Krisis Energi di Eropa, Harga Batu Bara Cetak Rekor Baru dalam Sejarah
WELFARE.id-Harga komoditas batu bara mencatatkan rekor baru. Pada perdagangan Senin (5/9/2022), harga batu kontrak Oktober di pasar ICE Newcastle ditutup di USD463,75 per ton. Harganya terbang 5,18 persen dibandingkan perdagangan terakhir pada pekan lalu.
Harga pada penutupan kemarin menjadi yang tertinggi dalam sejarah. Harga tersebut sekaligus melewati rekor sebelumnya, yakni USD446 per ton yang tercatat pada 2 Maret 2022 atau hanya beberapa hari setelah perang Rusia-Ukraina meletus.
Penguatan harga batu bara ini juga memperpanjang reli harga batu bara yang sudah berlangsung sejak Kamis pekan lalu. Dalam sepekan, harga batu bara sudah melonjak 11,6 persen secara point-to-point. Dalam sebulan, harga batu bara terbang 33,7 persen sementara dalam setahun melesat 160 persen.
Pada Juli 222, harga batu bara juga kembali melambung hingga ke titik USD438,40 tetapi langsung melandai 2,2 persen. Pada 26 Juli, harga batu bara sempat menyentuh USD440 per ton tetapi kemudian melandai 3,6 persen pada hari berikutnya.
Rekor baru pada kemarin masih dipicu oleh krisis gas Eropa. Rusia sudah menegaskan sikapnya bahwa mereka tidak akan memasok gas ke Eropa secara penuh jika sanksi kepada Rusia belum dicabut. "Persoalan pompa gas timbul karena sanksi yang diberikan kepada kami dan perusahaan kami oleh Negara Barat, termasuk Jerman dan UK. Tidak ada persoalan lain yang menyebabkan persoalan pompa gas," tutur juru bicara Kremlin Dmitry Peskov, dikutip dari BBC.
Pernyataan Kremilin tersebut langsung melambungkan harga gas Eropa. Harga gas Eropa langsung melambung 30 persen sehari dan 400 persen setahun kemarin menjadi sekitar 272 euro per megawatt hour (MWh). Rusia melalui perusahaan Gazprom berkontribusi terhadap 35 persen pasokan gas Eropa melalui jaringan Nord Stream 1. Pasokan gas saat ini terhenti karena Gazprom tengah melakukan perawatan terhadap jaringan gas tersebut. Gazprom sebelumnya telah memangkas pasokan gas hanya menjadi 20 persen sejak Juni.
Keputusan tersebut akan semakin menyulitkan Eropa. Terlebih, Benua Biru tengah dikejar waktu untuk mengisi pasokan gas untuk persiapan musim dingin.
Melonjaknya harga gas tersebut juga langsung berimbas kepada harga batu bara mengingat batu bara digunakan sebagai sumber energi alternatif. Dengan keputusan Rusia, permintaan akan batu bara diperkirakan akan kembali melambung sehingga harga batu bara melonjak.
Keputusan Rusia juga akan membuat persaingan dalam mendapatkan pasokan semakin ketat mengingat Tiongkok juga diperkirakan akan meningkatkan impor menyusul gelombang panas di Negara Tirai Bambu. Tiongkok tengah berkutat dengan gelombang panas yang menyebabkan penggunaan listrik melonjak tajam.
S&P dalam Market Movers Asia, Sept. 5-9: COVID-19 controls loom over China's oil demand recovery memperkirakan impor batu bara dari negara Xi Jinping itu akan meningkat. Indonesia adalah salah satu negara yang akan diuntungkan oleh kondisi tersebut. "Permintaan impor dari perusahaan Tiongkok sepertinya akan terus meningkat hingga permulaan musim semi tahun depan. Permintaan China akan menopang harga batu bara Indonesia," tulis S&P dalam laporannya.
Sementara itu, harga minyak dunia bergerak fluktuatif setelah sempat melonjak hampir tiga persen akibat kesepakatan negara Opec Plus untuk mengurangi produksi minyak 100 ribu barrel per hari mulai Oktober 2022.
Harga minyak jenis WTI menguat 2,36 persen menjadi USD88 per barel, sementara harga brent naik 0,39 persen menjadi USD95 per barel.
Penguatan harga komoditas ini berdampak positif pada pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang hari ini (6/9/2022) berada di teritori positif. IHSG hari ini ditutup menguat 0,02 persen di level 7.233.
Sektor energi menguat paling signfikan 2,55 persen. Namun pelaku pasar masih memantau bagaimana dampak kenaikan harga BBM pada harga barang dan jasa di Indonesia terhadap dampaknya pada ekonomi makro secara keseluruhan. (tim redaksi)
#batubara
#hargabatubara
#batubaracetakrekor
#eropakrisisenergi
#sektorenergi
Tidak ada komentar