga Rp502 triliun dan diperkirakan naik mencapai Rp698 triliun. 

Hal ini sebagai imbas melonjaknya harga energi dan pangan, yang dipicu perang Rusia-Ukraina. Suara sumbang dari partai nonpemerintahan pun terdengar dari Gedung DPR.

Anggota Komisi VII DPR RI Sartono Hutomo menyebut, pemerintah seperti tidak peduli pada kegiatan ekonomi rakyat yang bergeliat di setiap akhir pekan. Secara tiba-tiba, semua pengendara harus menyesuaikan diri dengan kenaikan harga BBM yang diberlakukan pukul 14.30 WIB.

"Mengenai waktu kenaikan itu, pemerintah seolah-olah tidak memikirkan kegiatan ekonomi yang sedang berjalan di akhir pekan. Biasanya kenaikan harga BBM dilakukan di pergantian hari untuk mempermudahkan adaptasi dari kenaikan harga. 

Ini di siang hari mendadak. Bayangkan rakyat kecil seperti sopir angkot, sopir truk, dan lain-lain yang di tengah perjalanan harus menyesuaikan," tutur Sartono Hutomo.

Politisi fraksi Partai Demokrat itu juga mempertanyakan apakah pemerintah sadar bahwa kenaikan harga BBM akan berpengaruh signifikan terhadap daya beli masyarakat? Ia menambahkan, kenaikan harga Pertalite dan Solar akan mempengaruhi masyarakat termasuk kelas menengah, karena pasti mulai menahan belanjanya.

"Penahanan belanja masyarakat akan berimbas pada permintaan industri manufaktur yang berpotensi terpukul dan serapan tenaga kerja terganggu. Hingga akhirnya target-target pemulihan ekonomi pemerintah tidak sesuai target yang dicanangkan," imbuhnya.

Suara sumir juga datang dari anggota Komisi IX DPR RI Netty Prasetiyani Aher yang menilai keputusan pemerintah tetap menaikkan harga BBM bersubsidi ini sama saja mencekik rakyatnya sendiri. 

"Pemerintah benar-benar tidak memiliki empati. Kenaikan harga BBM Bersubsidi akan mencekik masyarakat miskin yang sudah terhimpit beban hidup akibat efek pandemi yang belum tuntas,” ulasnya.

Dia menambahkan, imbas kenaikan BBM memiliki efek domino terhadap kenaikan harga barang pokok dan berbagai komoditas. Sehingga keluarga pra sejahtera yang menjadi wajah "wong cilik" makin sulit memenuhi kebutuhan gizi keluarga.

"Upaya pemerintah dalam berbagai program nasional, seperti, penurunan stunting, penurunan angka kematian ibu, terancam gagal karena rakyat tidak memiliki daya beli yang cukup," paparnya. 

Lebih lanjut, politisi dari Fraksi PKS ini mengatakan pekerja sektor informal seperti petani, nelayan, UMKM, sopir angkutan, pedagang keliling akan semakin sulit bertahan hidup akibat kenaikan BBM bersubsidi ini.

Menurutnya, kebijakan pemerintah memberikan bantalan berupa bantuan subsidi upah atau pun BLT tidak sebanding dengan dampak kenaikan BBM bersubsidi. "Ini penyelesaian instan yang tidak efektif menutup dampak kenaikan,” kritiknya. (tim redaksi)

#kenaikanbbm
#blt
#bantuanlangsungtunai
#inflasi
#parpolnonpemerintah
#kritikwakilrakyat

Tidak ada komentar