Breaking News

Luhut Usul Perubahan UU TNI, Kontras dan DPR Angkat Bicara

Ilustrasi (Foto: net) 

WELFARE.id-Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengusulkan perubahan Undang-Undang TNI agar perwira aktif TNI dapat bertugas di kementerian/lembaga. 

"Undang-undang TNI itu sebenarnya ada satu hal yang perlu sejak saya Menko Polhukam, bahwa TNI ditugaskan di kementerian/lembaga atas permintaan dari institusi tersebut atas persetujuan Presiden," ujarnya dalam acara Silaturahmi Nasional Persatuan Purnawirawan TNI AD, dikutip Selasa (9/8/2022). 

Ia berpendapat, jika perubahan tersebut terwujud, maka, tidak ada lagi perwira-perwira tinggi TNI AD yang mengisi jabatan-jabatan tak perlu sehingga kerja TNI AD semakin efisien. "Para perwira tinggi AD, nantinya juga tidak perlu berebut jabatan karena mereka bisa berkarir di luar institusi militer," kata kata pensiunan jenderal itu. 

"Sebenarnya TNI itu nanti bisa berperan lebih lugas lagi dan perwira-perwira TNI kan tidak semua harus jadi KSAD, bisa saja tidak KSAD tapi dia di kementerian," tambahnya. 

Ia menambahkan, ketentuan yang ia usulkan itu sudah berlaku bagi perwira aktif Polri yang bisa ditugaskan di sejumlah kementerian/lembaga. "Jadi saya berharap TNI dalam hal ini dengan Kemhan nanti kalau bisa supaya masukkan satu pasal ini kepada perubahan UU TNI," kata dia. 

Ketentuan mengenai penugasan anggota TNI di institusi pemerintah sebetulnya sudah diatur dalam Pasal 47 UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI. Pada ayat pertama, disebutkan bahwa prajurit hanya dapat menduduki jabatan sipil setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas aktif keprajuritan. 

Lalu, pada ayat 2 diatur, prajurit aktif dapat menduduki jabatan pada kantor yang membidangi koordinator bidang Politik dan Keamanan Negara, Pertahanan Negara, Sekretaris Militer Presiden. Kemudian, Intelijen Negara, Sandi Negara, Lembaga Ketahanan Nasional, Dewan Pertahanan Nasional, Search and Rescue (SAR) Nasional, Narkotik nasional, dan Mahkamah Agung. 

Penempatan itu didasarkan atas permintaan pimpinan departemen dan lembaga pemerintahan non departemen serta tunduk pada ketentuan administrasi yang berlaku dalam lingkungan departemen dan lembaga pemerintah non departemen dimaksud. Lalu, pengangkatan dan pemberhentian jabatan bagi prajurit dilakukan sesuai dengan kebutuhan organisasi departemen dan lembaga pemerintah non departemen yang bersangkutan. 

Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) pun mengecam usulan tersebut. Wakil Koordinator KontraS Rivanlee Anadar mengatakan, usulan tersebut sangat problematis, sebab kontraproduktif terhadap semangat profesionalisme militer yang mengamanatkan agar TNI fokus pada tugas pertahanan sebagaimana perintah konstitusi. 

Rivanlee menilai usulan tersebut juga menunjukkan agenda pengembalian orde baru semakin terang-terangan dilakukan. "Selain itu, ditempatkannya TNI pada kementerian atau jabatan sipil lainnya menunjukkan bahwa agenda pengembalian nilai orde baru semakin terang-terangan dilakukan," imbuhnya. 

Pihaknya melihat bahwa upaya penempatan TNI pada jabatan sipil, lagi-lagi menunjukan kegagalan manajerial dalam mengidentifikasi masalah di tubuh institusi. 

Selama bertahun-tahun kata Rivanlee, TNI terjebak dalam wacana penempatan perwira aktif di berbagai jabatan sipil. Hal tersebut terus dilakukan sebagai jalan pintas untuk menyelesaikan berbagai masalah institusi seperti halnya menumpuknya jumlah perwira non-job. "Alih-alih melakukan evaluasi mendalam dan menyasar pada akar masalah, wacana untuk membuka keran dwifungsi TNI terus diproduksi," tuturnya. 

Kontras juga mengkhawatirkan, jika diperkenankannya TNI menempati jabatan sipil, salah satunya di kementerian, akan menciptakan ketidakprofesionalan khususnya dalam penentuan jabatan. Sebab, mekanisme bukan lagi berfokus pada kualitas seseorang dalam kerangka sistem merit, melainkan berdasarkan kedekatan atau ‘power’ yang dimiliki. 

Ia pun menyinggung beberapa menteri Presiden Jokowi yang memiliki latar belakang militer dan berpotensi terjadi konflik kepentingan. "Belum lagi beberapa menteri yang menghuni kabinet Presiden Joko Widodo memiliki latar belakang militer, sehingga akan berpotensi besar melahirkan konflik kepentingan," ungkapnya. 

Menurutnya terdapat sejumlah permasalahan manajerial yang terjadi di tubuh TNI sejak 2019. Yakni saat Panglima sebelumnya yakni Marsekal Hadi Tjahjanto mengungkap bahwa terdapat 500 perwira TNI tidak dalam tugas. Sayangnya kata dia, langkah atau solusi yang ditawarkan selalu menempatkan TNI pada jabatan sipil. 

Pihaknya menduga bahwa pada praktiknya hanya berujung pada bag-bagi jabatan, tanpa memperhatikan kebutuhan. 

Di sisi lain, kata Rivanlee membludaknya prajurit non-job justru disertai dengan bertambah besarnya jumlah pasukan TNI khususnya Angkatan Darat (AD). "Kami mengkhawatirkan bahwa seleksi besar-besaran tanpa pernah dibarengi oleh audit penerimaan hanya menambah rumit persoalan. Seiring berjalannya waktu jumlah jabatan akan terus mengerucut, sementara jumlah perwira tak berkurang," kata Rivanlee. 

Hal ini kata Rivanlee, pada akhirnya membuat posisi yang tersedia tidak akan cukup mengakomodir seluruh jumlah TNI aktif. Belum lagi permasalahan vetting mechanism yang menjadi ukuran jenjang kenaikan pangkat sampai saat ini belum jelas," tambahnya. 

Kritik juga disampaikan anggota Komisi I DPR dari Fraksi Golkar, Dave Laksono. Dave mengatakan semua pihak harus tetap menjaga semangat reformasi yang telah menghapus dwifungsi ABRI dengan melarang anggota TNI aktif menduduki jabatan sipil. "Kita harus menjaga semangat reformasi agar tidak sampai kembali ke era sebelumnya di mana adanya dwi fungsi ABRI," tandasnya. 

Menurutnya, rencana Luhut agar perwira TNI aktif bisa menduduki jabatan sipil saat ini tak lebih penting dari kebutuhan untuk menjaga profesionalitas. Dave memahami dalam beberapa tugas, kementerian atau lembaga negara membutuhkan profesionalitas dan model kepemimpinan TNI. 

Namun, keperluan itu tak lebih mendesak daripada kebutuhan untuk tetap memelihara supremasi sipil. "Akan tetapi yang paling penting harus tetap dijaga adalah supremasi sipil dalam menjalankan roda pemerintahan dan roda demokrasi yang hidup di Indonesia," imbuhnya. (tim redaksi) 

#uutni
#lbp
#luhutbinsarpandjaitan
#perubahaanuutni
#kontras
#dpr

Tidak ada komentar