Breaking News

Perokok Anak terus Meningkat, Revisi PP 109 Tahun 2012 Perlu segera Dilakukan

Dua pelajar anak merokok saat naik angkutan kota. Foto: net

WELFARE.id-Perokok anak terus bertambah di Tanah Air. Karena itu, Ketua Yayasan Lentera Anak Lisda Sundari menilai ada urgensi dalam merevisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan.

Revisi perlu dilakukan lantaran  PP tersebut tidak mampu melindungi anak-anak dari bahaya merokok.

Revisi PP pun diperlukan untuk menurunkan prevalensi perokok anak dari 9,4 persen menjadi 8,7 persen sesuai target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024. 

”Di Indonesia kalau kita bicarakan pengendalian tembakau itu peraturan yang ada cuma PP Nomor 109 tahun 2012. Sementara dengan peraturan yang seperti ini, jumlah perokok kita meningkat terus," ujarnya, Jumat (19/8/2022). 

Lisda juga menuturkan, sejatinya PP itu memiliki tujuan yang bagus, yakni melindungi kesehatan perseorangan, keluarga, dan masyarakat, serta melindungi penduduk usia produktif, anak, remaja, dan perempuan hamil. 

Akan tetapi, menurutnya juga, PP yang sudah berusia sekitar 10 tahun tersebut tidak lagi sesuai dengan perkembangan zaman. Oleh karena itu, ada urgensi untuk merevisi PP. 

”Tujuannya bagus banget PP ini. Tapi tahun 2013-2021 tujuan ini sulit tercapai, nyatanya perokok anak terus meningkat sehingga kami menyimpulkan tidak mampu mengakomodir perkembangan zaman," cetus Lisda juga.

Dia menyebut, revisi PP perlu dilakukan lantaran beleid itu tidak bisa melindungi anak-anak, karena iklan rokok masih boleh, keterpaparan iklan di internet meningkat, anak-anak mudah mengakses rokok, tidak adanya pengaturan rokok elektrik saat sudah kena cukai 57 persen, dan peringatan kesehatan bergambar masih minimalis. 

Adapun beberapa substansi yang perlu masuk dalam revisi PP Nomor 109/2012, meliputi pembesaran peringatan kesehatan bergambar, larangan iklan, promosi, dan sponsorship. Lalu juga dimasukan pengaturan rokok elektrik, pelarangan penjualan rokok batangan, dan peningkatan fungsi pengawasan pengendalian konsumsi tembakau. 

”Jadi sebenarnya kalau saya bicara soal RPJMN prosesnya revisi PP itu adalah salah satu strategi yang dilakukan untuk mencapai target RPJMN tadi, salah satunya dengan merevisi PP," jelas dia. 

Tapi, ujar Lisda lagi, revisi PP 109/2012 terkesan maju mundur. Pada tahun 2028-2019, revisi PP ini sudah pernah dibahas sebanyak 8 kali antar kementerian. Di tahun yang sama, prevalensi perokok anak naik menjadi 9,1 persen. 

Dengan demikian, target menurunkan prevalensi perokok anak menjadi 5,4 persen dalam RPJMN 2015-2019 gagal. Kemudian pada tahun 2021, Kemenkes mengajukan izin prakarsa ke presiden untuk merevisi PP tersebut. 

Tapi, Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) mengembalikan lagi ke Kemenkes untuk dilengkapi. Di tahun ini, Kemenkes kembali menyiapkan naskah akademik dan uji publik terkait revisi PP tersebut. 

Berdasar rencana, Kemenkes bakal mengajukan izin prakarsa lagi kepada Presiden terkait revisi PP tersebut. ”Apakah kita bisa menjadikan momentum juga untuk mengawal revisi PP ini. Karena kita enggak ingin terulang lagi," tandas Lisda juga. (tim redaksi)


#perokok
#perokokanak
#pp109tahun2012
#revisi
#cegahperokok
#beleid
#kesehatan

Tidak ada komentar