Breaking News

APBN Terbatas, Ternyata Begini Inovasi Pembiayaan Infrastruktur RI

Surat utang. Foto: Ilustrasi/ Net

WELFARE.id-Pemerintah mengakui, muncul sejumlah tantangan ketika melakukan penarikan surat berharga negara (SBN). Apalagi terkait pembiayaan infrastruktur di dalam negeri.

Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan Luky Alfirman mengungkapkan, dalam pembangunan infrastruktur publik di dalam negeri, tak bisa semuanya ditanggung oleh APBN. Oleh karena itu, untuk membangun infrastruktur dibutuhkan berbagai inovasi pendanaan.

"Infrastruktur itu long investment, mereka (investor) butuh kepastian, risk-nya harus diperhitungkan. Sehingga investor bersedia untuk ikut masuk," jelas Luky dalam sebuah webinar, dikutip Sabtu (9/7/2022).

Menurut dia, dalam merancang pendanaan infrastruktur dan untuk menarik investor harus dibangun kredibilitasnya. Hal ini mirip seperti pemerintah dalam menerbitkan SBN.

"Kami mengelola sovereign bond, gak ada kolateral atau underlying-nya, tapi kita bicara trust, kredibilitas, dan reputasi. Kita dinilai dari rating agency dan melihat risikonya, dikonversikan dalam bentuk rate-nya berapa. Ada investment grad, nanti ditransaksikan, ini cost yang harus dibayar dalam yield (imbal hasil)," ujarnya lagi.

Semua risiko dalam pembangunan infrastruktur di dalam negeri, lanjutnya, harus diperhitungkan. Karena ketika proyek itu gagal, akan langsung menghantam APBN.

"Harus bisa memberikan keyakinan kepada investor. Hitung semua risiko dan perencanaan yang matang," ujarnya.

Demikian juga, pemerintah menerbitkan Surat Berharga Syariah (SBSN) dan green sukuk. Pemerintah juga melakukan ekstra usaha dalam persiapan project-nya yang menjadi underlying.

Menurutnya, swasta akan masuk dalam suatu proyek apabila menguntungkan. Di sisi lain pembangunan infrastruktur masuk dalam investasi jangka panjang. 

Oleh karena itu, pemerintah harus mengelola risiko agar investor mau masuk dalam berbagai proyek pembangunan. "Sayangnya masih belum melihat adanya benefit dari by going green yang sudah menerbitkan sifatnya green. 

Yang kita harapkan yield-nya itu cost-nya harus lebih rendah. Tanpa itu akhirnya membuat calon-calon issuer, ngapain repot menerbitkan yang sifatnya green kalau there's no incentive," paparnya.

Di samping itu, saat pemerintah menerbitkan surat utang, imbuhnya, investor akan melihat aspek kepercayaan, kredibilitas, reputasi dan bagaimana pemerintah mengelola ekonomi mulai dari sektor riil, moneter, fiskal dan eksternal. 

Di dalam RPJMN Nasional di tahun 2020-2024, total kebutuhan pendanaan infrastruktur mencapai Rp6.445 triliun dan APBN hanya mampu menyediakan Rp2.706 triliun triliun atau 42% dari total kebutuhan pendanaan, dan sisanya berasal dari BUMN serta swasta.

Namun, pemerintah, terus mendorong alternatif pendanaan menggunakan skema kerja sama pembangunan yang melibatkan swasta (Public Private Partnership (PPP) dengan tujuan untuk mendukung penyediaan infrastruktur publik. "Alhamdulilah 4-5 tahun semakin banyak so far sudah 29-30 project kami selesai dengan program skema PPP," tuntasnya. (tim redaksi)

#suratberharganegara
#sbn
#sovereignbond
#infrastrukturpublik
#suratberhargasyariah
#pembiayaaninfrastruktur
#apbn
#kementeriankeuangan

Tidak ada komentar