Breaking News

Dugaan Kebocoran Data Pribadi Terjadi Berulang Kali, Pakar Keamanan Siber Desak Audit dan Investigasi Digital Forensik!

Kumpulan data pribadi. Foto: Ilustrasi/ Net

WELFARE.id-Pakar keamanan siber Pratama Persadha menyebutkan, kebocoran data hanya dialami beberapa perusahaan negara. Data di perusahaan swasta juga bisa bocor, seperti PLN, Indihome, maupun data Kampus, data Sekolah, data penduduk, database 21 ribu perusahaan.

Pratama menuturkan, kebocoran tersebut diunggah hari Selasa siang 31 Agustus oleh anggota forum situs breached.to dengan nama identitas ‘Bjorka’ yang juga membocorkan data riwayat pelanggan Indihome beberapa waktu lalu. Pengunggah tersebut juga memberikan sample data sebanyak 1,5 juta data.

"Jika diperiksa, sample data yang diberikan tersebut memuat sebanyak 1.597.830 baris berisi data registrasi sim card milik masyarakat Indonesia. isinya berupa NIK (Nomor Induk Kependudukan), nomor ponsel, nama provider, dan tanggal registrasi,” ujar Chairman Lembaga Riset Siber CISSReC (Communication & Information System Security Research Center) dalam keterangan resminya. Penjual juga mencantumkan harga sebesar 50.000 dollar atau sekitar 700 juta rupiah dan transaksi hanya menggunakan mata uang kripto.

Menurut Pratama, data pastinya berjumlah 1.304.401.300 baris dengan total ukuran mencapai 87 GB. "Ketika sampel data dicek secara acak dengan melakukan panggilan beberapa nomor, maka nomor tersebut masih aktif semuanya," bebernya, dikutip Jumat (2/9/2022).

Berarti dari 1,5 juta sampel data yang diberikan merupakan data yang valid. Untuk mengecek apakah data kita termasuk kedalam 1,5 juta sampel data yang dibagikan atau tidak, bisa menggunakan situs www.periksadata.com dengan memasukkan nomor ponsel. 

"Sampai saat ini sumber datanya masih belum jelas. Dari pihak Kominfo, Dukcapil, maupun operator seluler juga telah membantah bahwa datanya dari server mereka. Masalahnya saat ini hanya mereka (Kominfo, Dukcapil, Operator seluler) yang memiliki dan menyimpan data ini. Kalau operator seluler sepertinya tidak mungkin, karena sample datanya lintas operator,” kata Pratama seraya menambahkan, jalan terbaik harus dilakukan audit dan investigasi digital forensic untuk memastikan kebocoran data ini dari mana. 

Sangat mustahil jika data yang bocor ini tidak ada yang mempunyainya. "Namun kalau kita melihat sample data yang datanya dari semua operator maka seharusnya cuma Kominfo yang bisa mempunya data ini, Tapi kita perlu pastikan dulu.” imbuhnya.

Ditambahkan Pratama, jika data ini benar artinya semua nomor ponsel di Indonesia sudah bocor baik itu sim card prabayar maupun pascabayar dan sangat rawan sekali data ini jika digabungkan dengan data-data kebocoran yang lain, bisa menjadi data profile lengkap yang bisa dijadikan data dasar dalam melakukan tindak kejahatan penipuan atau kriminal yang lain. 

"Dengan kondisi di Indonesia yang belum ada UU Perlindungan Data Pribadi, sehingga tidak ada upaya memaksa dari negara kepada peneyelenggara sistem elekntronik (PSE) untuk bisa mengamankan data dan sistem yang mereka kelola dengan maksimal atau dengan standar tertentu. Akibatnya banyak terjadi kebocoran data, namun tidak ada yang bertanggungjawab, semua merasa menjadi korban," bebernya.

Padahal, kata dia, soal ancaman peretasan ini sudah diketahui luas. Maka seharusnya PSE melakukan pengamanan maksimal, misalnya dengan menggunakan enkripsi/penyandian untuk data pribadi masyarakat. 

"Minimal melakukan pengamanan maksimal demi nama baik lembaga atau perusahaan,” tutur pria asal Cepu, Jawa Tengah ini. Pratama menjelaskan di Uni Eropa denda bisa mencapai 20 juta euro untuk setiap kasus penyalahgunaan dan kebocoran data pribadi masyarakat.

BSSN juga harus masuk lebih dalam pada berbagai kasus kebocoran data di tanah air. Minimal menjelaskan ke publik bagaimana dan apa saja yang dilakukan berbagai lembaga publik yang mengalami kebocoran data akibat
peretasan.

"Karena selama ini selain tidak ada sanksi yang berat, karena belum adanya UU PDP, pasca kebocoran data tidak jelas apakah lembaga bersangkutan sudah melakukan perbaikan atau belum. Jadi publik perlu tahu, dan bila ini terus terjadi maka dunia internasional akan meningkat ketidakpercayaan pada Indonesia. Padahal Indonesia kini “pemimpin” G20, jangan sampai ajang G20 nanti dihiasi kebocoran data,” paparnya.

Sebelumnya, Pengamat Keamanan Siber dari Vaksincom, Alfons Tanujaya mengatakan, data nomor ponsel yang ada di dalam tangkapan layar tersebut valid. Dia menjelaskan sudah dilakukan pengecekan ke beberapa nomor.

"Data registrasi SIM-nya valid, nomornya valid dan sudah di crosscheck ke beberapa nomor," kata Alfons. Ia menjelaskan, data yang disajikan di dalamnya hanya ada NIK dan nomor ponsel. 

Sementara untuk program registrasi SIM Card yang dilakukan Kementerian Kominfo beberapa waktu lalu memerlukan data Kartu Keluarga (KK). "Kalau dari datanya benar. Itu datanya NIK dan data telepon. Tetapi kalau registrasi sim card, NIK dan KK, di situ tidak ada. Itu yang harus dicari, institusi mana yang menyimpan tanpa NIK-KK." terang Alfons. (tim redaksi)

#kebocorandatakonsumen
#nohp
#nik
#simcard
#kebocorandatasimcard
#kominfo
#registrasisimcard
#kk
#pengamatkeamanansiber

Tidak ada komentar