Breaking News

Mengenang Peristiwa Serangan Umum 1 Maret

Ilustrasi Museum Serangan Umum 1 Maret. DOK WELFARE.id

WELFARE.id - Tahukah kamu, bahwa tanggal 1 Maret merupakan salah satu tanggal yang penting bagi Bangsa Indonesia. 73 Tahun yang lalu, tepatnya pada tanggal 1 Maret 1949, terjadi peristiwa yang dikenal dengan Serangan Umum 1 Maret.  

Peristiwa itu terjadi diakibatkan Agresi Militer 2 yang dilakukan oleh Belanda dan merupakan salah satu upaya untuk menjaga kedaulatan bangsa. Belanda pada waktu itu masih ingin menduduki dan menjajah Indonesia melakukan berbagai serangan, meskipun sudah Bangsa Indonesia sudah menyatakan Proklamasi kemerdekaan.  

Bersumber dari situs Museum Perumusan Naskah Proklamasi, meskipun pemimpin Bangsa Indonesia tertawan akibat Agresi Militer, Panglima Besar Jenderal Soedirman tetap berusaha menyusun strategi untuk menunjukkan Tentara Nasional Indonesia (TNI) tetap ada dan kuat.  

Jenderal Soedirman memimpin Operasi Geriliya Rakyat Semesta yang terdiri dari pasukan organik dan non organik termasuk laskar dan rakyat bersenjata. Banyak tokoh yang terlihat dalam peristiwa bersejarah ini yaitu Jenderal Soedirman, Sri Sultan Hamengku Buwono IX, dan Letkol Soeharto. 

Sasaran utama Agresi Militer 2 adalah Yogyakarta yang pada saat itu merupakan ibu kota Indonesia. Pemindahan sementara ibu kota Indonesia dikarenakan situasi Jakarta sudah tidak aman setelah Proklamasi Kemerdekaan. 

Melansir dari situs www.kemdikbud.go.id, meskipun sudah dipindah, keadaan Yogyakarta juga tidak kondusif ditambah dengan propaganda Belanda di dunia internasional bahwa TNI sudah tidak ada.  

Menanggapi hal tersebut, Raja Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat, Sri Sultan Hamengku Buwono IX, mengirimkan surat kepada Jenderal Soedirman. Sri Sultan Hamengku Buwono IX meminta izin untuk mengadakan serangan terhadap tentara Belanda. Jenderal Soedirman menyetujui dan meminta Sri Sultan untuk berkoordinasi dengan Letkol Soeharto.  

Setelah mendapat persetujuan, persiapan serangan dilakukan dengan matang. Pada tanggal 1 Maret 1949 tepatnya pada pagi hari, TNI melakukan serangan besar-besaran secara serentak. 

Serangan dilakukan di seluruh wilayah Yogyakarta dengan fokus serangan pada ibukota Republik Indonesia, Yogyakarta. Tepat pukul 06.00 WIB, saat sirene dibunyikan, serangan dilancarkan di seluruh penjuru kota Yogyakarta, 

Letkol Soeharto memimpin langsung penyerangan dari sektor barat hingga ke batas Malioboro. Di sektor timur, serangan dipimpin oleh Ventje Sumual, sektor utara dipimpin oleh Mayor Kusno, dan pada sektor selatan dan timur dipimpin Mayor Sardjono.  

Pada sektor kota dipimpin oleh Letnan Masduki dan Letnan Amir Murtono. Serangan ini membuahkan hasil dimana pasukan TNI mampu menduduki kota Yogyakarta selama 6 jam.  

Pada pukul 12.00 WIB, seluruh pasukan TNI mundur yang merupakan rencana awal penyerangan. Meskipun hanya berhasil menduduki ibukota selama 6 jam, hal ini sudah menunjukkan tujuan dari serangan tersebut bahwa TNI masih ada dan kuat.  

Serangan Umum 1 Maret 1949 berdampak besar untuk Indonesia yang saat itu sedang mengikuti sidang di Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).  

Peristiwa bersejarah ini juga memperkuat posisi tawar Indonesia dalam perundingan Dewan Keamanan PBB. Sebagai pengingat sejarah perjuangan TNI pada Serangan Umum 1 Maret, kita bisa berkunjung ke Monumen Serangan Umum 1 Maret di Kota Yogyakarta.  

Raja Keraton yang juga Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Sri Sultan Hamengku Buwono X mengungkap sebuah cerita lama yang selama ini sengaja ia pendam tentang seputar Serangan Umum 1 Maret 1949. 

Cerita itu disampaikan Sultan HB X di sela membacakan surat Keputusan Presiden Nomor 2 Tahun 2022 tentang Hari Penegakan Kedaulatan Negara pada Selasa, 1 Maret 2022 di halaman Keben Keraton Yogyakarta. ''Serangan Umum itu sebenarnya akan dilakukan 28 Februari, bukan 1 Maret,'' kata Sultan, dikutip Kamis (3/2/2022). 

Serangan Umum 1 Maret itu disiapkan di Yogyakarta yang menjadi ibukota Indonesia saat itu untuk membuktikan kepada dunia internasional bahwa Indonesia tetap ada. ''Tapi karena bocor, serangan itu tak jadi 28 Februari, tapi diundur menjadi 1 Maret,'' tambahnya. 

Sultan menuturkan informasi itu sengaja ia pendam sendiri karena ia hanya mendengar penuturan itu dari ayahandanya, Sri Sultan Hamengku Buwono IX. ''Saya sengaja diam karena tak memiliki bukti, itu hanya cerita almarhum Suwargi (Sultan) HB IX,'' kata dia. (cr2)

#seranganumum1maret
#agresimiliter2
#sejarah
#museum
#indonesia

Tidak ada komentar