Breaking News

BI Akhirnya Naikkan Suku Bunga Acuan, Ini Dia Dampaknya Terhadap Masyarakat

Ilustrasi (net) 

WELFARE.id-Bank Indonesia (BI) menggelar Rapat Dewan Gubernur (RDG) periode Agustus 2022. Setelah 17 bulan berturut menahan suku bunga di level 3,5 persen, BI akhirnya menaikkan juga suku bunga acuan BI 7-Days Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 25 basis poin (bps) dalam Rapat Dewan Gubernur BI Agustus 2022. Kini suku bunga acuan BI sebesar 3,75 persen. 

BI juga menaikkan suku bunga deposit facility sebesar 25 bps menjadi 3 persen dan suku bunga lending facility sebesar 25 bps menjadi 4,5 persen. 

Gubernur BI Perry Warjiyo menyebutkan, ada beberapa alasan yang mempengaruhi langkah BI menaikkan suku bunga acuan. Yakni kondisi inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan menjaga stabilitas nilai tukar rupiah. 

Terkait dengan inflasi, kata Perry, inflasi yang dilihat BI adalah inflasi secara fundamental yang tercermin dari inflasi inti. Dengan melihat kondisi terkini, Perry meyakini, inflasi inti bisa melampaui batas atas sasaran BI yang sebesar 4 persen yoy. 

“Inflasi inti bisa di 4,15 persen yoy. Kenaikan risiko inflasi inti dan ekspektasi inflasi ini rembetan dari kenaikan inflasi harga bergejolak dan diatur pemerintah. Ini yang kami respon dengan meningkatkan suku bunga acuan," ujarnya dikutip Rabu (24/8/2022). 

Padahal, pada pertemuan sebelumnya, BI masih meyakini inflasi inti pada tahun 2022 akan bergerak di kisaran sasaran BI yang sebesar 2 persen yoy hingga 4 persen yoy, sehingga bisa memberi ruang untuk BI menahan suku bunga acuan selama beberapa waktu. 

Alasan lain BI untuk menaikkan suku bunga pada bulan ini adalah pertumbuhan ekonomi yang mulai solid. Ini tercermin dari pertumbuhan ekonomi kuartal III-2022 yang sebesar 5,44 persen yoy, atau lebih tinggi dari perkiraan sebelumnya 

Pemulihan ekonomi ini juga diperkirakan terus berlanjut, seiring dengan perbaikan berbagai indikator dini. Sehingga, BI pun memperkirakan pertumbuhan ekonomi pada kuartal III-2022 bisa mencapai 5,5 persen yoy, atau kembali meningkat dari capaian pertumbuhan pada kuartal sebelumnya. 

Perry melihat, ini menunjukkan kekuatan permintaan dalam negeri dalam mendorong pertumbuhan ekonomi. Inilah yang menjadi salah satu alasan bagi BI untuk akhirnya menaikkan suku bunga acuan. 

Kenaikan suku bunga acuan ini, lanjutnya, adalah untuk memperkuat stabilitas nilai tukar rupiah di tengah kondisi global yang tidak menentu. "Apalagi, dampak kebijakan suku bunga bank sentral negara maju berdampak pada terbatasnya aliran modal asing ke Indonesia dan memberi tekanan pada rupiah," katanya. 

BI juga melakukan triple intervention, yaitu intervensi di pasar spot, DNDF, dan pembelian surat berharga negara (SBN) di pasar sekunder saat investor asing melepas SBN. Namun, di sisi lain, BI juga melakukan penjualan SBN berjangka pendek 

“Ini kami lakukan untuk memperkuat nilai tukar rupiah, agar imbal hasil ini menarik untuk jangka pendek. Sehingga, akan ada investasi portofolio yang masuk ke dalam negeri,” terangnya. 

Perry menyebutnya Operasi Twist. Dalam hal ini, ia juga bertujuan untuk menstabilkan pergerakan yield SBN agar ada dana asing yang masuk ke pasar keuangan dalam negeri, sehingga turut mendukung pemulihan ekonomi nasional dan mengurangi beban pemerintah. 

Lantas apa sebenarnya dampak kenaikan suku bunga bagi masyarakat? 

Ekonom Bank Danamon Irman Faiz mengatakan, inflasi inti dan stabilitas rupiah masih terkendali. Kondisi ini menjadi modal bagi BI dalam mempertahankan suku bunga acuan pada bulan ini. "Data inflasi inti dan pergerakan rupiah cenderung masih dalam appetite BI," tutur Irman. 

Sementara itu, ekonom BCA David Sumual menjelaskan, kenaikan suku bunga acuan BI akan terlebih dahulu direspons oleh perbankan dengan menaikkan suku bunga deposito. Namun, menurut dia, tak semua bank akan langsung meresponsnya. "Biasanya suku bunga simpanan naik duluan. Mungkin bulan depan, paling tidak sudah ada respons," tukasnya. 

Meski demikian, menurut David, reaksi dari masing-masing bank merespons kenaikan bunga acuan BI akan berbeda bergantung pada likuiditas bank. Jika kondisi likuiditas bank bagus, bisa jadi bank tersebut tak perlu menaikkan bunga deposito.  

Sementara untuk bunga kredit, menurut David, kenaikan bunga acuan sebesar 25 bps tak akan direspons bank dengan langsung menaikkan bunga pinjaman. Namun meski bunga pinjaman naik, David masih yakin kenaikan bunga BI tak akan menganggu permintaan kredit. 

"Permintaan kredit memang sudah mulai naik dan sudah di atas 10 persen saya rasa kenaikan bunga BI tak akan menganggu pemulihan ekonomi," katanya.  

David memperkirakan BI akan menaikkan bunga acuan sebesar 100 bps menjadi 4,5 persen. Kenaikan bunga di tahun ini tentu akan direspons bank dengan menaikkan bunga deposito dan kredit.  "Tapi saya rasa tidak akan menganggu pemulihan ekonomi secara signifikan. Namun, ini ceritanya akan berbeda jika ada kenaikan harga BBM," tukasnya. 

Kenaikan harga BBM, menurut David, membuat BI berpotensi menaikkan bunga acuan di atas 1 persen. Kenaikan suku bunga akan bergantung pada besaran kenaikan harga BBM dan dampaknya terhadap inflasi. 

David mengatakan, BI perlu menaikkan suku bunga untuk menjangkar ekspektasi inflasi dengan memberikan sinyal kepada pasar. Kenaikan bunga sebesar 25 bps saat ini tak akan berdampak signifikan pada pemulihan ekonomi. "Ini berbeda dengan kenaikan bunga secara agresif yang dilakukan The Fed," pungkasnya. (tim redaksi) 

#bankindonesia
#bi
#sukubunga
#sukubungaacuan
#binaikkansukubunga
# ekonom
#inflasi

Tidak ada komentar