Breaking News

Kenaikan Tarif Ojol, YLKI dan Asosiasi Driver Beri Respons

Ojek online. Foto: Ilustrasi/ Net

WELFARE.id-Regulasi Kementerian Perhubungan (Kemenhub) terkait dengan batas tarif ojek online dinilai tidak adil bagi operator transportasi lain. Hal tersebut juga dinilai belum sejalan dengan peningkatan kesejahteraan berbagai pihak seperti konsumen dan mitra pengemudi.

Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menilai, konsep regulasi yang ada pada Keputusan Menteri Perhubungan No.KP 564/2022 tidak adil terhadap operator transportasi lain, karena banyak moda transportasi lain yang belum kunjung dievaluasi tarifnya. 

"Bahkan memunculkan pertanyaan, ada apa dengan Kemenhub sehingga mudah membuat regulasi anyar terkait pentarifan ojol. Sedangkan untuk public transport lain yang notebene sudah lama tarif tidak dievaluasi justru tidak terendus," terang Pengurus Harian YLKI Agus Suyatno, dikutip Kamis (11/8/2022).

Ia menambahkan, regulasi baru soal pentarifan ojek online itu kental dengan kepentingan perusahaan aplikasi, karena dinilai mendapat ruang yang cukup besar dalam penentuan tarif. Akan tetapi, imbuhnya, operator transportasi lain tidak memiliki kuasa yang sama besarnya untuk menentukan tarif.

Di sisi lain, Agus menilai keputusan untuk meningkatkan biaya jasa penggunaan ojek online tidak sejalan dengan pemantaun pelayanan terhadap konsumen, terutama terkait dengan keamanan berkendara. Kemudian, kenaikan tarif ojek online dinilai tidak mempertimbangkan daya beli konsumen yang belum seutuhnya pulih dari tekanan pandemi COVID-19.

Dirinya lebih mempertanyakan kesejahteraan driver sebagai alasan dalam peningkatan tarif ojek online. Ia merasa regulator dalam hal ini pemerintah perlu memberikan penjelasan lebih lanjut.

Apalagi ketika biaya tidak langsung untuk sewa penggunaan aplikasi sebesar 20 persen masih berlaku. Sebab, biaya tidak langsung untuk sewa penggunaan aplikasi 20 persen cukup besar, serta persaingan yang ketat di antara driver dengan jumlah driver yang sangat banyak. 

"Ketika tarif naik dengan persentase (biaya sewa) yang tetap. Nilai masuk ke perusahaan aplikasi tetap makin besar dan nominal potongan ke driver lebih banyak," imbuhnya.

Di sisi lain, ia menilai ada hal lain yang harusnya diintervensi oleh regulator selain dari urusan pentarifan. Misalnya, peningkatan pelayanan dan penjaminan keselamatan, serta regulasi ojek online sebagai salah satu moda transportasi.

"Preseden di beberapa negara ASEAN seperti Vietnam dan Thailand, ojol sudah diregulasi. Tetapi menurut YLKI, jika tidak akan  diregulasi di UU (minimal) di Kepmen seperti sekarang ini," imbuhnya.

Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Pengemudi Ojek Daring Garda Indonesia Igun Wicaksono mengatakan, aturan baru tersebut akan membuat tarif penggunaan layanan ojol berpotensi naik bagi para pelanggan pengguna. "Kenaikan tarif merupakan tuntutan dari asosiasi juga dari rekan-rekan driver ojol, yang sudah sejak tahun 2019 atau dua tahun tidak ada perubahan tarif," terangnya. 

Kenaikan tarif per KM maupun biaya jasa minimal, seharusnya diberlakukan menyeluruh pada semua zonasi seluruh Indonesia dan tidak hanya pada salah satu zonasi saja. Igun mendesak Kemenhub menyikapi kembali hal ini, karena tuntutan dari rekan-rekan mitra pengemudi ojol dari seluruh Indonesia juga perlu diperhatikan.

"Sehingga kenaikan tidak ekslusif hanya berlaku pada area Jabodetabek," ulasnya. Meski demikian, Igun mengakui jika aturan baru Kemenhub ini merupakan hal yang positif bagi asosiasinya. 

Karena, mereka berharap hal itu bisa meningkatkan pendapatan para mitra pengemudi ojol. Artinya, penyesuaian tarif ini dapat dimanfaatkan oleh mereka untuk meningkatkan performanya.

Namun, adanya regulasi baru ini juga harus giat disosialisasikan oleh Kemenhub selaku regulator, kepada seluruh stakeholder. Termasuk, mitra pengemudi dan juga pengguna jasa layanan aplikasi, atau pelanggan dari ojek online itu sendiri. 

Adanya perubahan batas tarif ojek online pada KM No.KP 564/2022 dinilai akan mendorong tarif layanan ride-hailing sepeda motor untuk naik. Pada KM No.KP 564/2022, biaya jasa atau tarif minimal ojek online yang harus dibayarkan penumpang yakni untuk jarak tempuh paling jauh 5 kilometer (km). 

Pada regulasi sebelumnya, tarif minimal ditetapkan untuk jarak tempuh paling jauh 4 km. Contohnya, di Jakarta, tarif minimal ojek online untuk jarak tempuh tersebut masih sebesar Rp14.000 pada layanan sepeda motor.

Berikut rincian besaran biaya jasa yang diatur dalam tiga zona pada aturan baru KM No.564/2022 yang terbit 4 Agustus 2022:

a. Biaya jasa Zona I meliputi Sumatera, Jawa (selain Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi), dan Bali yaitu:

- biaya jasa batas bawah sebesar Rp1.850/kilometer (km);

- biaya jasa batas atas sebesar Rp2.300/km; dan

- biaya jasa minimal dengan rentang biaya jasa antara Rp9.250 sampai dengan Rp11.500.

b. Biaya jasa Zona II yang meliputi Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi yaitu:

- biaya jasa batas bawah sebesar Rp2.600/km;

- biaya jasa batas atas sebesar Rp2.700/km; dan

- biaya jasa minimal dengan rentang biaya jasa antara Rp13.000 sampai dengan Rp13.500.

c. Biaya jasa Zona III yang meliputi Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara dan sekitarnya, Maluku dan Papua yaitu:

- biaya jasa batas bawah sebesar Rp2.100/km;

- biaya jasa batas atas sebesar Rp2.600/km; dan

- biaya jasa minimal dengan rentang biaya jasa antara Rp10.500 sampai dengan Rp13.000.

Jika dibandingkan dengan aturan sebelumnya pada KM No. KP 348/2019, perubahan juga terjadi pada Zona I dan Zona III untuk biaya jasa minimal yang rentang biayanya menjadi lebih tinggi pada regulasi baru. Di sisi lain, biaya sewa penggunaan aplikasi oleh mitra pengemudi masih sama pada regulasi baru dan lama yakni paling tinggi 20 persen. (tim redaksi)

#ojekonline
#ojol
#mitrapengemudi
#ylki
#aplikasiojol
#kenaikanhargatarifojol
#kemenhub

Tidak ada komentar