Breaking News

Imbas Krisis Energi, Harga Makanan di Resto dan Mal Diprediksi Bakal Naik

Makan di restoran. Foto: Ilustrasi/ Net

WELFARE.id-Krisis pangan dan energi yang saat ini terjadi di separuh belahan dunia. Saat ini Eropa yang paling terpukul dengan kelangkaan pangan dan energi.

Meski Eropa jauh dari Indonesia, namun imbas dari perang Rusia vs Ukraina dan anomali cuaca juga bisa merembet sampai Indonesia. Alasannya sederhana, RI masih banyak mengimpor beberapa bahan baku pangan dan energi dari negara lain, termasuk Eropa.

Maka itu, jangan heran, jika kelangkaan energi dan pangan juga akan berimbas pada kenaikan harga makan di restoran dan mal. Hal itu disebabkan kondisi ketidakpastian ekonomi global yang akhirnya berdampak pada sektor energi dan pangan.

Pasalnya dengan kenaikan harga energi, hal itu dirasakan oleh para pelaku usaha makanan seperti restoran atau kafe yang memerlukan sumber energi yaitu gas. Ketua Umum DPP Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) Alphonzus Widjaja menjelaskan, sektor tersebut mengalami dampak yang dalam atas kenaikan harga energi.

"Dampak yang paling terasa itu di restoran dan kafe karena menggunakan gas. Jadi, biaya produksi bisa naik dan akhirnya harga naik," paparnya kepada wartawan beberapa waktu lalu, dikutip Sabtu (3/9/2022).

Ia mengaku, para pengusaha juga berupaya sekuat mungkin untuk tidak menaikkan harga menu makanan. Namun, apabila dampak krisis energi dan pangan terus berlanjut, ada kemungkinan pelaku usaha terpaksa menaikkan harga produk mereka.

"Saya tidak tahu apakah pelaku usaha bisa bertahan terus dengan tidak menaikkan harga. Tetapi sekarang, saya kira sudah ada kecenderungan kenaikan harga," bebernya.

Ia menambahkan, kenaikan harga energi tentu akan meningkatkan biaya produksi yang berdampak pada kenaikan harga produk. "Jadi barang-barang produksi naik harga produknya juga akan naik,” imbuhnya.

Di sisi lain, inflasi yang terjadi di Indonesia, menurutnya tidak membuat dirinya khawatir akan dampak kepada industri ritel. Karena inflasi di Indonesia masih single digit dibandingkan beberapa negara lainnya.

Ia pun optimistis, pemerintah juga akan berusaha menjaga inflasi dengan baik dan tidak akan terlalu berdampak terhadap kondisi para usaha keseluruhan. "Kami optimistis bahwa kondisi ini akan tetap terjaga sehingga tidak akan terlalu berdampak,” ulasnya.  

Di sisi lain, dampak perekonomian global juga terasa pada tingkat keterisian mitra usaha di pusat perbelanjaan. Sebab, dampak inflasi global yang memengaruhi biaya energi juga turut mengganggu penjualan di sektor ritel.

Sebelumnya, tingkat keterisian mitra usaha telah terkontraksi sekitar 10% hingga 20% akibat serangan pandemi. Namun kemudian jumlahnya mulai membaik seiring dengan kondisi pandemi yang relatif terjaga.

"Jadi, saya kira sampai akhir tahun ini (occupancy rate) bisa mencapai 80% secara nasional. Sebenarnya kami optimististis, tapi kita lihat ke depan," tuntasnya. (tim redaksi)

#mal
#restoran
#krisisenergi
#kenaikanhargagas
#kenaikanbiayaproduksi
#hargamakanannaik
#asosiasipengusahamal
#appbi
#occupancyrate

Tidak ada komentar