Breaking News

Importir Terbesar Gandum Ukraina, Ini Dampaknya bagi Industri Dalam Negeri

Gandum. Foto: Antara


WELFARE.id-Ukraina adalah salah satu mitra dagang Indonesia di kawasan Eropa. Impor terbesar Indonesia dari negara yang sedang berperang dengan Rusia tersebut adalah komoditas gandum. 

Perang yang sudah berlangsung selama sepekan terakhir dikhawatirkan bisa berdampak terhadap pasokan gandum di Indonesia. Mengutip data Departemen Pertanian Amerika Serikat (USDA), Indonesia adalah negara tujuan utama ekspor gandum Ukraina. 

Pada periode Juli 2020 hingga Juni 2021, ekspor gandum Ukraina ke Indonesia tercatat sebesar 2,61 juta ton. Jumlah ini mencakup 15,7 persen dari total ekspor gandum Ukraina. 

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, nilai total impor Indonesia dari Ukraina selama periode Januari-November 2021 mencapai USD1,01 miliar. Volume impor gandum dan meslin (tepung gandum) pada periode tersebut berjumlah 3,18 juta ton atau 94,37 persen dari total volume impor. 

Adapun nilai impor gandum dan meslin ini mencapai USD897,7 juta atau 88,61 persen dari total nilai impor. Mesir menjadi negara tujuan kedua dengan ekspor sebesar 2,46 juta ton atau 14,8 persen dari total ekspor. 

Tujuan ekspor ketiga adalah Pakistan sebesar 1,4 juta ton (8,4 persen). Selanjutnya, ada Bangladesh dan Moroko di peringkat keempat dan kelima. 

Ekspor ke Bangladesh mencapai 1,13 juta ton dan Moroko mencapai 1,09 juta ton. Pasokan gandum yang terganggu dapat memengaruhi harga-harga pangan di Indonesia, seperti tepung dan mi instan. 

Dalam sebulan terakhir, harga gandum dunia telah meningkat sekitar 24 persen. Mengenai hal itu, Direktur Eksekutif Asosiasi Produsen Terigu Indonesia (Aptindo) Ratna Sari Loppies mengatakan, meski Ukraina pemasok gandum nomor 2 terbesar bagi Indonesia, hingga saat ini belum ada dampak langsung terhadap pasokan gandum ke Tanah Air. ''Belum ada. Dan, kalau pun harga melonjak, reaksi kita nggak langsung. Terigu di dalam negeri itu menyangkut usaha kecil, UKM seperti pedagang mie ayam. Dan, gandum kan nggak cuma dari Rusia dan Ukraina,'' ujarnya. 

Staf Khusus Aptindo Josafat Siregar menambahkan, industri terigu di dalam negeri sudah pernah mengalami kondisi terburuk pada 2008. ''Saat itu belahan bumi selatan dan utara, Australia dan Eropa mengalami kekeringan secara bersamaan, harga pangan dunia sangat mahal sekali. Mudah-mudahan tidak terulang kondisi seperti itu. Dan, saya kira tidak akan ada penundaan pembelian, hanya industri masing-masing melakukan kalkulasi, penyesuaian harga di domestik,'' bebernya. 

Sementara untuk penyesuaian harga, lanjutnya, tidak akan dilakukan serta merta, karena menyangkut pelaku UKM. ''Biasanya harus dilakukan sosialisasi dulu, karena nggak semua bisa diakali dengan mengecilkan ukuran produk jadi. Dan, industri itu pasti melakukan pengamatan tren harga 4 bulan ke depan dengan kondisi yang ada. Dengan back up data, prakiraan biasanya tidak meleset jauh,'' tambahnya. 

Selain gandum, barang yang diimpor Indonesia dari negara yang dipimpin oleh Presiden Volodymyr Zelensky ini adalah ingot besi baja seberat 52,38 ribu ton dengan nilai USD25,19 juta. Diikuti komoditas lainnya seberat 38,09 ribu ton dengan nilai USD42,86 juta, serta jagung seberat 27,83 ribu ton senilai USD9,81 juta. 

Ada pula impor besi kasar, besi cor, dan besi beton seberat 18,33 ribu ton dengan nilai USD20,85 juta, serta gandum-ganduman lainnya seberat 0,04 juta ton dengan nilai USD16,64 juta. (cr2)

#imporgandum
#indonesiaimporgandumukraina
#pasokanukm
#miinstan
#aptindo
#pasokangandumaman
#penyesuaianhargadomestik
#kalkulasi
#bps

Tidak ada komentar