Breaking News

Polemik DOB Papua Makin Pelik, Kebutuhan atau Paksaan?

Pemekaran daerah di Papua. Foto: Ilustrasi/ Net

WELFARE.id-Sebanyak 1.181 personel gabungan disiagakan untuk mengantisipasi aksi unjuk rasa Kelompok Petisi Rakyat Papua atau PRP di Kota Jayapura, Selasa (10/5/2022). Rencana aksi unjuk rasa itu terkait dengan upaya pemekaran daerah di Papua oleh negara.

Kapolresta Jayapura Kota Kombes Gustav R Urbinas melalui Kabag Ops Kompol L Guruh Prawira Negara menerangkan, 1.181 personel tersebut akan disebar di sejumlah titik di wilayah Kota Jayapura. Personel ini merupakan gabungan TNI-Polri, termasuk satuan elite.

"Ada beberapa titik yang ditempatkan personel nantinya yakni di Taman Imbi, Pertigaan Jaya Asri, Lingkaran Abepura, Auditorium Uncen, Perumnas III, Expo Waena dan yang terjauh di wilayah hukum Polsek Muara Tami,” terang Guruh kepada wartawan, dikutip Selasa (10/5/2022).

Pengamanan ini berdasarkan atas penentuan titik kerawanan yang sudah dipetakan oleh pihak intelijen, termasuk asrama-asrama mahasiswa yang sudah menjadi basis kelompok-kelompok yang akan melakukan aksi unjuk rasa. 

"Untuk daerah rawan bisa saja berubah mengikuti eskalasi peningkatan massa. Maka akan dilakukan pergeseran personel untuk penebalan guna meniadakan gangguan kamtibmas, semua untuk kenyamanan warga Kota Jayapura,” terangnya.

Ia juga menambahkan, pihaknya akan membubarkan aksi unjuk rasa 10 Mei, karena tidak mengantongi izin. Bahkan, kepolisian tidak akan segan mengambil tindakan tegas secara terukur jika aksi tersebut menimbulkan kekacauan.

"Namun dalam hal negosiasi atau penyampaian aspirasi secara baik-baik akan diberikan waktu atau difasilitasi untuk bertemu wakil rakyat. Tapi bila eskalasi meningkat hingga menimbulkan chaos (kekacauan) maka pasti kami ambil tindakan tegas terukur dengan membubarkannya,” tegas Guruh.

Ia juga mengimbau masyarakat agar tidak terpancing atau terprovokasi dengan ajakan maupun hasutan aksi unjuk rasa pada 10 Mei yang dapat menjerumuskan ke ranah yang tidak diinginkan. Diketahui, aksi 10 Mei merupakan unjuk rasa jilid 2 PRP untuk menyuarakan penolakan pembentukan Daerah Otonomi Baru (DOB) atau pemekaran Papua. 

Dalam aksi tersebut, PRP juga dikabarkan akan menyuarakan penolakan terhadap otonomi khusus. Terpisah sebelumnya, Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP) berkomitmen terus mengawal pembahasan pembentukan DOB di Provinsi Papua.

Ketua DPRP Jhoni Banua Rouw mengatakan, berbagai aspirasi yang menerima dan menolak pembentukan DOB di Provinsi Papua sudah diterima, baik secara langsung maupun melalui perwakilan. Aspirasi rakyat Papua itu juga sudah diteruskan ke DPR RI di Jakarta.

"Semua aspirasi yang disampaikan kepada kami, DPRP, termasuk yang terakhir saya terima di lingkaran Abepura saat masyarakat dan mahasiswa melakukan demonstrasi, sudah kami rekap dan antarkan kepada Pemerintah pusat dalam hal ini DPR RI," katanya.

Ia berharap, inisiatif DPR dalam pembahasan dengan Pemerintah terkait rencana pembentukan DOB Papua tersebut tidak mengabaikan semua aspirasi masyarakat Papua yang sudah disampaikan melalui DPRP. 

"Kami berharap apa pun yang akan menjadi keputusan nanti, ataupun nanti Pemerintah pusat tetap menginginkan atau memaksakan untuk melakukan pemekaran Provinsi Papua, ada banyak hal yang harus menjadi perhatian yang menjadi aspirasi rakyat itu," jelasnya.

Sejumlah hal yang terus dikawal DPRP dalam rencana pembentukan DOB tersebut, antara lain terkait penerimaan aparatur sipil negara (ASN); keterisian jabatan eselon I,II, dan III; serta peluang usaha milik orang asli Papua (OAP). Menurut dia, DOB tersebut bertujuan untuk mewujudkan kesejahteraan orang asli Papua.

"Ini yang menjadi konsentrasi kami supaya betul-betul kalau pemekaran ini tetap dipaksakan oleh Pemerintah pusat, maka harus memperhatikan poin atau kekhawatiran yang muncul setelah pemekaran itu. Kesejahteraan itu adalah milik orang asli Papua yang harus dikawal oleh kami dan juga dikawal oleh masyarakat," tegasnya lagi.

Sementara itu, Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengeklaim, sebanyak 82 persen rakyat Papua dan Papua Barat menyetujui wacana pemekaran DOB. Menurut Mahfud, angka itu didapatkan berdasar hasil survei lembaga kepresidenan.

"Kalau setuju tidak setuju itu biasa, hasil survei yang dilakukan lembaga kepresidenan itu malah 82 persen rakyat Papua itu minta pemekaran," kata Mahfud seperti disimak melalui siaran kanal YouTube resmi Sekretariat Presiden, Senin (25/4/2022) lalu.

Ia mendampingi Presiden Joko Widodo menyambut delegasi Majelis Rakyat Papua dan Majelis Rakyat Papua Barat di Istana Kepresidenan, Jakarta. Perihal pemekaran atau pembentukan daerah otonomi baru di Papua menjadi salah satu topik yang dibicarakan dalam pertemuan Presiden dengan delegasi MRP dan MRPB.

Menanggapi hal itu, kata Mahfud, Presiden menyampaikan bahwa pemekaran DOB tingkat provinsi di Papua memang menjadi prioritas atas dasar kepentingan meskipun ada ratusan permohonan pemekaran DOB lainnya. 

"Presiden menunjukkan data bahwa sebenarnya untuk minta pemekaran di berbagai daerah itu rebutan, ada 354 permohonan pemekaran dan berdasar kepentingan di Papua kita mengabulkan untuk tiga provinsi baru," bebernya.

Soal pro dan kontra pendapat di kalangan masyarakat, Mahfud menilai hal itu sebagai dinamika yang umum. Terlebih di Papua sendiri tidak jarang ada unjuk rasa dilakukan di depan umum baik itu dari kalangan yang mendukung maupun menolak pemekaran DOB.

Sebelumnya pada 6 April 2022 panitia kerja rancangan undang-undang (RUU) tiga DOB Papua masuk ke dalam usul inisiatif DPR. RUU tersebut meliputi pembentukan tiga DOB tingkat provinsi dari dua provinsi yang saat ini ada yakni Papua dan Papua Barat.

Apabila RUU tersebut disahkan menjadi undang-undang, maka akan ada lima provinsi di Papua yakni Provinsi Papua, Provinsi Papua Barat, Provinsi Papua Selatan, Provinsi Papua Tengah, dan Provinsi Papua Pegunungan Tengah. (tim redaksi)

#pemekaranpapua
#daerahotonomibaru
#dob
#dewanperwakilanrakyatpapua
#aksiunjukrasa
#prokontradob
#kesejahteraanpapua
#wargapapua

Tidak ada komentar