Breaking News

Pro Kontra Pembatasan E-Commerce Asing, Pengamat: Regulasi Harus Jelas!

E-commerce. Foto: Ilustrasi/ Net

WELFARE.id-Rencana pemerintah untuk membatasi produk impor yang difasilitasi oleh e-commerce asing disambut baik berbagai kalangan. Regulasi mengenai pembatasan tersebut dinilai akan mendukung tumbuhnya industri dalam negeri.

Pemerintah didorong untuk lebih spesifik dan mendetail dalam membuat regulasi perdagangan di e-commerce. Seperti membuat daftar produk asing apa saja yang dilarang, dan produk yang diperbolehkan untuk dijajakan di e-commerce.

“Supaya regulasinya itu pasti dan nggak bikin orang gambling. Aturan pemerintah tersebut harus jelas. Kalau melarang, juga diperjelas list-nya,” kata Dewi Meisari Haryanti dari UKM Indonesia dalam keterangannya, dikutip Jumat (24/6/2022).

Dia menambahkan, penekanan tersebut ditujukan untuk menghindari ketidakpastian dan masalah baru dalam industri e-commerce yang saat ini tengah bertumbuh. Oleh karena itu, Menteri Perdagangan yang baru Zulkifli Hasan diharapkan dapat mengemas regulasi yang tepat sasaran.

Selain itu, Dewi berharap pemerintah juga memberikan penguatan yang holistik dengan memberikan pendampingan bagi UMKM Indonesia. Untuk mencapai akselerasi perkembangan UMKM Indonesia, yang dibutuhkan adalah pendampingan yang kontinyu melalui berbagai macam pelatihan dan praktiknya.

"Pendampingan pun tidak sebatas webinar maupun seremoni, tapi benar-benar praktik hingga bisa naik kelas,” harapnya.

Sementara itu, Peneliti Center of Innovation and Digital Economy Indef Nailul Huda mengatakan, terkait regulasi soal produk impor di e-commerce salah satu solusi yang dapat diambil pemerintah, yaitu dengan meningkatkan tarif bea impor barang. Selain itu, harus ada labelisasi di setiap produk yang dijual seperti mencantumkan keterangan asal produk apakah impor atau lokal.

“Ada dua keuntungan jika hal tersebut diterapkan. Pertama, konsumen tetap bisa membeli produk dari luar dengan harga yang sudah disesuaikan dengan tarif bea masuk. Sementara pemerintah memperoleh pendapatan untuk meningkatkan kapasitas usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) agar bisa bersaing secara harga dan kualitas dengan produsen-produsen luar negeri,” ulasnya.

Dengan adanya regulasi tersebut, Huda memperkirakan, para pemain di industri e-commerce seperti Shopee, Lazada, maupun Zalora melakukan penyesuaian model bisnis. Salah satunya melalui pembuatan gudang besar di Indonesia.

"Saya kira nanti platform-platform e-commerce tersebut akan membuat gudang besar di Indonesia untuk memfasilitasi penjual di platformnya. Jadi mereka yang mengurus impornya sesuai dengan ketentuan pemerintah, dan menjual ke konsumen,” taksirnya.

Namun, Huda tidak dimungkiri bahwa konsumen di Indonesia memiliki karakteristik yang berorientasi pada harga. Sehingga produk atau jasa yang dipilih cenderung yang lebih murah, terlepas itu buatan impor atau lokal.

Sementara itu, Center for Indonesian Policy Studies (CIPS), menilai, pembatasan operasi perusahaan e-commerce asing di Indonesia malah akan melemahkan pasar domestik. Kehadiran para e-commerce asing itu, menurut CIPS, seharusnya bisa mendorong perusahaan e-commerce lokal untuk terus meningkatkan kualitas layanan dan juga produknya.

Pingkan menyebut, harga yang didapat dengan mengurangi biaya produksi yang tidak efisien adalah sebuah proses wajar untuk mendorong efisiensi dalam skala yang lebih besar. Jika sebuah unit usaha mendapatkan pangsa pasar yang lebih besar hanya karena produktivitasnya yang tinggi atau manajemen biaya yang cerdas, tentu hal ini tidak termasuk kecurangan usaha.

Sebaliknya, dukungan terhadap UMKM harus menjadi fokus dari revisi Permendag Nomor 50 Tahun 2020. Mengurangi hambatan masuk ke pasar digital bagi mereka dengan mempertimbangkan kembali persyaratan Surat Izin Usaha Perdagangan Elektronik (SIUPMSE) bagi penjual online akan sangat memudahkan mereka.

"Dukungan untuk UMKM dengan tidak mewajibkan mereka dari persyaratan SIUPMSE adalah strategi yang jauh lebih dapat dibenarkan untuk membantu mereka mengembangkan bisnis dan meningkatkan produktivitas mereka,” ujar dia. 

Dia menambahkan, penelitian CIPS merekomendasikan, Kementerian Perdagangan perlu merevisi Permendag Nomor 50 Tahun 2020 terkait sanksi administratif untuk bisnis online informal dan membebaskan UMKM online dengan situs web bisnis mereka sendiri dari persyaratan Surat Izin Usaha Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (SIUPMSE).

Kemudahan ini akan mendorong UMKM untuk memasuki pasar digital dan mendapatkan manfaat dari transformasi ekonomi menuju digital. Pingkan juga menyebut, upaya untuk formalisasi bisnis online melalui PP Nomor 5 Tahun 2021, PP Nomro 5 Tahun 2019 dan Permendag Nomor 50 Tahun 2021 harus dilakukan secara hati-hati agar tidak mengakibatkan migrasi penjual ke platform yang kurang aman. 

Seperti berjualan melalui media sosial, yang dapat merugikan konsumen. UMKM yang menjalankan website mereka sendiri juga dapat dibebaskan dari kewajiban untuk mendapatkan SIUPMSE. 

Kegagalan mendapatkan SIUPMSE akan berdampak pada UMKM, yang biasanya memang menunjukkan kesadaran yang lebih rendah akan kewajiban perizinan. SIUPMSE untuk UMKM dapat ditawarkan sebagai lisensi non-wajib. 

Kementerian Perdagangan dapat, misalnya, memberikan insentif berupa pemberian “label” atau sertifikat terdaftar atau bersertifikat bagi mereka yang bersedia memperoleh SIUPMSE untuk membantu branding digital mereka. Sebelumnya, Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM) Teten Masduki mengatakan, pemerintah berencana memperketat peredaran produk asing yang dijual oleh e-commerce asing yang ada di Indonesia. 

Ia menyebut ada beberapa pokok yang akan diatur. Pertama, pemerintah tidak ingin UMKM dalam negeri kalah saing dengan produk dari luar negeri. 

Kedua, pemerintah akan membatasi nilai produk luar negeri yang boleh dijual oleh e-commerce asing yang ada di Indonesia. Ketiga, bagi produk di bawah USD100 yang belum diproduksi di Indonesia, maka tetap boleh dijual oleh e-commerce dengan syarat bahwa produk tersebut diimpor oleh importir umum di dalam negeri. 

Keempat, pemerintah akan menetapkan syarat yang sama kepada pelaku usaha e-commerce asing dan lokal. Kelima, pemerintah akan mensyaratkan agar peritel daring asing memiliki badan hukum di dalam negeri. (tim redaksi)

#ecommerce
#peritel
#perusahaanasing
#umkm
#peraturanyangjelas
#menkopukm
#tetenmasduki
#sertifikasiproduk

Tidak ada komentar